Pagi itu, matahari Paris baru saja menyinari gedung-gedung klasiknya ketika Bianca duduk di jendela suite hotelnya. Cangkir kopi panas di tangannya seakan nggak cukup buat menghangatkan pikiran yang terasa dingin dan berat. Di hadapannya, Menara Eiffel berdiri megah, memantulkan kilauan matahari pagi. Pemandangan yang seharusnya menenangkan, tapi kali ini hanya mengingatkannya pada bagaimana dunia melihatnya: sebuah ikon, sebuah simbol dari keindahan dan kesempurnaan. Di sisi lain, Bianca tahu, dia hanyalah manusia biasa yang saat ini merasa lelah dan rapuh.
Di saat itu, teleponnya berdering, menampilkan nama Maya di layar. Bianca menjawabnya dengan cepat.
"Bianca, aku punya kabar besar buat kamu!" Suara Maya terdengar semangat, penuh energi. "Kamu tahu brand perhiasan Maison Argenté? Mereka mau kamu jadi brand ambassador mereka. Mereka udah siapin pemotretan eksklusif hari ini buat katalog terbaru mereka. Dan nggak hanya itu, rumor di backstage kemarin, kamu bakal jadi ikon utama mereka!"
Bianca menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan energi yang seolah sudah terkuras habis. "Maya, gimana kalau aku ambil sedikit waktu buat diri sendiri? Paris ini bener-bener menyerap habis tenagaku."
Terdengar hening di ujung telepon. "Bianca, aku paham kamu lagi banyak pikiran, apalagi dengan semua yang terjadi belakangan ini." Suara Maya melembut. "Tapi sayang banget kalau kamu lewatin kesempatan ini. Kamu tahu kan, makin tinggi kita naik, makin banyak yang harus kita jaga. Dunia ini gak akan berhenti menunggu, Bi."
Kata-kata Maya membawa Bianca kembali pada kenyataan. Dunia memang tak pernah berhenti, apalagi dunia modeling. Akhirnya, dengan sedikit ragu, Bianca mengiyakan tawaran Maya.
Siang itu, Bianca tiba di lokasi pemotretan. Set dipenuhi oleh para kru, fotografer, stylist, dan desainer yang sibuk mempersiapkan segalanya dengan cepat. Semua perhatian tertuju padanya saat ia melangkah ke dalam ruangan. Wajah-wajah di sekelilingnya terlihat kagum, tapi ada tatapan-tatapan iri yang tak bisa ia abaikan. Bianca tahu bahwa di dunia ini, teman bisa menjadi pesaing kapan saja.
Setelah berjam-jam menjalani pemotretan, dengan mengenakan gaun mewah dan perhiasan berlian yang gemerlap, sesi akhirnya selesai. Ketika fotografer terakhir berhenti memotret, Bianca merasa lega sekaligus kosong. Bukan rasa puas yang ia rasakan, melainkan seperti bayangan dirinya yang semakin jauh dari kenyataan.
Di tengah suasana sibuk itu, seorang pria asing mendekatinya. Wajahnya tampan, dengan tatapan mata yang teduh dan senyum tipis yang misterius. Dia mengenakan jas hitam elegan, menambah kesan mewah yang tak biasa. Bianca langsung mengenali sosoknya—Adrian Laurens, seorang desainer muda berbakat yang namanya tengah naik daun di Eropa.
"Miss Kristanto," sapanya dengan suara lembut namun tegas. "Sebuah kehormatan bisa bekerja sama denganmu. Aku Adrian, mungkin kita pernah mendengar nama masing-masing."
Bianca tersenyum sopan, menyembunyikan sedikit ketertarikannya. "Senang bertemu dengan Anda, Adrian. Saya sudah dengar banyak tentang karya Anda."
Percakapan yang awalnya formal itu dengan cepat berubah menjadi lebih pribadi. Adrian ternyata bukan hanya sekadar desainer berbakat, tapi juga pria dengan pemikiran yang dalam, mengingatkan Bianca pada sisi kehidupan yang mungkin sudah lama ia lupakan. Pembicaraan mereka mengalir mulai dari dunia fashion hingga pandangan tentang kehidupan.
Adrian menatap Bianca dengan penuh perhatian, seolah mencoba membaca seluruh jiwanya. "Di balik gemerlap ini, kadang kita lupa untuk menjadi diri sendiri, ya?" tanyanya sambil menyesap anggur. "Banyak yang hanya melihat kulit luar dan lupa bahwa kita, di balik semua ini, punya mimpi dan ketakutan juga."
Bianca terdiam. Kata-kata Adrian seakan menusuk ke dalam hatinya. Selama ini, dia terbiasa menampilkan sisi yang sempurna, menutupi kekacauan di dalam dirinya. Tapi Adrian... pria ini seperti melihat Bianca apa adanya, tanpa perhiasan atau makeup yang biasa ia kenakan sebagai 'tameng'.
Malam itu, setelah berpisah dengan Adrian, Bianca berjalan kembali ke hotelnya dengan perasaan aneh di hatinya. Dia merasa seolah baru saja diberi ruang untuk bernapas, meski hanya sejenak. Adrian memberinya perspektif baru, membuatnya menyadari bahwa mungkin... dia tidak harus terus bersembunyi di balik bayang-bayang dunia gemerlap ini.
Beberapa hari berlalu, dan hubungan Bianca dengan Adrian menjadi semakin dekat. Mereka sering bertemu setelah sesi pemotretan atau runway, berbagi cerita dan tertawa bersama. Adrian adalah sosok yang membuat Bianca merasa nyaman, sesuatu yang sudah lama tak ia rasakan. Namun, di balik kebahagiaannya bersama Adrian, Bianca tahu, pernikahan dengan Nathaniel tetap mendekat.
Suatu malam, setelah makan malam bersama Adrian di sebuah restoran kecil di tepi Sungai Seine, Adrian menatapnya dengan serius. "Bianca, kamu tahu, aku melihat banyak hal di dirimu yang orang lain mungkin tak akan pernah mengerti. Kamu seperti matahari di balik awan. Tapi aku khawatir, suatu hari kamu akan terluka jika terus hidup di dunia yang tak pernah benar-benar menghargaimu."
Bianca menunduk, merasakan kehangatan dan kepedulian dalam setiap kata-kata Adrian. Namun, dalam hatinya, ia tahu bahwa meskipun Adrian memahami dirinya, tak ada yang bisa mengubah kenyataan bahwa ia sudah terikat dalam perjodohan dengan Nathaniel.
Kata-kata Adrian tetap menghantui pikirannya sepanjang malam. Dan ketika Bianca kembali ke hotel, dia menerima sebuah pesan yang tak diduganya—dari Nathaniel.
"Bianca, kita perlu bicara. Ada yang harus kita selesaikan sebelum semua ini semakin rumit."
Pesan itu membawa Bianca kembali pada kenyataan yang pahit. Tidak peduli sejauh apapun ia melarikan diri, kenyataan itu tetap akan menghantuinya. Paris, Adrian, semua kebahagiaan yang ia rasakan, seolah hanya ilusi yang perlahan menghilang saat ia mengingat bahwa ia hanyalah pion dalam permainan yang lebih besar dari dirinya.
Dengan napas berat, Bianca berdiri di jendela kamarnya, menatap Paris yang gemerlap di bawah sana. Mungkin, inilah saatnya ia menghadapi Nathaniel dan menyelesaikan semua perasaan yang bercampur-baur di hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage In The Spotlight
RomanceBianca Kristanto, model cantik dengan pesona menakjubkan, terperangkap dalam perjodohan yang dipaksakan dengan Nathaniel Wijaya, konglomerat tampan yang masih terikat pada cinta lamanya, Gracia. Di balik kemewahan dan sorotan media, keduanya harus b...