Singkat cerita, malam hari pun tiba dan Vely juga sudah mendapat panggilan telepon dari Arga, ia pun segera mengambil earphone dan memasangkannya ditelinga.
Saat mengangkat telepon itu, Vely bisa mendengar betul suara angin yang terdengar kencang diseberang sana. Sangat bisa mengetahui kalau dia pasti mengendarai motor. "Arga, jangan main HP sambil naik motor, bahaya" ucapnya tetapi tidak ada satu tanggapan pun dari Arga.
"Vely, tadi aku bertemu ayah" ucapan Arga itu langsung membuat jantung Vely berdetak kencang, dan yang ada hanya rasa khawatir kepada temannya itu.
Vely dan Arga sudah berteman sejak ia berada di kelas dua SMP. Jadi, sudah pasti mereka sudah saling mengenal. Arga pernah bilang pada Vely, kalau dia sangat takut bertemu ayahnya. Bukan karena ayahnya menakutkan, tetapi karena dia takut kalau pada akhirnya dia akan berharap banyak kepada ayahnya.
Kata Arga, orang tuanya berpisah sejak dia masih dalam kandungan, dan selama ini, Arga hanya dirawat oleh ibu dan pamannya. Tetapi, sudah sekitar empat tahun yang lalu, pamannya Arga di pindah tugas kan ke Papua. Oh iya, jadi, Arga itu tinggal di Banjarmasin.
"Aku jahat, Vely, Aku jahat karena sangat ingin dipeluk ayah" kata Arga lagi.
Sejujurnya, Vely sama sekali tidak mengerti bagaimana perasaan Arga saat ini, karena orang tuanya masih lengkap. Manusia mungkin memang begitu, mereka baru bisa memahami sesuatu, ketika mereka pernah mengalaminya. Tetapi, yang Vely beritahukan hanya rasa sakit yang dirasakan Arga. Karena terdengar jelas dari balik telepon. Suara seperti orang yang menyembunyikan luka.
Vely memang bukan orang yang pintar menghibur seseorang, tetapi Vely bisa menjadi pendengar yang baik. Sangat yakin, dengan ia mendengarkan keluh kesah Arga, itu bisa mengurangi sedikit, sangat sedikit rasa sakit yang dirasakan oleh Arga. Mengapa dia bisa seyakin itu? Karena Vely pernah mengalaminya. Tidak perlu menghiburku, dan cukup mendengarkan saja aku, Itu pikir Vely.
"Ya, jika aku pergi bersama ayahku, aku akan sangat merasa bersalah kepada ibu. Ibu juga pasti akan kesepian kan?" ucap Arga lagi.
"Kamu itu manusia, Arga, kamu punya ego. Kamu bisa pergi bersama ayahmu, tetapi kamu harus kembali kepada ibumu" jawabku langsung.
Selama dua puluh dua tahun Arga hidup, dia terus merindukan sosok ayahnya. Sosok ayah yang bahkan hampir tidak pernah ia temui. Tapi yah, Arga tetaplah seorang anak. Dan sangat wajar jika seorang anak merindukan ayahnya.
Sampai tiba-tiba, ayah Arga mendatangi Arga ke rumah. Ibunya memang tidak melarang Arga untuk bertemu dengan ayahnya. Tetapi Arga hanya takut. Takut untuk meninggalkan ibunya yang selama ini merawat dan membesarkannya. Ibu yang menjadi sosok ayah dan teman untuknya.
Semenjak ayahnya datang ke rumahnya waktu itu, Vely tak lagi mendengar kabar dari Arga selama empat hari. Dia benar-benar seperti menghilang bagaikan ditelan bumi. Dan itu juga pertama kalinya Vely dan Arga berhenti saling menghubungi.
