Sudah 3 hari semenjak hilangnya wanita muda bernama Lisa, ia dikenal ceria dan penuh semangat. Terakhir kali, Lisa terekam di CCTV mampir di sebuah minimarket di tepi kota.
Raya, seorang detektif yang diminta oleh pihak kepolisian untuk menyelesaikan kasus ini. Ia juga teman kecil Lisa, akan tetapi, sudah lama tak berkomunikasi sejak ia disibukkan dengan pekerjaannya sebagai detektif. Saat ini Raya tengah mewawancarai Ibu Lisa.
“Apakah Lisa memiliki masalah yang tidak kami ketahui?” tanya Raya kepada Ibu Lisa, wanita paruh baya dengan mata penuh kecemasan.
Ibu Lisa menggelengkan kepala, meyakinkan “Tidak, dia tidak pernah mengatakan apa-apa. Dia selalu ceria, selalu punya banyak teman.”
“Apakah Lisa pernah tidak pulang ke rumah?” Raya bertanya lagi.
“Tidak, dia pasti pulang ke rumah sebelum malam tiba. Tapi kali ini berbeda dia tak kembali, bahkan tidak menelpon sekalipun.” Jawab wanita paruh baya itu sambil menahan tangisnya.
Setelah menggali lebih dalam, mewawancarai beberapa saksi dan teman-teman Lisa, Raya menemukan bahwa Lisa mempunyai kehidupan ganda. Dia sering mengunjungi sebuah tempat di tepi hutan bernama “Villa Merah”. Raya memutuskan untuk menyelidiki Villa Merah itu sendirian, ia sudah terbiasa menyelidiki kasus sendirian, walaupun tak jarang mengancam nyawanya.
Setibanya di Villa, Raya takjub dengan pemandangan di sekeliling Villa itu, hamparan bunga sejauh mata memandang, pegunungan dan hutan menambah kesan tempat itu masih sangat asri. Berbeda dengan pemandangan di sekitarnya Villa itu tampak tak terawat, sebagian besar bangunan Villa itu ditutupi rumput yang menjalar.
Raya berjalan mendekati Villa itu entah kenapa jantungnya berdegup kencang. Ia mendorong pintu yang terbuat dari besi, cukup berat tapi tak sulit untuk dibuka oleh Raya kemudian masuk kedalam, karena berat pintu itu tertutup sendiri setelah raya tak menahannya lagi. Didalam gelap hanya ada sedikit cahaya samar-samar dari luar, Raya berjalan menyusuri lorong sambil memperhatikan sekitar, di dinding terdapat banyak sekali foto-foto wanita yang hilang beberapa bulan belakangan. Terlalu fokus dengan foto-foto itu sampai Raya tak sadar seseorang mengenakan jubah dan penutup kepala serba hitam sudah berdiri tak jauh darinya. “Selamat datang, Raya,” ucapnya, suaranya tenang namun penuh ancaman. “Aku sudah menunggumu.” Suara itu, Lisa? sejak kapan dia berdiri di situ.
Raya terkejut, ia mengarahkan pandangannya ke arah Lisa. “Lisa, apa yang kamu lakukan di sini? Semua orang mencarimu, apa maksud dari foto-foto ini?”
Lisa tertawa pelan, suaranya menggema di dinding Villa. “Kau tidak mengerti, Raya. Ini adalah kesempatan untukku. Semua wanita itu, mereka adalah bagian dari rencanaku. Dan kau, kau sudah terlalu jauh. Aku tidak akan membiarkanmu pergi.”
“Re-re-rencana apa yang kau maksud? Kau bukan Lisa yang ku kenal dulu.” ucap Raya sedikit gugup.
Lisa tersenyum menyeringai bak psikopat yang siap memangsa korbannya, dia berjalan mendekati Raya yang tanpa disadari oleh Raya, Lisa sudah berada di sampingnya entah kenapa tubuh Raya jadi kaku tak bisa digerakan, Lisa berbisik “Kamu tak cukup mengenalku, biar kuberitahu.” Lisa membekap mulut dan hidung Raya menggunakan kain, Raya berusaha untuk melawan tapi tak bisa wangi dari kain itu terlalu menenangkan Raya tak mendengar apa-apa lagi setelah itu semuanya gelap. Sial.
~~~~
Di sini Raya berada sekarang di ruang bawah tanah Villa Merah, Villa itu ternyata adalah markas perdagangan organ tubuh manusia dan Lisa adalah bosnya.
Raya membuka matanya, kepalanya sedikit sakit. Ia didudukan di kursi dengan kaki dan tangan terikat pada kursi itu. Matanya menangkap satu-satunya sumber cahaya dalam ruangan itu sebuah lemari terbuat dari kaca sehingga orang dapat melihat dengan jelas isi didalamnya terdapat banyak sekali organ manusia, jantung, hati, paru-paru, bahkan otak sekalipun. Bulu kuduknya merinding.
Raya berusaha menggerakan tangannya yang terikat, meraih pisau lipat yang selalu ia letakkan di saku bagian belakang jika sewaktu-waktu dibutuhkan, tapi nihil pisau itu tak ada di sana, handphonenya juga tak ada. Aarrgghh, Raya menggerutu.
Tuk. tuk. tuk. suara sepatu menuruni anak tangga.
“Sudah bangun Nona Detektif?” Itu suara Lisa, dia berjalan sampai tetap di depan Raya.
“Lama sekali kau bangun, kau membuang-buang waktuku, kau ini dari dulu selalu merepotkanku, Raya.”
“Kenapa kau jadi seperti ini Lisa? Kau tak kasihan pada Ibumu, dia begitu mengkhawatirkanmu.” ucap Raya.
Lisa terkekeh, “Wanita tua itu menyayangiku? TIDAK, dia hanya menginginkan Uangku saja”
“Tapi, kau punya banyak te-”
“Tidak ada yang betul-betul tulus berteman denganku.”
“Kenapa kau tidak cerita semuanya kepadaku?”
“Kau! kau!” sembari menunjuk wajah Raya menggunakan tongkat yang dari tadi sudah berada ditangannya, Raya lagi-lagi tak menyadari itu. “Kau mengacaukan segalanya, aku beberapa kali hampir tertangkap karena kau membantu para polisi sialan itu!” Amarah jelas terpancar dari Lisa. Raya meneguk salivanya, keringat dingin bercucuran, ia tak berani menatap Lisa, apakah ini hari terakhirnya di dunia?.
Lisa berbalik ke belakang mengambil sesuatu disana, sebuah gelas berisi minuman entah apa, kemudian kembali pada Raya. Kali ini Lisa tersenyum “Beruntungnya kau aku tak menginginkan organ tubuhmu, aku hanya ingin kau pergi dari dunia ini agar tak ada yang mengganggu pekerjaanku lagi.”
Lisa menyodorkan gelas berisi minuman itu ke mulut Raya “Minumlah ini anggap saja salam perpisahan.” Raya pasrah meneguk air itu, rasanya tawar. Setelah Raya menghambiskan air dalam gelas, Lisa melempar gelas itu asal, setelahnya dia menutup mulut Raya dengan lakban.
Lisa berdiri di depan Raya seakan menantikan sebuah pertunjukkan spektakuler.
Tak berapa lama kemudian Raya merasakan tubuhnya panas, seperti dibakar hidup-hidup. Raya berteriak tapi suaranya teredam lakban yang menutupi mulutnya. Sakit sekali rasanya, Tuhan cabut saja nyawaku sekarang jangan siksa aku seperti ini. Bayangan orang-orang terkasih seperti kilas balik dalam ingatannya, air mata Raya sudah mengalir deras. Rasa sakit ini menguasainya, Raya menguncang-guncangkan tubuhnya hingga ia jatuh ke lantai bersama dengan kursi yang ia duduki, pipinya menempel di lantai, pandangannya kosong meratapi sisa-sisa hidupnya di bumi. Setelah merasakan penyiksaan yang begitu menyakitkan Raya tak merasakan apa-apa lagi, semuanya gelap, rasanya tenang.
Lisa tertawa puas melihat Raya tersiksa.
~~~~
Setelah kejadian itu, polisi tak menemukan jejak apapun tentang kematian Raya, tak ada mayat ataupun jejak pelaku. Villa Merah itu sudah terbakar tak ada yang tersisa bahkan ruang bawah tanah itu sekalipun. Polisi menganggap bahwa kejadian ini hanya sama seperti korban-korban sebelumnya.
Sementara Lisa, ia berdalih bahwa dirinya diculik, ia tak mengenali wajah si penculik itu karena mereka memakai topeng, kemudian dia berhasil kabur dari penculik itu dan bersembunyi di dalam hutan sampai polisi menemukannya dan alasan kenapa dia sering mengunjungi Villa Merah adalah karena ia senang menikmati keindahan bunga-bunga di sana. Lisa hidup berlagak baik di depan semua orang seperti sebelumnya, tak ada yang tau sifat aslinya. Dia terus menjalankan aksinya.
Siapa sangka dibalik keindahan di Villa itu, terdapat kejahatan yang begitu keji.
Tamat
Terima Kasih yang sudah membaca cerita ini, maaf apabila ada salah penulisan.🙏🏻🩷
Mohon kriti dan sarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Terakhir
Mystery / ThrillerDi sebuah kota kecil yang sepi, seorang detektif bernama Raya menerima laporan tentang hilangnya seorang wanita muda, Lisa, yang dikenal sebagai sosok ceria dan penuh semangat. Seiring Raya menyelidiki kasus ini, ia menemukan bahwa Lisa memiliki keh...