Three

29 6 6
                                    

Hiashi Hyuuga duduk di kursi belakang mobilnya, matanya yang tajam menatap lurus ke depan, namun pikirannya melayang-layang, terpaku pada bayangan putri bungsunya yang terus menghantui. Sudah beberapa hari terakhir ini, bayangan Hinata terus muncul dalam pikirannya, mengusik ketenangannya. Tidak bisa ia lupakan bagaimana ia mengusir putrinya, mencoretnya dari kartu keluarga setelah peristiwa tragis yang menimpa keluarganya. Apakah Hinata masih bisa dianggap sebagai putrinya setelah semua yang terjadi?

Hiashi menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir keraguan yang merayapi pikirannya. Namun, pertanyaan itu terus menggema di dalam dirinya: Apakah ia masih putriku setelah apa yang terjadi?

Pikirannya yang kalut terhenti ketika suara ketukan pintu menginterupsi. "Tuan, ini Keita," suara pria di luar pintu.

"Masuk," perintah Hiashi singkat.

Keita, kepala keamanan yang setia, masuk dan berdiri tegak di depan Hiashi. "Bagaimana?" tanya Hiashi, matanya tak menunjukkan emosi, tapi jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya.

"Kami telah menemukan lokasi Nona Hinata," lapor Keita dengan nada formal. "Apartemennya dan juga posisinya saat ini. Orang-orang kita sudah mengawasi Nona dari jarak jauh dan di sekitar apartemen miliknya."

"Lalu di mana lokasi 'dia' saat ini?" tanya Hiashi lebih lanjut, nada suaranya tetap dingin meski ada ketegangan yang mulai terlihat di raut wajahnya.

"Saat ini dalam perjalanan, menurut prediksi kami menuju Rumah Sakit Nasional Tokyo, Tuan."

Mata Hiashi menyipit. "Untuk apa ia ke rumah sakit?" pertanyaan itu terlontar, menghantui benaknya sejak ia tahu keberadaan Hinata di tempat itu.

"Kami belum mengetahuinya, Tuan," jawab Keita dengan nada penuh hormat.

Hiashi mengangguk pelan, lalu berdiri. "Siapkan mobil, aku akan menemuinya di rumah sakit."

"Baik, Tuan," Keita segera bergegas keluar untuk menjalankan perintah.

Hiashi bersiap, mengenakan jasnya dengan gerakan yang anggun dan tegas. Setiap langkah yang ia ambil menuju lobi membawa aura keangkuhan yang memancarkan kekaguman dan rasa hormat dari setiap orang yang melihatnya. Namun, dalam hatinya, ada perasaan aneh yang mengganggu, sesuatu yang tidak bisa ia pahami sepenuhnya.

Di tempat lain, Hinata duduk dengan tenang di ruang tunggu rumah sakit, menunggu giliran untuk menjalani prosedur cuci darah rutinnya. Meskipun tubuhnya tampak lelah dan pucat, ada ketenangan yang terpancar dari wajahnya yang sendu.

"Selamat pagi, Dokter," sapa Hinata ketika dokter yang menanganinya datang.

"Selamat pagi juga, Hinata," balas dokter itu dengan senyum ramah. "Silakan tunggu sebentar, ya."

Hinata mengangguk pelan, lalu mengikuti dokter ke ruang perawatan. Ia sudah terbiasa dengan rutinitas ini, tapi setiap kali melakukannya, ada perasaan kosong yang tak bisa hilang. Ini adalah bagian dari hidupnya yang baru, jauh dari kehidupan lamanya yang penuh dengan kebencian dan rasa sakit.

Sementara itu, Hiashi tiba di rumah sakit, berjalan cepat menuju ruang tunggu di mana informan-informannya mengatakan bahwa Hinata berada di dalamnya. "Di mana dia?" tanya Hiashi dengan nada dingin kepada salah satu orangnya yang berdiri di depan ruangan itu.

"Nona di dalam ruangan itu, Tuan," jawab salah satu pengawalnya.

"Berapa lama?" Hiashi melanjutkan, tanpa mengalihkan pandangannya dari pintu ruangan tersebut.

"Sekitar 20 menit yang lalu, Tuan."

"Baik," gumam Hiashi pelan, matanya penuh dengan keraguan dan kebingungan yang tidak biasa.

BROKENWhere stories live. Discover now