Suara ayam jantan yang berada diseputaran rumah Pradipta berkokok saling bersahutan. Beberapa saat lagi mentari akan menampakkan dirinya. Menyapa setiap insan untuk kembali memulai hari dengan semangat baru. Namun, meski suara ayam jantan yang begitu berisik tetap tak mampu membangunkan Pradipta dari tidur pulasnya. Ia masih setia meringkuk dibawah selimut tebal, seolah tak ingin beranjak dari mimpi indahnya. Entah apa yang muncul dalam mimpinya, hingga sesekali Pradipta terlihat tersenyum meski matanya masih terpejam sempurna.
Trisna yang sudah terlebih dahulu terjaga merapikan sebentar rambutnya yang tergerai indah. Tanpa melihat Pradipta yang terbaring tenang disisinya, ia beranjak menuju ruang pakaian untuk menyiapkan pakaian kerja suaminya. Dirasa cukup, Trisna menuju kamar mandi untuk mencuci wajah dan menggosok gigi sebelum membangunkan suaminya yang masih terlelap.
Tidak biasanya Pradipta tertidur hingga menjelang pagi, biasanya pada pukul empat subuh ia sudah terjaga dari tidurnya, kemudian bersiap-siap memulai rutinitas paginya dengan berenang maupun berolahraga ringan. Sepertinya ia merasa begitu lelah dan tidak memiliki tenaga untuk menjalani rutinitas setelah semalaman bersama dengan sang istri.
Trisna yang sudah selesai membersihkan dirinya menghampiri Pradipta, ia duduk dipinggir ranjang mendekat kearah suaminya. "Mas, sudah pukul enam pagi, apa kamu tidak bangun? Kamu harus bekerja." Sesekali ia bahkan menggoyangkan tubuh Pradipta yang tetap tidak bergeming sedikitpun.
Pradipta yang lama kelamaan merasa terusik dengan tindakan Trisna, meracau tak karuan. "Sepuluh menit lagi sayang, mas lelah dan masih sangat mengantuk. Just ten minutes, please." Pradipta menggeser tubuhnya menjauh dari Trisna karena tak ingin diusik lagi.
Trisna hanya tersenyum melihat tingkah Pradipta yang jauh berbeda dari biasanya. "Ya sudah, saya tinggal kebawah dulu, sepuluh menit lagi kamu harus sudah bangun mas, kamu harus bekerja."
Pradipta tak menjawab. Membuat Trisna menghela napasnya pelan. Pradipta yang setiap pagi selalu bersemangat dan gembira, kini terlihat lebih gembira menetap di alam mimpinya itu.
Saat ingin beranjak bangun dari sisi suaminya, tangan Trisna ditahan secara halus oleh Pradipta. Bahkan Pradipta masih sempat meletakkan tangan ibu dari anaknya itu diatas dada bidang miliknya. Matanya yang masih terpejam menandakan ia belum sadar sepenuhnya. Namun yang membuat Trisna terkejut bukanlah karena tangannya ditahan, dan dielus secara perlahan, melainkan ucapan yang keluar dari Pradipta yang masih terbaring dibawah selimut. "Mau jadi Ibu Negara tidak?"
"Mas, bangun dulu. Jangan bicara yang aneh-aneh." Trisna merasa bahwa apapun yang diucapkan Pradipta tidaklah serius. Lantaran Pradipta yang dinilainya masih setengah sadar. Jangankan serius, matanya saja belum terbuka sempurna. Pradipta yang mendapat jawaban itu semakin merapatkan pelukannya pada lengan sang istri yang berhasil ia tahan. Bahkan ia mendekatkan kepalanya pada pangkuan Trisna. "Mas, jangan mempermainkan saya, bangun. Sudah pagi. Nanti kamu dimarahi Indra kalau terlambat. Bukankah kamu sudah ada janji hari ini."
Pradipta membuka matanya. Ia sedikit terkesiap mendengar Trisnanya begitu bawel. Pradipta yang tak tahan dengan omelan itu, menarik Trisna hingga terbaring kembali disampingnya, matanya yang sudah mulai terbuka menyipit pelan. "Saya bertanya serius sayang. Saya bermimpi kamu berdiri disamping saya waktu pengucapan sumpah. Saya bermimpi kamu berjalan beriringan dengan saya. Kamu mengenggam tangan saya sewaktu kita memasuki ruang rapat paripurna. Apa kamu bersedia menjadi ibu negri ini?"
Trisna yang masih berada dalam dekapan Pradipta mendongakkan kepalanya agar bisa melihat dengan jelas wajah suaminya. Ia tak menjawab dengan pasti pertanyaan Pradipta. "Menjadi ibu dari anak kamu saja sudah cukup mas."
"Sekarang rakyat Indonesia juga anak saya." Pradipta memamerkan senyumnya, entah bagaimana dengan muka bantal ia masih saja mampu menggoda istrinya.
"Mas..." Trisna sedikit tersipu. Bahkan meski baru bangun tidurpun Pradipta mampu membuatnya tak bisa berkata-kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
SETELAH KEMBALI
RomansSeason kedua Jejak Perjalanan Menuju Rumah Karya ini adalah cerita fiksi yang dibuat secara virtual.