chapter 8 : Alvin dan kesepakatan

7 1 0
                                    

Alvin terus terdiam ketika dalam perjalanan pulang usai mengantar ibunya periksa kehamilan. Dia hanya ingin langsung bertanya pada ayahnya atas sikapnya pada Freya dan Alditya. Keheningan dari anaknya pun tidak bisa ditanggapi oleh Sarah. Dia tau betul perubahan Alvin setelah mereka pindah. Alvin hanya terpaku pada Freya dan Alditya.

Saat sudah sampai rumahnya, Alvin tidak bisa menunggu lagi. Langkahnya cepat bahkan ia melewati Bi Inah begitu saja. Tangannya membuka pintu ruang kerja Mahardika lalu dengan nafas yang belum ia atur, Alvin berteriak, "Aku mau keluar dari rumah ini!"

Mahardika langsung berdiri dengan wajah terkejutnya. Dia tidak bertanya kenapa tapi pasti ini karena Freya dan Alditya.

"Kamu anak ayah dan kamu harus tinggal disini!" Tegas Mahardika.

"Lalu? Freya sama Kak Ditya bukan anak ayah?" Sarkas Alvin masih diselimuti emosi. "Mereka berdua saudaraku, Yah. Kalaupun ada yang harus pergi itu aku dan Mama" ucapnya.

"Ayah tidak akan membiarkan itu terjadi. Yang dialami oleh Alditya itu pilihannya. Sementara Freya, saat ini ayah sedang mencoba untuk mempertahankan dia" bujuk Mahardika.

"Lalu apa ayah benar bisa mempertahankan Freya? Pada akhirnya apa yang ayah pertahankan selama ini?" Sarkas Alvin lagi dan lagi. Alvin membuang wajahnya sebentar lalu mengusapnya kasar. Kedua kakinya bergerak tidak teratur begitu juga suara nafasnya yang memburu marah.

"Aku tidak bisa bernafas dalam rumah ini. Rasanya sesak, Yah. Aku berharap Freya atau Kak Ditya tetap tinggal disini. Karena aku sadar aku yang sudah membuat mereka menderita. Urusan pernikahan ayah dan mama itu terserah kalian. Tapi yang aku khawatirkan hanyalah kakak dan adikku itu!"

"Aku pun juga membenci diriku sendiri harus lahir dalam kondisi orang tua seperti ini! Aku sudah cukup tersiksa memikirkan alasan kelahiranku, Yah!"

Mahardika masih bungkam dan membiarkan Alvin mengeluarkan semua yang ada dikepalanya.

"Freya dibully terus-terusan. Karena aku yang tidak bisa menjaganya di sekolah. Freya harus menerima imbas dari perceraian ayah dan ibu. Kenapa ayah? Kenapa ayah membuat hidup adik dan kakakku sesulit itu?!"

Alvin sudah selesai. Dia mengatur nafas sesaat sambil saling bertatapan dengan Mahardika yang wajahnya tenang, sangat tenang.

"Freya terlibat dalam semua ini karena dia yang belum bisa menerima. Suatu saat dia pasti akan menyerah dengan keadaan. Sedangkan Alditya akan kabur seperti biasanya. Tapi Alvin berbeda. Alvin akan berusaha keras dan tidak menyerah. Itulah alasan Alvin dan Mama Sarah tinggal dirumah ini. Suatu saat Freya dan Alditya juga akan kembali ke sini"

Alvin menggeleng tidak percaya mendengar jawaban rancu dan tidak bisa diterimanya. Alvin semakin bingung jalan fikiran orang dewasa.

"Suatu saat anak-anak ayah akan mengerti", lalu Mahardika memakai kacamata dan kembali pada pekerjaannya yang tertunda. Alvin memutar pandangan lalu dengan kasar menutup pintu ruang kerja ayahnya.

Dari jarak yang tidak jauh Mama Sarah sudah menatap Alvin dengan sendu dan wajah lesu. Alvin mengepal lalu berjalan menghampiri, "Dari sekian banyak pria didunia ini, kenapa mama harus menikah dengan orang yang sudah beristri?!!" Tanya Alvin dengan tatapan kebencian.

"Maafkan, Mama" pinta Sarah dengan suara gemetar.

Alvin mendengus dengan senyuman sampingnya, "Maaf itu tidak akan bisa mengembalikan kebahagiaan mereka, Ma! Kenapa mama harus jadi wanita simpanan hingga berakhir seperti ini?! Aku saja sangat benci pada mama apalagi Kak Alditya atau Freya ketika melihat mama" kata Alvin dengan telunjuk yang beberapa kali tertuju pada ibunya.

Perasaan Mama Sarah sangat terluka mendengar putra kandungnya sendiri membencinya. Tapi sungguh dalam benaknya kala itu jatuh cinta pada Mahardika adalah pilihan terbaik dalam hidupnya. Pertemuan mereka dimusim panas itu adalah hal terindah baik dihidup Sarah atau Mahardika. Lalu dengan cinta itulah mereka bertekad melawan semuanya asalkan mereka bisa tetap bersama.

Alvin merebahkan tubuhnya asal kemudian memainkan ponselnya. Dia melihat profil dari Freya. Dia ingin menjadi seorang kakak pada umumnya yang tau setidaknya jadwal dan aktivitas adiknya.

Lampu belajar dimeja Alvin menyala dan dia membuat semacam jadwal dalam bentuk diagram pie yang dilakukan oleh Freya selama satu minggu. Semoga ini bisa membantu dia untuk lebih dekat dengan adiknya.

***

Bertemu dengan hari minggu lagi. Freya sudah harus bersiap untuk kembali ke rumah ayahnya. Satu minggu yang sangat singkat baginya. Freya dengan berat hati mengetuk pintu Alditya bermaksud berpamitan.

"Pamit ya, Bang Ditya" ucap Freya.

Alditya tidak membalas. Dia justru mengambil jaket dan kunci motornya. Freya tidak terkejut. Kakaknya itu paling tidak suka dengan pamitan atau perpisahan.

Freya memasuki mobil jemputan dan pergi dari rumah ibunya dengan hati yang kosong seperti biasa. Didalam mobil itu sudah ada Alvin dan Mahardika. Suasana didalam mobil sangat canggung bagi Alvin. Dia ingin sekali bertanya bagaimana kabar Freya atau dia mau mampir dulu ke suatu tempat sebelum pulang. Tapi yang terjadi Alvin hanya membungkam mulutnya.

Mereka sudah sampai rumah. Freya langsung ke kamar dan tidak mengucapkan apapun pada ayah dan kakak tirinya itu.

"Alvin..." panggil Mahardika yang membuat Alvin menoleh padanya. "Ayah bisa merasakan kamu sangat menyayangi Freya. Dia itu memang sangat keras tapi kalau kau sudah mengenalnya, dia hanya adikmu yang manja dan penuh pengertian"

"Lalu kenapa ayah bersikap keras padanya selama ini?" Tanya Alvin spontan.

"Ini demi kebaikannya. Disaat yang sama Freya juga harus belajar menjadi dewasa" jawab Mahardika yang kemudian melangkah meninggalkan Alvin.

"Bi Inah" panggil Alvin yang kebetulan Bi Inah sedang berjalan menuju kamar Freya. "Itu untuk Freya? Boleh saya yang mengantarkan?" Tanya Alvin yang memberikan kedua tangannya.

"Jangan, Den Alvin" tolak Bi Inah dengan sopan.

"Ngga apa-apa, Bi. Saya senang membantu. Lagipula saya juga ingin bisa sering ngobrol sama adik saya" balas Alvin dan dia pun membawakan cemilan dan susu pada adiknya.

Jadi, Freya suka minuman yang manis dan cemilan yang gurih untuk belajar?. Alvin tersenyum setelah berucap dalam hatinya. Dia akan mengingat semua kesukaan Freya dan jadwal kegiatan Freya. Dia pun juga berdoa semoga usahanya berhasil.

"Freya, i-ini ada-" belum juga selesai bicara pintu kamar itu sudah terbuka dan Freya sudah menatapnya dengan datar.

"Sekarang, kau mau melakukan semua yang dilakukan Bi Inah?" Tanya sinis Freya.

"Kakak hanya sedang mencoba mengenalmu lebih jauh, Freya boleh meminta tolong pada kakak apapun itu"

"Tolong pergi dari sini" pinta Freya yang kali ini tidak bisa membuat Alvin bicara lagi. "Kalau kau tidak bisa berjanji seperti itu jangan mengatakannya" ucap Freya lagi.

"Kalau begitu, ada yang lain yang harus Kak Alvin lakukan untuk Freya?", kedua mata Freya bergerak beberapa kali mendengar pertanyaan Alvin yang satu ini.

"Cari tau alasan perceraian ayah dan ibu. Itu dulu" jawab Freya. Alvin mengangguk dengan tatapan sumringah dan senyum yang mengiyakan. Freya tau dia hanya bisa meminta bantuan pada Alvin.

"Iya. Kak Alvin akan cari tau" ucapnya senang. Alvin juga menyadari ini salah satu keahliannya. Dia sudah banyak membaca buku tentang detektif dan cukup banyak menonton film dokumenter.

Freya harus mengetahui rahasia kedua orang tuanya. Alasan bercerai selain memiliki wanita lain. Freya yakin banyak hal yang dirahasiakan oleh orang tuanya dari dia dan Alditya.




-R!SK-

R!SKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang