"Itu cuma bayangan kita aja, palingan zan," kata Dian, mencoba menenangkan Fauzan."Gue nggak salah liat, yan. Gue liat bayangan anak kecil di balik jendela itu," jawab Fauzan, dengan nada yang sedikit mengerikan.
"Udahlah, zan. Lo pasti salah liat," kata Rama, mencoba menenangkan Fauzan.
"Ya, zan. Lo pasti salah liat," kata Deni, mencoba menenangkan Fauzan.
"Gue nggak salah liat, Den. Gue liat bayangan anak kecil di balik jendela itu,” jawab Fauzan, dengan nada yang sedikit mengerikan.
"Gue nggak percaya ceritanya lo zan. Lo pasti salah liat," kata Siska, dengan nada yang sedikit mengerikan.
"Ya, Lo pasti salah liat," kata Perdi, mencoba menenangkan Siska.
"Gue nggak salah liat, Gue liat bayangan anak kecil di balik jendela itu," jawab Fauzan, dengan nada yang sedikit mengerikan.
Mereka menunggu di dekat jendela itu, dengan degup jantung yang berdebar kencang. Mereka mencoba mencari bayangan anak kecil itu lagi, tapi mereka tidak menemukan apapun.
"Udahlah zan, lo pasti salah liat," kata Widya, mencoba menenangkan Fauzan.
"Gue nggak salah liat, Wid. Gue liat bayangan anak kecil di balik jendela itu," jawab Fauzan, dengan nada yang sedikit mengerikan.
Tiba-tiba, mereka mendengar suara bisikan yang menyeramkan dari balik jendela itu.
"Hati-hati... hati-hati..." bisik suara itu, dengan nada yang sangat menakutkan.
"Aaaaa!" teriak Siska, bersembunyi di balik Deni.
Mereka berhamburan menjauh dari jendela itu, berusaha menghindari suara bisikan itu.
"Itu suara siapa?" tanya Rama, dengan nada yang sedikit mengerikan.
"Gue nggak tau," jawab Dian, dengan nada yang sedikit mengerikan.
"Kita harus keluar dari rumah ini!" teriak Fauzan, dengan nada yang sedikit mengerikan.
"Ya, Kita harus keluar dari rumah ini," jawab Dirga, dengan nada yang sedikit mengerikan.
Mereka berhamburan keluar dari rumah tua itu, berusaha menghindari suara bisikan itu. Mereka berjalan cepat, mencoba menjauh dari rumah tua itu.
"Kita harus cari tempat yang aman," kata Dian, dengan nada yang sedikit mengerikan.
"Ya, yan. Kita harus cari tempat yang aman," jawab Dirga, dengan nada yang sedikit mengerikan.
Mereka berjalan terus, mencari tempat yang aman. Kabut tebal masih menyelimuti desa itu, membuat pandangan mereka menjadi kabur.
" lo semua perhatiin gak sih? Ada sesuatu yang bergerak di balik kabut itu," kata Fauzan, dengan nada yang sedikit
Mereka berjalan pelan-pelan, sesekali berhenti untuk memastikan tidak ada yang mengikuti. Kabut semakin tebal, membuat suasana semakin mencekam. Dirga menajamkan pandangannya, mencoba mencari tahu apa yang Fauzan lihat.
"Gue nggak yakin, Zan. Tapi sepertinya ada yang bergerak juga di sana," kata Dirga, menunjuk ke arah kabut yang lebih pekat di sebelah kanan mereka.
"Ayo, kita cepat-cepat," kata perdi sambil menggenggam erat tangan Widya. "Gue nggak mau ada kejadian aneh lagi."
Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki berat di belakang mereka. Suara itu terdengar semakin dekat, membuat jantung mereka berdebar lebih kencang. Fauzan berhenti dan menoleh perlahan, berharap itu hanya perasaannya saja.
Namun, di balik kabut, sesosok bayangan samar terlihat. Tingginya tidak biasa, dan gerakannya lambat namun terasa mengancam. Bayangan itu semakin mendekat, membuat mereka semua terdiam dalam ketakutan.
"Ayo, jalan lebih cepat!" desis Deni, suaranya terdengar gemetar.
Namun, sebelum mereka sempat bergerak, suara bisikan menyeramkan kembali terdengar, kali ini lebih dekat. "Hati-hati... Jangan lari... Kalian semua sudah terlambat..."
Siska yang paling ketakutan menjerit lagi, namun kali ini tubuhnya seperti membeku di tempat. Deni mencoba menariknya, tapi Siska seolah-olah tidak bisa bergerak, tatapannya terpaku ke satu titik di balik kabut.
"Dia... di sana..." bisiknya pelan, matanya membulat penuh teror.
Dirga, yang sudah mulai merasakan keanehan yang sama, menarik Deni dan Siska menjauh, mencoba mengumpulkan keberanian untuk melangkah. "Kita harus keluar dari desa ini, sekarang!" teriaknya dengan suara tegas.
Mereka mulai berlari, tak lagi mempedulikan arah, hanya ingin menjauh dari suara bisikan dan bayangan aneh itu. Semakin jauh mereka berlari, semakin kabur desa di belakang mereka, namun suara bisikan dan bayangan aneh itu seolah-olah terus mengejar, tak pernah hilang.
Hingga akhirnya mereka sampai di sebuah jalan setapak yang tampak asing. Jalan itu seperti membawa mereka lebih dalam ke dalam kabut, dan di kejauhan terdengar suara-suara aneh yang seolah memanggil nama mereka.
"Jangan berhenti," bisik Fauzan dengan napas tersengal. "Kita tidak bisa kembali. Tapi gue yakin... kita masih belum aman."
"Udah biar lebih aman. Kita langsung pergi ke gunung aja. " Kata Dian sambil menenangkan temannya
Mereka semua mengangguk setuju, akan tetapi mereka tidak tahu bahaya apa yang menunggu, "mereka di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendaki Yang Ganjil
Horror"Pendaki yang Ganjil" adalah cerita horor tentang sembilan mahasiswa yang berencana mendaki Gunung Merapi untuk melepas penat setelah ujian akhir semester. Namun, gunung tersebut terkenal angker dan memiliki mitos tentang penunggu gunung yang memint...