3. IBADAH MINGGU

96 14 26
                                    

Assalamualaikum ...
Namy balik!

Selamat membaca💐

●○●○

"Assalamu'alaikum ... Naylaa!"

Salam seorang gadis berjilbab cream dengan sopan di depan pintu rumah milik Nayla. Penampilannya ala santri. Dia Zahra, sahabat Nayla sedari kecil yang sekarang dipisahkan oleh pendidikan.

"Wa'alaikumsalam Zahraa! Bentar ya, ambil hijab dulu!!"

Setelah siap, Nayla lantas menemui Zahra yang masih menunggu di depan pintu.

"Duduk di ayunan aja yuk," ajak Nayla.

Zahra mengangguk mengiyakan ajakan dari temannya ini. Keduanya berakhir duduk di ayunan, menikmati hembusan angin malam yang menyejukkan kulit.

"Kapan balik pondok, Ra?" Tanya Nayla.

"Hm, lebaran ke 15. La, bentar lagi kamu naik kelas tiga, kan?" Zahra bertanya balik.

"Iya," jawab Nayla dibarengi anggukan.

"Udah ada rencana mau kemana setelah lulus?"

"Kuliah keknya, Ra. Soalnya aku ga mau mondok lagi. Ribet, banyak hafalan, dan ga suka Nahwu Sharof."

Ya, benar. Nayla pernah merasakan bagaimana getir dan indahnya kehidupan pondok. Walau hanya setahun setengah, tapi itu adalah momen yang paling berarti. Dimana semua rindu menjadi berharga. Ia rindu momen denda jama'ah subuh yang hampir tiap hari ia jalani. Ia rindu suasana pondok, namun tidak dengan mata pelajarannya.

"Hmm ... kalo itu keputusan kamu La, aku cuma bisa bantu dukung dan doa. Tapi, beneran La engga mau ikut aku ke Pesantren B?" Tawar Zahra diujung.

"Ra, di Pesantren A yang tiap jum'at bisa dijenguk keluarga aja aku engga sanggup, gimana di pesantren B yang jauhnya Subhanallah. Lagian kamu juga udah mau naik kelas dua."

"Kan ga papa, La."

"Hmm, tapi aku ga suka peraturan pondok. Aku mau Kuliah aja, mau ikut Tasya. Lagian kan aku tetap ngaji tiap malam di pesantren C."

Zahra hanya mengangguk. Padahal jauh di dalam lubuk hatinya, ia berharap sahabatnya ini akan mondok kembali.

○●○●

Hari ini Nayla kembali mengunjungi Cafe kemarin. Tujuannya tak lain ingin bertemu kembali dengan laki-laki bernama Dirga. Semacam tertarik namun tidak suka, begitulah yang dirasa Nayla. Ia tertarik pada sorot mata laki-laki itu. Menurut Nayla, sorot mata itu menyimpan banyak beban dan luka.

"Kak Dian, kok kak Dirga engga keliatan?" Tanya Nayla seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling. Harap-harap, ia menemukan seseorang yang dimaksud.

"Lagi ibadah dia," jawab Dian sementara tangannya sibuk membuat kopi pesanan pelanggan.

"Ibadah apa?" Tanya Nayla lagi.

"Ibadah mingguan untuk umat Kristen di Gereja."

"Loh ... kak Dirga kristen?" Lagi, gadis berhijab segitiga syar'i itu kembali bertanya.

KAMU DAN DOATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang