Bab 11: The Brightest Night

417 17 1
                                    


Rasi selalu menyukai langit ketika malam menjelang. Baginya, gelapnya langit saat matahari sudah tidak lagi bersinar di malam hari adalah sebuah ketenangan. Gadis itu bisa menghabiskan waktunya berjam-jam hanya untuk duduk di halaman rumahnya ketika malam hari untuk menikmati langit malam yang gelap gulita.

Seperti malam ini ketika Nigel duduk di sebelahnya dan memandang langit malam yang sama. Rasi kembali merasakan kebahagiaan yang memeluk hangat relung hatinya.

"Itu rasi bintang apa, Ras?" tanya Nigel seraya menunjuk ke arah langit di atas mereka.

"Nggak tau," jawab Rasi, acuh tak acuh.

"Bukannya dulu kamu hafal semua nama rasi bintang?"

Rasi seketika terdiam mendengar pertanyaan itu. Nigel masih mengingatnya, bahkan dengan sangat jelas. Laki-laki itu ternyata masih mengenalnya, sangat dekat.

"Udah nggak lagi," jawab Rasi kemudian.

"Karena nggak ada yang dengerin cerita kamu tentang rasi bintang?" tanya Nigel seraya menoleh perlahan ke arah Rasi.

"Bukan karena itu," jawab Rasi. "Kak Andreas selalu dengerin semua cerita aku, termasuk tentang rasi bintang. Tapi karena udah keseringan aku bahas jadinya ngebosenin. Semua hal yang dilakuin terus-menerus bakal bikin bosen, kan?"

Pertanyaan itu retoris. Nigel tahu bahwa Rasi tidak menginginkan jawaban atas pertanyaannya beberapa saat lalu. Gadis itu memang sengaja melontarkan pertanyaan itu sebagai bentuk kekecewannya kepada Nigel selama bertahun-tahun.

"Ini tentang hubungan kita?" Nigel bertanya dengan hati-hati.

Tawa kecil terlihat di wajah Rasi ketika ia menanggapi pertanyaan Nigel. Gadis itu menggelengkan kepala, masih belum menjawab pertanyaan Nigel sehingga membuat laki-laki itu menunggu dengan wajah yang dihiasi rasa penasaran.

"Enggak," jawab Rasi setelah terdiam selama beberapa saat. "Nggak semua yang aku omongin itu tentang hubungan kita," lanjut gadis itu.

"Tapi apa yang kamu bilang mengarah ke hubungan kita."

Ternyata Nigel masih menjadi seseorang yang sama seperti bagaimana laki-laki itu di masa lalu. Nigel masih menjadi laki-laki keras kepala yang merasa bahwa seluruh dunia harus berpusat kepadanya. Dan Nigel masih menjadi laki-laki yang sangat percaya diri, seakan tidak ada hal yang berhasil memengaruhi kepercayaan dirinya.

"Gimana kalau sebenarnya aku udah nggak pernah lagi ngebahas atau bahkan ingat sama semua hal yang pernah kita lakuin?" tanya Rasi ketika ia menoleh ke arah Nigel dan menatap laki-laki itu lekat-lekat.

"Selama dua tahun ini, kamu nggak pernah kepikiran sama aku?" tanya Nigel ketika tatapan mereka masih terpaut satu sama lain.

"Pernah. Beberapa hari... atau mungkin sampai beberapa bulan sejak kamu mutusin aku tiba-tiba, aku selalu kepikiran kenapa kamu ninggalin aku dengan cara kayak gitu. Aku selalu penasaran kenapa dari sekian hal yang bisa kamu lakuin buat mengakhiri hubungan kita, kamu milih cara yang bikin aku nggak bisa lupain kamu terus-terusan," jelas Rasi dengan suara yang terdengar getir.

Itu adalah kalimat terpanjang yang diucapkan oleh Rasi setelah pertemuan mereka beberapa minggu lalu. Dan kalimat itu berhasil membuat Nigel membeku, merasakan seluruh saraf di tubuhnya seakan tidak berfungsi hanya karena dihantui oleh rasa bersalahnya terhadap Rasi.

"Aku selalu mikir apa yang sebenarnya salah dari aku. Semuanya aku pikirin dalam waktu yang lama... sampai aku terlarut sama kesedihanku sendiri," ujar Rasi sekali lagi, kali ini dengan helaan napas panjang. "Tapi aku tetap nggak ketemu jawabannya dan aku memutuskan buat berhenti mikirin itu semua."

Turning PointTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang