Jihan masih asik berkutat di dapur dengan Keenan yang membantunya di sana. Ada juga Dery yang ikut membantu (tumben). Entah setan dari mana yang merasuki putranya yang satu ini. Biasanya, untuk meminta Dery berada di dapur saja sudah sulit. Sambil bernyanyi dan juga sesekali berceloteh menggoda Jihan dan Keenan yang curi-curi berbuat mesra di dekatnya Dery tampak menikmati kegiatannya.
Putra Keenan dan Jihan yang gagal bungsu ini sangat menikmati harinya.
Lama mereka menghabiskan waktu di dapur. Memasak makanan kesukaan para anggota keluarga yang memang sudah direquest sebelumnya. Hari semakin sore, satu-persatu putra Keenan pulang. Mulai dari si sulung hinggak si kembar tiga.
Tak lupa sebelum bebersih ke kamar mereka masing-masing, putra-putra Keenan menyempatkan diri untuk mencium kedua orang tua mereka dan juga dengan isengnya ikut mencium pipi Dery yang langsung bergidik ngeri dibuatnya. Tangan Keenan yang tadinya memotong buah terhenti kala mengingat sesuatu. Anak-anaknya sudah sampai rumah kecuali si bungsu.
Ah Keenan baru ingat kalau si bungsu belum juga pulang. Lalu dengan cepat Keenan mencuci tangannya dan mengambil handphonenya cepat. Dengan perlahan dan terkesan santai, Keenan bergerak menekan nomor sang putra bungsu. Menunggu panggilannya dijawab oleh sang anak di seberang sana.
Namun hingga beberapa kali menelpon, hanya ada jawaban dari operator seluler. Keenan mengerutkan dahinya. Bingung. Ini memang bukan keli pertama si bungsu tak dapat di telpon, hanya saja ini kali pertama Jevian pulang terlambat tanpa memberitahu dirinya ataupun sang istri.
"Ada yang tahu Adek kemana nggak ya? Ayah telpon kok nggak diangkat." tanya Keenan lembut mencoba tak merusak momen.
"Oh iya main katanya, Yah, tadi bilang Abang." Jaffar yang masih asik mengunyah buah yang telah dipotong Keenan menyahut. Pagi tadi, sebelum pergi ke sekolah, Jevian sempat pamit padanya. Katanya sih ingin bermain. Tanpa banyak tanya, Jaffar mengiyakan ucapan sang adik. Biasanya juga pamit pada ayah atau ibunya, tapi kenapa kali ini padanya? Begitu Jaffar sempat berpikir, namun dirinya tak mempersoalkan sebab mungkin kali ini Jevian mempercayakan dirinya.
Kening Keenan berkerut bingung, tumben pikirnya. Padahal bungsunya ini tak pernah sekalipun tak berpamitan padanya. Bahkan jika itu bermain di rumah Jovan sekalipun. "Kok nggak ngomong sama Ayah ya, Bang?" tanyanya pada Jaffar.
Jaffar juga ikut mengerutkan keningnya bingung, iya juga pikirnya. Secara bocah kematian alias adiknya itu selalu mengingat ayah ataupun bundanya. "Main sama Jojo paling, Yah. Coba Abang telpon dulu."
Tangan kiri Jaffar merogoh kantung celananya, sedang tangan kanannya masih asik memegang satu potong semangka yang harusnya menjadi hidangan pencuci mulut.
"Halo, Jo?"
"Haaa kenapa, Bang? Tumben."
"Apa maksudnya tumben tumben? Jevian sama kamu nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
meilleurs amis
Teen Fiction(Jaemin ft 00l Dream) Kisah pertemanan empat orang anak remaja yang masih mencari jati diri. Sebut saja Kwartet Teretet. BUKAN BxB