Sejak awal sudah aku katakan kalau sebaik-baiknya rumah untukku adalah Nata Mahatma. Di saat aku benar-benar merasa sendirian, kehilangan arah, yang ada di sampingku adalah Nata, di saat dunia tidak pernah di pihak ku, ada Nata yang selalu merangkul ku.
Sejak dulu, duniaku berputar di Nata Mahatma.
Kami bersahabat sangat baik dengan aku yang menyimpan rasa. Suatu saat nanti pasti terjadi, ketika Nata sudah menemukan seseorang yang tepat, seseorang yang ingin dia perjuangkan, maka tidak mungkin untuk Nata terus di sampingku setiap saat.
Aku selalu bertanya-tanya pada diriku sendiri, apakah nanti akan rela? Apakah Sarah Syafira ini sanggup? Maka pertanyaan itu sudah terjawab, kalau aku tidak pernah rela.
Aku tidak mau kehilangan lagi dunia, cukup keluarga. Untuk Nata, aku ingin terus bersamanya sampai yang namanya maut benar-benar memisahkan.
Nata masih menemaniku, dan kini jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Melihat dia masih memakai seragam dengan kondisi yang sedikit berantakan, belum mau pulang karena ingin menemani ku disini, tujuan Nata apa? Kalau dia sudah punya pacar, prioritas nya bukan lagi aku kan?
Duduk di kursi taman rumah sakit dengan posisi saling berhadapan, aku mengobati lebam di wajah Nata. Kenapa bisa sampai seperti ini?
"Pelan-pelan." Ringis Nata, ketika kapas yang sudah di baluri alkohol menyentuh robekan di ujung bibir Nata.
"Kenapa bisa seperti ini?" Tanyaku.
Nata tersenyum, wajah kami hanya berjarak beberapa centi saja sehingga aku bisa dengan jelas melihat perubahan ekspresi wajahnya.
"Urusan laki-laki."
"Apa?" Tanyaku penasaran.
"Kamu gak usah tahu." Jawabnya, kemudian wajah kami saling menjauh karena aku sudah selesai mengobati Nata.
"Kamu tawuran?" Tanyaku lagi karena rasanya sungguh penasaran. Nata yang tidak pernah mempunyai masalah dengan orang, tapi hari ini sampai lebam-lebam, dia pasti ada sesuatu.
"Enggak. Kamu gak usah tahu."
Nata mengatakan itu dengan santai dan memang gaya bicara Nata seperti itu. Tapi kali ini aku mengartikan hal yang lain. Aku tidak perlu tahu karena aku bukan siapa-siapa nya.
Spekulasi ini membuatku sakit lagi.
Menggigit bibir, aku mengangguk pelan.
"Nata, kamu punya pacar?"
Aku memberanikan diri untuk bertanya, berharap kalau Nata akan menyangkal tapi kenyataannya Nata terdiam.
Ini jauh lebih sakit.
Ternyata diam seolah tidak tahu apa-apa lebih baik dari pada aku harus bertanya dan langsung di hadapkan dengan fakta.
"Sejak kapan?" Tanyaku lagi.
"Baru-baru ini."
Aku menarik napas untuk menetralisir sakit hati yang kian menikam. Jangan nangis, Sarah. Jangan nangis.
"Siapa orang yang berhasil ambil hati kamu?"
Aku mencoba untuk tersenyum di hadapan Nata dengan rasa bahagia yang di buat-buat.
"Aku ingin kenalan sama orang yang sudah membuat sahabatku ini jatuh cinta." Lanjut ku mencoba di paksakan riang meskipun kedengarannya pasti aneh.
Nata menghadap ke arahku, pandangannya berusaha untuk mengunci kedua bola mataku.
"Perasaan kamu bagaimana?" Tanya Nata.
Keningku mengerut bingung, kemudian memutus kontak mata dengan Nata.

KAMU SEDANG MEMBACA
Whitout You (SUDAH TERBIT DI TEORI KATA PUBLISHING)
Teen FictionBagi sebagian orang mungkin memang benar kalau sebaik-baiknya tempat pulang adalah rumah yang berisikan keluarga yang hangat. Sejauh apapun kedua kaki melangkah, pada akhirnya kita akan kembali ke rumah. Rumah yang harusnya menjadi tempat berkeluh k...