Judul: Iri Tanpa Alasan
Jungkook duduk di ruang tunggu dengan wajah masam, kedua tangan diletakkan di pangkuan sambil mengetuk-ngetuk jari dengan gelisah. Taehyung sedang di dalam ruang periksa bersama dokter kandungannya, dr. Minho, pria berusia awal 30-an dengan senyum menawan dan sikap ramah yang membuat Jungkook merasa... tidak nyaman.
Setiap kali mereka datang untuk kontrol, Jungkook merasakan sesuatu yang tidak enak di hatinya. Ia tahu betul bahwa dokter itu hanya menjalankan tugasnya, tapi tetap saja... cara Minho memperlakukan Taehyung terasa terlalu perhatian bagi Jungkook.
"Lagi-Lagi Minho"
Taehyung keluar dari ruang periksa dengan wajah ceria, menggandeng tangan Jungkook sambil tersenyum. “Kookie, katanya bayinya sehat banget. Aku juga disuruh jaga pola makan biar gak terlalu capek.”Jungkook hanya mengangguk singkat, wajahnya masih keruh. “Dokter itu lama banget, ya. Apa aja yang dia omongin?”
Taehyung memiringkan kepalanya, sedikit heran. “Kita cuma ngobrol biasa, kok. Dia juga kasih beberapa tips biar aku gak kram lagi.”
Jungkook mendengus pelan. “Ngobrol doang, tapi sampai hampir setengah jam?”
Taehyung menghela napas, menyadari arah percakapan ini. Ini bukan pertama kalinya Jungkook menunjukkan tanda-tanda cemburu pada dokter kandungannya.
“Kookie... dia cuma dokter. Kamu cemburu lagi?”
Jungkook berpaling dengan ekspresi tak puas. “Aku gak cemburu. Cuma aneh aja. Kayaknya dia perhatian banget sama kamu.”
Pertengkaran Kecil di Mobil
Dalam perjalanan pulang, suasana di antara mereka terasa tegang. Taehyung mencoba mencairkan suasana dengan memutar musik lembut, tapi Jungkook tetap diam sambil fokus pada jalan di depannya.“Aku tahu dokter Minho itu ramah,” ujar Taehyung akhirnya, memecah keheningan. “Tapi dia cuma dokter, Kookie. Kamu harus percaya sama aku.”
Jungkook mengetatkan cengkeramannya pada setir. “Aku percaya sama kamu. Aku gak percaya sama dia.”
Taehyung menahan senyum kecil. “Kamu gak usah cemburu sama orang yang gak penting. Aku di sini, sama kamu. Dan kita bakal punya anak, Kookie. Bukannya itu yang paling penting?”
Tapi bagi Jungkook, cemburu adalah perasaan yang sulit ditepis. Ia merasa tersaingi oleh perhatian orang lain, bahkan ketika Taehyung jelas-jelas menunjukkan cintanya hanya untuknya.
Malam itu, Taehyung tertidur lebih cepat karena tubuhnya lelah. Jungkook duduk di sebelahnya, memperhatikan perut Taehyung yang sudah membesar. Ada rasa haru setiap kali ia melihat keajaiban kecil itu, tapi ada juga rasa takut yang tak terucapkan—takut kehilangan tempatnya di hati Taehyung.
Ia menyentuh perut Taehyung pelan, seolah berbicara dengan bayinya. “Maaf ya, Nak. Ayahmu ini terlalu bodoh buat ngertiin perasaan Mamamu.”
Taehyung menggeliat kecil, tapi tetap terlelap. Jungkook menunduk dan menempelkan keningnya ke perut Taehyung. “Aku cuma takut gak cukup buat kalian.”
Hari kontrol selanjutnya, Jungkook sudah memantapkan hatinya untuk bersikap lebih tenang. Namun, begitu ia melihat dr. Minho menyapa Taehyung dengan senyum hangat, rasa cemburu itu kembali menyelinap tanpa permisi.
Saat giliran Taehyung masuk ke ruang periksa, Jungkook ikut serta, duduk di kursi di sudut ruangan sambil memandang dokter itu dengan tajam. Ia ingin memastikan tak ada satu pun interaksi yang terasa 'berlebihan' menurutnya.
Dr. Minho memperhatikan Jungkook sebentar lalu tersenyum ramah. “Senang akhirnya bertemu lagi dengan suami Taehyung.”
Jungkook hanya mengangguk dingin. "Jangan terlalu ramah, dok," batinnya.
Minho menjalankan tugasnya dengan profesional, memeriksa perut Taehyung sambil sesekali bertanya soal kondisinya. Jungkook memperhatikan setiap gerakan, dan setiap senyum yang Minho berikan kepada Taehyung terasa seperti duri di hatinya.
“Aku akan ambil alat USG sebentar,” ujar Minho sambil berlalu dari ruangan.
Begitu Minho keluar, Jungkook mendekati Taehyung dengan wajah serius. “Kayaknya dokter itu terlalu nyaman deh, sama kamu.”
Taehyung menatap Jungkook dengan kesal, tapi tetap berusaha sabar. “Kookie, aku gak bisa pilih dokter kandungan semata karena kecemburuanmu. Ini soal kesehatan kita berdua.”
Ketika Minho kembali, suasana di ruangan itu sedikit berubah. Jungkook tidak lagi menyembunyikan rasa tidak nyamannya. Ia berdiri dan menatap Minho dengan serius.
“Saya cuma mau bilang, saya selalu ada buat Taehyung. Kalau ada masalah, saya yang akan urus. Dokter gak perlu terlalu repot.”
Minho hanya tersenyum kecil, seolah memahami situasinya. “Saya mengerti. Saya cuma ingin memastikan Taehyung dan bayinya sehat. Itu saja.”
Taehyung menahan tawa kecil. “Lihat? Gak ada yang perlu dicemburuin, Kookie.”
Jungkook masih menatap Minho sejenak, lalu menghela napas panjang. Ia tahu rasa cemburunya tidak masuk akal, tapi ia juga sadar betapa besar rasa cintanya pada Taehyung.
Di Rumah: Akhir yang Menenangkan
Malam itu, mereka duduk berdua di ruang tamu. Jungkook menyesap teh hangat sambil memandang Taehyung yang sedang mengelus perutnya dengan lembut.“Kookie...” panggil Taehyung pelan.
Jungkook menoleh dan mengangkat alis. “Hmm?”
“Aku tahu kamu cemburu. Tapi kamu gak perlu khawatir. Aku gak butuh siapa-siapa selain kamu.”
Jungkook tersenyum tipis, lalu duduk di sebelah Taehyung. Ia menyandarkan kepalanya di bahu istrinya, merasa tenang untuk pertama kalinya setelah sekian lama. “Aku cuma takut kehilangan kamu, Taehyung. Aku gak tahu apa jadinya aku tanpa kalian.”
Taehyung mengusap kepala Jungkook dengan lembut. “Kamu gak akan kehilangan aku. Kamu rumahku, Kookie.”
Jungkook menarik Taehyung ke dalam pelukannya, menghirup aroma familiar yang selalu membuatnya merasa aman. “Aku janji gak akan cemburu lagi. Mulai sekarang, aku akan jadi ayah yang lebih baik buat kalian.”
Taehyung tersenyum dalam pelukan suaminya. “Itu yang aku butuh dengar.”
.
"Aku sangat berterima kasih karena kalian sudah meluangkan waktu untuk membaca. Jika kalian menikmati ceritanya, vote dan komentar kalian akan sangat membantu. Sampai jumpa di kisah berikutnya!"
.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shot, Kookv! [ angst ]
Fanfic"Kadang, cinta terasa seperti badai-membuat kita ingin lari dan bersembunyi. Tapi di setiap badai, ada satu tempat yang selalu jadi tujuan: rumah yang kita sebut dengan nama satu sama lain."