Journey to Mount Lysandria
Perjalanan menuju gunung tertinggi di Lysandria adalah yang paling menantang yang pernah dilalui kelompok Alexandra. Sejak mereka meninggalkan hutan tempat mereka mendapatkan Perisai Badai, suasana berubah drastis. Gunung Lysandria tampak menjulang di kejauhan, puncaknya tertutup awan tebal, dan hawa dingin menyusup hingga ke tulang. Udara yang sejuk perlahan berganti dengan angin kencang dan terjangan debu, menandakan betapa liar dan tak terduga kondisi di sekitar gunung tersebut.
“Ini lebih berat dari yang kukira,” gumam Julian sembari menarik tudungnya lebih erat untuk melindungi wajahnya dari angin dingin.
Maximus mengangguk. "Gunung ini sudah lama terkenal karena sulit diakses. Ditambah lagi, legenda mengatakan bahwa hanya mereka yang memiliki hubungan dengan elemen tanah yang bisa memasuki gua tempat Cincin Kontrol Bumi tersembunyi."
Alexandra, yang berada di depan kelompok, memandang ke puncak gunung yang semakin dekat. “Kita harus bergerak cepat. Siapa tahu apa yang menunggu kita di sana.”
Saat mereka mendaki lebih tinggi, jalanan berbatu mulai berubah menjadi medan yang lebih kasar. Batuan besar menghalangi jalur mereka, dan beberapa bagian jalan tertutup oleh longsoran tanah yang baru saja terjadi. Setiap langkah yang mereka ambil harus dihitung dengan hati-hati, karena satu kesalahan saja bisa membuat mereka terjatuh ke jurang di bawah.
"Perjalanan ini terasa seperti ujian," kata Eleanor sambil membersihkan keringat dari dahinya. "Seolah-olah gunung ini sendiri tidak ingin kita mendekat."
Alexander yang berada di belakang kelompok itu mengangguk. "Bukan hanya ujian fisik, tapi mental juga. Alam di sekitar kita terasa seperti hidup... dan mengawasi kita."
Maximus memandang sekitar dengan cemas. "Kalian mungkin benar. Aku merasa tanah di sini memiliki semacam kesadaran, seperti elemen tanah di tempat ini punya kekuatan sendiri yang menjaga sesuatu."
Julian yang dikenal dengan kemampuannya dalam sihir elemen menarik napas dalam-dalam, mencoba merasakan energi alam di sekitarnya. "Aku bisa merasakan ada kekuatan besar di sekitar sini. Sepertinya kita semakin dekat dengan pusatnya."
Mereka terus melanjutkan perjalanan dengan waspada. Udara semakin tipis dan dingin, namun juga terasa lebih berat, seolah ada kekuatan yang menarik mereka ke bawah. Tiba-tiba, jalan setapak yang mereka lalui menyempit hingga hanya cukup untuk satu orang. Di sebelah kiri mereka, jurang yang dalam menganga, sementara di sebelah kanan, tebing batu terjal menjulang.
“Berhati-hatilah,” perintah Alexandra saat dia memimpin, melewati jalan yang sempit dengan perlahan.
Namun, di tengah ketegangan itu, tanah di bawah kaki mereka mulai bergetar. Suara retakan terdengar dari batuan di atas mereka, dan tanpa peringatan, bongkahan batu besar mulai jatuh dari tebing di atas.
“Cepat! Lari!” teriak Maximus sambil mendorong Eleanor ke depan.
Mereka semua berlari secepat mungkin, berusaha menghindari longsoran batu yang jatuh. Namun, jalur yang sempit itu mempersulit mereka untuk bergerak dengan cepat, dan beberapa batuan besar hampir menghantam mereka. Alexandra melompat ke samping, menghindari batu besar yang jatuh tepat di depan kakinya. Dia segera bangkit dan memandang ke belakang, melihat Julian yang berusaha menghindari serpihan batu yang jatuh dari atas.
“Aku akan membantu!” teriak Eleanor sambil menggunakan sihir pelindungnya untuk membuat perisai sementara, mencoba menahan beberapa batuan yang berjatuhan.
Namun, gempa itu semakin kuat, dan tiba-tiba tanah di bawah kaki mereka mulai runtuh. Alexander yang berada di barisan belakang merasakan tanah di bawahnya goyah, dan tanpa peringatan, dia terjatuh ke jurang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Woven Fates: A Tale of Magic and Love
FantastikDi tengah ancaman kegelapan yang menyelimuti dua kerajaan, putri muda Alexandra menemukan kekuatan sihir yang luar biasa dalam dirinya. Namun, kekuatan itu adalah pedang bermata dua-harapan bagi kerajaan atau awal kehancurannya. Bersama-sama dengan...