Bab 11 - Bisikan dari Balik Jendela

7 2 0
                                    


"Itu cuma bayangan kita aja, palingan zan," kata Dian, mencoba menenangkan Fauzan.

"Gue nggak salah liat, yan. Gue liat bayangan anak kecil di balik jendela itu," jawab Fauzan, dengan nada yang sedikit mengerikan.

"Udahlah, zan.  Lo  pasti  salah  liat,"  kata  Rama,  mencoba  menenangkan  Fauzan.

"Ya, zan.  Lo  pasti  salah  liat,"  kata  Deni,  mencoba  menenangkan  Fauzan.

"Gue  nggak  salah  liat,  Den.  Gue  liat  bayangan  anak  kecil  di  balik  jendela  itu,”  jawab  Fauzan,  dengan  nada  yang  sedikit  mengerikan.

"Gue  nggak  percaya  ceritanya lo zan.  Lo  pasti  salah  liat,"  kata  Siska,  dengan  nada  yang  sedikit  mengerikan.

"Ya, Lo  pasti  salah  liat,"  kata  Perdi,  mencoba  menenangkan  Siska.

"Gue  nggak  salah  liat, Gue  liat  bayangan  anak  kecil  di  balik  jendela  itu,"  jawab  Fauzan,  dengan  nada  yang  sedikit  mengerikan.

Mereka  menunggu  di  dekat  jendela  itu,  dengan  degup  jantung  yang  berdebar  kencang.  Mereka  mencoba  mencari  bayangan  anak  kecil  itu  lagi,  tapi  mereka  tidak  menemukan  apapun.

"Udahlah zan,  lo  pasti  salah  liat,"  kata  Widya,  mencoba  menenangkan  Fauzan.

"Gue  nggak  salah  liat,  Wid.  Gue  liat  bayangan  anak  kecil  di  balik  jendela  itu,"  jawab  Fauzan,  dengan  nada  yang  sedikit  mengerikan.

Tiba-tiba,  mereka  mendengar  suara  bisikan  yang  menyeramkan  dari  balik  jendela  itu.

"Hati-hati... hati-hati..." bisik  suara  itu,  dengan  nada  yang  sangat  menakutkan.

"Aaaaa!"  teriak  Siska,  bersembunyi  di  balik  Deni.

Mereka  berhamburan  menjauh  dari  jendela  itu,  berusaha  menghindari  suara  bisikan  itu.

"Itu  suara  siapa?"  tanya  Rama,  dengan  nada  yang  sedikit  mengerikan.

"Gue  nggak  tau,"  jawab  Dian,  dengan  nada  yang  sedikit  mengerikan.

"Kita  harus  keluar  dari  rumah  ini!"  teriak  Fauzan,  dengan  nada  yang  sedikit  mengerikan.

"Ya,  Kita  harus  keluar  dari  rumah  ini,"  jawab  Dirga,  dengan  nada  yang  sedikit  mengerikan.

Mereka  berhamburan  keluar  dari  rumah  tua  itu,  berusaha  menghindari  suara  bisikan  itu.  Mereka  berjalan  cepat,  mencoba  menjauh  dari  rumah  tua  itu.

"Kita  harus  cari  tempat  yang  aman,"  kata  Dian,  dengan  nada  yang  sedikit  mengerikan.

"Ya,  yan.  Kita  harus  cari  tempat  yang  aman,"  jawab  Dirga,  dengan  nada  yang  sedikit  mengerikan.

Mereka  berjalan  terus,  mencari  tempat  yang  aman.  Kabut  tebal  masih  menyelimuti  desa  itu,  membuat  pandangan  mereka  menjadi  kabur.

" lo semua perhatiin  gak  sih?  Ada  sesuatu  yang  bergerak  di  balik  kabut  itu,"  kata  Fauzan,  dengan  nada  yang  sedikit

Mereka berjalan pelan-pelan, sesekali berhenti untuk memastikan tidak ada yang mengikuti. Kabut semakin tebal, membuat suasana semakin mencekam. Dirga menajamkan pandangannya, mencoba mencari tahu apa yang Fauzan lihat.

"Gue nggak yakin, Zan. Tapi sepertinya ada yang bergerak juga di sana," kata Dirga, menunjuk ke arah kabut yang lebih pekat di sebelah kanan mereka.

"Ayo, kita cepat-cepat," kata perdi sambil menggenggam erat tangan Widya. "Gue nggak mau ada kejadian aneh lagi."

Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki berat di belakang mereka. Suara itu terdengar semakin dekat, membuat jantung mereka berdebar lebih kencang. Fauzan berhenti dan menoleh perlahan, berharap itu hanya perasaannya saja.

Namun, di balik kabut, sesosok bayangan samar terlihat. Tingginya tidak biasa, dan gerakannya lambat namun terasa mengancam. Bayangan itu semakin mendekat, membuat mereka semua terdiam dalam ketakutan.

"Ayo, jalan lebih cepat!" desis Deni, suaranya terdengar gemetar.

Namun, sebelum mereka sempat bergerak, suara bisikan menyeramkan kembali terdengar, kali ini lebih dekat. "Hati-hati... Jangan lari... Kalian semua sudah terlambat..."

Siska yang paling ketakutan menjerit lagi, namun kali ini tubuhnya seperti membeku di tempat. Deni mencoba menariknya, tapi Siska seolah-olah tidak bisa bergerak, tatapannya terpaku ke satu titik di balik kabut.

"Dia... di sana..." bisiknya pelan, matanya membulat penuh teror.

Dirga, yang sudah mulai merasakan keanehan yang sama, menarik Deni dan Siska menjauh, mencoba mengumpulkan keberanian untuk melangkah. "Kita harus keluar dari desa ini, sekarang!" teriaknya dengan suara tegas.

Mereka mulai berlari, tak lagi mempedulikan arah, hanya ingin menjauh dari suara bisikan dan bayangan aneh itu. Semakin jauh mereka berlari, semakin kabur desa di belakang mereka, namun suara bisikan dan bayangan aneh itu seolah-olah terus mengejar, tak pernah hilang.

Hingga akhirnya mereka sampai di sebuah jalan setapak yang tampak asing. Jalan itu seperti membawa mereka lebih dalam ke dalam kabut, dan di kejauhan terdengar suara-suara aneh yang seolah memanggil nama mereka.

"Jangan berhenti," bisik Fauzan dengan napas tersengal. "Kita tidak bisa kembali. Tapi gue yakin... kita masih belum aman."

"Udah biar lebih aman. Kita langsung pergi ke gunung aja. " Kata Dian sambil menenangkan temannya

Mereka semua mengangguk setuju, akan tetapi mereka tidak tahu bahaya apa yang menunggu, "mereka di sana.

Pendaki Yang GanjilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang