64. Lepas kendali 2

170 31 51
                                    

"Solar, gue mau ngajakin lo makan di kantin bareng," kata Taufan, dia menarik tangan Solar.

Solar yang masih dikendalikan kepribadian gandanya itu berjalan dengan malas. Tangan kirinya masih ditarik Taufan, sedangkan tangan kanan Solar yang diperban karena luka diinjak oleh Raka masih terasa berdenyut nyeri.

"Gue Sirius, Solar lagi gak ada dalam kesadaran gue," ucap Solar pada akhirnya.

Taufan terdiam, dia hanya tersenyum karena sudah tahu. Solar biasanya kalau melihat Taufan akan langsung ketus, dan kabur kemanapun meskipun akhirnya Taufan menempelinya sepanjang hari.

"Gue Sirius," ulang Solar lagi karena Taufan tak berhenti memegangi lengan kirinya.

"Lo kenapa nyeret gue? Gue bukan Solar yang lo kejar selama ini," kata Solar, pemuda itu mengernyit heran ketika pemuda yang lebih tua setahun darinya masih mengajaknya ke kantin.

"Lo sama Solar sama aja. Kalian sama-sama satu orang, ada dalam raga yang sama. Kenapa gue harus pilih-pilih?" Taufan membalas seperti itu ketika sampai di depan kantin.

Taufan mengalihkan pandangannya ke kantin ketika Solar terdiam kaku di depan pintu kantin dengan mata yang fokus menatap ke depan.

Mata Taufan terbelalak ketika melihat Raka memukul pipi kiri Blaze. Padahal bekas jahitan luka sayatan yang dalam pada pipi Blaze masih belum sepenuhnya pulih.

"Blaze!" Ice berteriak panik, dia memeluk Blaze yang mencengkram erat lengan Ice.

"Sakit," gumam Blaze, dia menyembunyikan wajahnya pada pundak adik kembarnya.

Suasana kantin riuh seketika, banyak yang berteriak dan ada juga yang mengambil video pertengkaran mereka.

Di sana juga ada Gempa yang terkejut, rambutnya Gempa mie bakso dan basah kuyup. Di sana ada Halilintar yang saling pukul dengan Raka.

"Lo kenapa mukul Blaze, hah!" teriakan Halilintar yang tak terima adik pertamanya dipukul.

Halilintar melirik Gempa, teman dari adiknya juga kena siraman kuah bakso tadi. "Kalau Taufan tau Gempa dirundung, lo pasti bakal mampus," katanya sambil membawa-bawa nama Taufan, kembarannya Gempa.

"Gue gak takut sama Taufan, dia cuma mantan perundung yang udah tobat. Gak level sama gue, bahkan adek lo itu yang dulunya perundung juga payah banget," ucap Raka sambil menunjuk Blaze yang masih memegang erat lengan Ice.

"Brengsek!" umpatan itu meluncur dari Halilintar, jangan salahkan Halilintar kalau dia murid teladan yang berprestasi akan berkelahi hari ini.

Ice tersentak ketika merasakan seragamnya bagian pundak basah. Ice menarik wajah Blaze agar menjauh dari pundaknya.

Pupil mata Ice bergetar melihat rembesan darah dari perban yang menutup jahitan pada pipi Blaze. Ice melihat Blaze menggigit bibirnya untuk menahan ringisan sakit.

"Blaze, jahitannya kebuka lagi," kata Ice dengan panik, dia melirik seragamnya sendiri yang sudah basah karena darah milik Blaze.

"Ice, hentiin Bang Hali. Kita gak boleh biarin Bang Hali berantem," kata Blaze, suaranya sedikit bergetar.

Sial, rasa perih pada pipinya membuat Blaze ingin menangis saja rasanya. Bahkan saat ini Gempa masih terdiam mematung karena terkejut kepalanya tadi disiram kuah bakso.

Syukurlah, kuah bakso yang disiramkan pada Gempa sudah dingin. Jika tidak, bisa dipastikan Gempa akan merasakan sensasi terbakar yang menyakitkan. Namun, rasa dingin yang menusuk kulit kepala Gempa justru membuatnya semakin sadar akan betapa kacaunya hari ini.

Ice berdiri mematung di antara kerumunan. Pandangannya terbagi antara Blaze yang tengah menahan sakit, Gempa yang kepalanya tadi disiram kuah bakso, dan Halilintar yang masih berkelahi dengan Raka yang merundung Gempa dan memukul Blaze.

Behind the Mask of a Bully (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang