7%

0 1 0
                                    

7%

"Kamu harus makan yang banyak, supaya nanti semangat ikut olimpiadenya."

Hanum menambah tiga potong nugget ke piring Kaluna. "Harus habis, ya."

Kaluna tersenyum mendapat perhatian seperti itu. "Terimakasih, Ma."

"Nanti Papa sama mama yang antar Luna, jadi Luna nggak perlu ikut rombongan sekolah, kami tungguin juga sampai selesai," ucap Aziz.

"Iya, Pa. Kata guru pembimbing Luna, boleh berangkat sendiri, nggak harus ikut rombongan."

Aezar mengaduk makanan di piringnya tanpa minat, daritadi dia terus memperhatikan interaksi antara kedua orang tua serta adiknya. Mereka bahkan mengabaikan Aezar yang berada di meja yang sama dengan mereka.

"Luna mau tambah? Biar Mama ambilkan," tawar Hanum.

"Enggak, Ma. Luna udah kenyang," tolak Luna halus.

Aezar mengambil gelas yang berisi air mineral lalu meminumnya hingga habis. "Aku berangkat dulu," ucap Aezar seraya berdiri.

"Tapi makanan Aezar belum habis, Nak, habiskan dulu," ucap Hanum.

"Aku udah kenyang, Ma."

Aezar sudah kenyang melihat keharmonisan mereka.

***

Aezar. Nama lengkapnya Aezar Bayanaka. Peringkat empat paralel sejak kelas sepuluh. Meskipun mendapat peringkat empat, perjuangan yang dilakukan Aezar untuk mendapatkannya tidaklah ringan.

Usahanya tidak pernah bisa menggeserkan tiga besar di sekolah sehingga Aezar terpaksa merasa puas dengan apa yang didapatkannya.

***

Saat berada di rumah, Aezar merasa begitu kenyang sampai merasa eneg melihat makanan, tetapi sesampainya dia ke sekolah, justru muncul rasa lapar yang membuat cowok itu memutuskan untuk pergi ke kantin terlebih dahulu sebelum ke kelas. Lagian, jam masuk pelajaran pertama masih cukup lama.

"Pagi-pagi udah ke kantin aja lo."

Aezar menoleh sebentar ke arah orang yang bicara lalu kembali sibuk dengan handphone-nya, menunggu soto pesanannya diantar.

"Setau gue, tante Hanum masak setiap hari supaya anak-anaknya bisa makan makanan buatan rumah, kenapa lo malah makan di kantin?"

Aezar membanting handphone-nya ke atas meja, benar-benar merasa terganggu dengan kehadiran orang itu.

"Apa urusan lo? Jangan sibuk ngurusin urusan gue, kayak nggak punya urusan sendiri aja."

"Santai dong, gue nanya baik-baik, nggak usah dibalas pakai emosi juga."

Aezar berdecak. "Mendingan lo pergi, nggak usah munculin muka lo itu di depan gue."

Lawan bicaranya terdiam sebentar kemudian keluar dari kantin.

***

"Kapan sih gue bisa jadi yang pertama," gumam Meera.

Tangannya gemetar ketika melihat pengumuman lomba yang diikutinya dua minggu lalu, lomba menulis cerpen yang bahkan Meera lupa siapa yang mengadakannya karena banyaknya lomba yang dia ikuti.

Pada pengumuman itu, nama Meera tidak termasuk di dalam tiga besar, melainkan di urutan keempat membuat dadanya terasa sesak dan tangannya gemetar. Peringkat empat, bukan hal yang diinginkannya, setidaknya peringkat ketiga bisa ia dapatkan agar poinnya di sekolah ini bertambah.

LOADINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang