Katanya anak tunggal anak semata wayang. Tapi, sudah berapa lama aku berjalan sendirian disini....?
Cuma bisa menatap kedua insan yang tiada habisnya bergulat kata. Sejak aku baru bisa merangkak sampai mengenyam pendidikan tinggi, aku menunggu. Dimana penyelesaian permasalahan nya? Tidak ada. Semua terbungkam dengan obrolan manis dan senyum palsu kedua insan itu. Ekspresi datar sesuai yang kurasakan bertahun tahun terpahat di wajah yang selalu dilihat orang orang yang mengenalku. Untuk apa bisa merasa jika hanya perih yang harus di ingat? Pikirku. Diam lebih baik.
Aku pikir aku beruntung, anak yang paling beruntung. Orang tua ku humoris dan setiap hari selalu ada tawa yang menggelegar dari rumah kecil kami. Obrolan yang penuh candaan bisa seketika berbalik menjadi pembunuhan karakter yang sadis. Puncaknya, sesosok pria murka akan menendang pintu dan rubuh hanya dengan satu tendangan, lalu sesosok wanita pilu melempar semua barang yang ada didekatnya. Lagi lagi aku hanya menatap. Apakah aku masih beruntung?
Hidup memang terus berlanjut. Mereka akhirnya sibuk sendiri. Aku berjuang fokus pada jalanku dan berusaha tidak membuat masalah apapun. Mengorbankan masa muda dan rasa ingin tahu, juga pergaulan yang sebetulnya ingin ku miliki. Aku membuang semuanya demi tidak merepotkan mereka. Berusaha selalu ada saat mereka bercerita menjelekkan satu sama lain didepan buah hati tercintanya. Berusaha untuk tidak menjadi pengganggu.
Kadang sulit kupahami. Apakah aku tidak pantas punya orang tua yang bahagia? Sekali lagi, apakah aku tidak pantas bahagia lahir ke dunia ini?
Akhirnya aku menyadari, aku sendirian di jalan ini. Tidak ada lagi yang menggenggam kedua tanganku seperti dulu. Bahkan, lambaian hangat tanda aku harus berani berjalan sendiri pun tak kudapati. Mereka membentuk dunia sendiri dan menikmatinya. Serasa lega telah melepas sesuatu beban yang berat, mereka merayakan dalam hidup yang tiada penyesalan. Apakah aku egois jika berharap mereka di belakang masih terus menyemangati ku untuk tetap maju?
Semakin lama jalan ini semakin gelap, lembab, dan dingin. Hujan akan turun. Tiada siapapun. Maksudku, orang yang kuharapkan. Siapa? Tidak ada.
Sudah berapa banyak yang hilang? Kedua sosok itu, kini terasa asing. Sudah waktunya mengucap perpisahan. Selamat tinggal kebahagiaan ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tunggal
Short StoryBerisi kalimat yang terombang-ambing di kehidupan. Hanya kumpulan kata yang bisa melepas segala kebahagian atau penderitaan