Chapter 12

4.8K 629 333
                                    

Biasanya, Deva adalah yang paling terakhir tersadar dari dunia kapuknya, jika disandingnya dengan Kalendra yang selalu bangun pagi sekali. Namun, hari ini sedikit berbeda sebab Deva kedapatan terbangun lebih dulu dari pada Kalendra.

Tubuhnya merebah di sebelah sang putra saat ini, sesudah menghabiskan lima belas menit untuk menyesap cerutunya di balkon.

Hari ini akhir pekan.

Deva memiliki sedikit waktu untuk memandangi wajah Kalendra yang tenggelam habis dengan selimut sutra besar itu.

Sudah sejak lama Deva menyadari bahwa Kalendra mendapat fitur wajah yang didominasi oleh Keisha. Pagi ini, mendadak menyadari bahwa raut yang dibuat Kalendra saat sedang tertidur, bahkan hampir sama dengan Keisha.

Hidung kecil yang mengkerut itu, benar-benar sama.

Deva tidak melupakan fakta bahwa semalam, ibu dari anaknya itu tidak berada di ranjang yang sama dengan mereka. Entah ke mana Keisha pergi setelah meninggalkan kamar mandi. Deva tidak sempat memikirkan itu sebab kepalanya sudah nyaris pecah kemarin.

Mungkin nyaris hilang ingatan atas kejadian semalam, jika tidak disadarkan dengan sisa gaun rusak yang masih tertinggal di atas ubin kamar mandi. Deva berakhir dengan menyesap nikotin sebagai kegiatan pertamanya setelah bangun tidur, alih-alih meminta secangkir kopi panas.

Lalu di sini ia sekarang, memandangi wajah Kalendra yang mulai mengerjap kecil.

Kalendra sekarang berusia dua tahun tiga bulan, dan tumbuh tanpa kehadiran Keisha selama ini. Terkadang Deva bertanya, apa peran Keisha dalam hidup mereka berdua, sampai-sampai Kalendra seolah sangat terikat dengan perempuan itu?

Deva berpaling saat tubuh Kalendra menelisik. Mengedarkan pandangan pada jam dinding yang menunjukkan angka tujuh sekarang. "Papaa..." panggilan kecil Kalendra membuat Deva kembali menoleh. Meletakkan sebelah tangan untuk mengusap surai Kalendra pelan.

Tubuh kecil Kalendra berguling-guling di atas ranjang, seolah tengah menyesuaikan dengan suasana pagi dengan meregangkan tubuh kecil itu semampunya.

Lain dengan yang Deva lakukan saat ini adalah sesekali memandang Kalendra, lalu berpaling lagi pada detik selanjutnya. Begitu terus sampai Kalendra mendekat kembali ke arahnya. "Mimpi bagus, Alen?" tanya Deva membuka suara.

Kalendra tersenyum. Rambut berantakannya yang ke mana-mana nampak menutupi sebelah mata. "Mimpi bagus, Papa..." sahut Kalendra tersenyum. "Papa, anjing baru Alen namanya Nugget juga masuk ke mimpi!" semalam ia bermimpi tentang Nugget—anjing peliharaan barunya itu, dan seorang anak kecil yang berlarian bersama dengannya.

Ada dua orang dan satu anak anjing di dalam mimpi itu. Kalendra ingat, manis sekali.

Suara Kalendra tidak lagi berbalas, hanya Deva yang tersenyum tipis sekali sebagai tanggapan. Terkesan datar, juga kaku. Baru kemudian, atensi Deva teralihkan pada Kalendra yang mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan.

Kalendra menemukan sinar matahari sudah naik tinggi dari ventilasi di seberang sana. Juga awan biru dari tirai panjang mereka yang sudah Deva buka sedikit, tadi.

"Papa, kok Alen bangunnya siang? Ini udah siang, ya, Papa?"

Di sekolah, Kalendra sudah belajar untuk mengetahui siang dan malam dengan baik.

Menaikkan kedua alisnya, Deva mengambil beberapa detik untuk mencerna pertanyaan Kalendra dalam diam. "Karena Alen kemarin tidurnya saat sudah capek. Dan waktu tidur Alen juga mimpi bagus, makanya bisa nyenyak sampe bangun siang." pada akhirnya Deva menjawab.

Kalendra terlihat berpikir sejenak. Seolah jawaban yang diberikan Deva tidak dapat memuaskan rasa penasarannya. Kalendra menggelengkan kepala. "Tapi seharusnya Alen bangun pagi, Papa. Mama sering cium Alen biar bangun pagi." dan menyadari bahwa ada sesuatu hal yang kurang hari ini.

Di Tengah Kelindan SemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang