Bab 23.

275 69 5
                                    

Mobil biru berhenti tepat disamping sekolahan biru sang anak, langit melepaskan saltbelt nya untuk turun menjemput biru. Sama seperti langit biru juga melepaskan saltbelt dan dia ingin ikut untuk menjemput biru junior namun sebelum buka pintu tangan nya di pegang oleh langit.

"Mau ngapain" ujar langit membuat dahi biru berkerut.

"Mau ikutan turunlah, jemput anak kita."

"Biar aku aja. Kamu di dalam mobil dulu nunggu nya."

"Ish, kenapa sih lang aku ini mau liat anak kita loh masa dihalangi."

"Siapa yg halangi? Aku bilang kamu tunggu di mobil kan nanti ketemu juga."

"Gak mau. Aku mau ikut biar kita di bilang orang tua biru yg romantis, kalau jemputan berdua kan keliatan banget romantisnya."

"Biru bahkan gak tau kalau kamu bapaknya."

Biru yg tadinya tersenyum kini memudar benar apa yg dikatakan oleh langit kalau anaknya gak tau jika dia ayah nya, dia yg hendak turun langsung diurungkan karena perkataan langit yg sudah seperti bon cabe itu menusuk ke hatinya. Langit yg melihat itu langsung tidak tega melihat wajah melas biru. Sebenarnya apa yg diucapkan tidak salah karena memang kenyataan biru anak mereka belum tau siapa ayah nya, tapi langit menjadi tidak enak karena omongan nya membuat biru tersinggung.

"Yaudah ayo deh ikut jemput anak kita."

"Beneran ini."

"Hm,"

Keduanya pun turun dari mobil semangat biru yg tadi kendor kini terbit lagi, membuat langit tersenyum tipis tanpa diketahui oleh biru tentu saja. Mereka berdua masuk kedalam arena sekolah disana sudah ada biru yg bercengkrama dengan temennya didamping oleh sang guru.

"Antariksa biru" panggil langit sontak membuat biru menoleh.

"PAPA."

Biru berlari kecil dan memeluk sang papa tidak lupa sang anak mencium pipi papanya, biru yg melihat interaksi papa dan anak tersebut merasa haru. Bahkan dia hampir saja menangis kalau dia tidak menahan nya.

"Papa kenapa cepet banget jemput biru padahal biru masih mau main sama temen temen biru" ucapnya merasa terganggu karena dia sedang bermain.

Langit melihat kearah temen biru dan sang guru yg sudah tersenyum menyapa langit, langit tersenyum penuh arti melihat temen perempuan sang anak. Pantesan saja biru protes karena temen nya cantik begitu.

"Anak papa  masih kecil udah tau cewe ya" goda langit membuat senyum biru lebar.

"Cuman temen, kasihan dia pah gak ada temen dia anak baru tapi temen yg lain gak mau berteman sama dia."

"Memangnya kenapa?"

"Biru juga gak tau, Laura sini" panggil biru memanggil temen nya.

Laura yg namanya disebut langsung berjalan dengan dituntun oleh sang guru.

"Laura kenalin ini papanya biru, papanya biru orang yg keren tau."

"Hallo papanya biru."

"Astaga kamu lucu banget sih, nama kamu siapa sayang?"

"Nama aku Laura, papanya biru mau ajak biru pulang ya."

"Hm, soalnya udah waktunya pulang."

"Yeah, sayang sekali aku tinggal disini tunggu jemputan."

Langit menatap mata Laura yg seolah menyimpan kesedihan, sang guru pun masih tersenyum dan mencoba menjelaskan sedikit tentang Laura.

"Laura biasanya di jemput sore, pak. Karena orang tuanya sibuk."

Langit Biru ( kisah yg belum usai ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang