Malam ini terasa berbeda bagi si bungsu Haruno. Biasanya di jam-jam segini, ia masih asik rebahan di kamar sambil menunggu jam makan malam tiba. Kini ia malah sedang duduk anteng di dalam mobil, dipaksa ikut ke acara makan malam teman ayah dan ibunya semasa kuliah dulu, sekalian reuni katanya.
"Kita sampai," suara sang kepala keluarga terdengar begitu mereka melewati gerbang tinggi dengan gambar kipas besar di tiap sisi, mobil itu menyusuri pekarangan luas sebuah rumah besar nan megah.
Sakura melongo menatap keluar jendela. Ini mah bukan rumah lagi namanya, tapi kastel!
"Oi," suara berat kakaknya memanggil, "lo mau bengong terus di sana?"
Sakura menggeleng, lalu dengan cepat turun dari mobil. Gadis itu terlihat memukau dengan gaun biru laut selutut tanpa lengan, leher jenjangnya terbuka dan bahunya tertutup kain transparan yang masih sepaket dengan gaunnya, dipadukan dengan high heels 5 senti. Surai merah mudanya yang panjang digelung tinggi dengan anak rambut dan poni yang sengaja dibiarkan tak terikat. Membingkai wajahnya dengan sempurna.
"Be polite, kids. And do not screw up." Mebuki berbisik sambil menggandeng lengan suaminya. Memperingati anak-anaknya untuk bersikap baik.
Sasori yang berjalan di sebelahnya memasang tampang malas, hanya berdiri dan sudah terlihat tampan dengan balutan kemeja abu-abu dipadukan celana bahan cream.
Mereka disambut hangat begitu melewati pintu besar itu. Sakura memperhatikan ayahnya yang bersalaman dengan pria paruhbaya berwajah galak, ibunya juga sudah sibuk cipika-cipiki bersama wanita cantik dengan aura anggun yang luar biasa. Sedangkan ia dan Sasori hanya berdiri diam memperhatikan hingga sosok laki-laki sebaya kakaknya muncul kemudian langsung merangkul dan memberi tonjokan ringan di bahu Sasori. Terlihat akrab seperti kawan lama.
Sedetik setelahnya, muncul satu lagi anak laki-laki yang mungkin seumuran dengannya. Dilihat dari kemiripan wajah di antara keduanya, sepertinya adik teman Sasori.
"Gue tau tamu yang bakal dateng itu keluarga lo, tapi nggak nyangka lo masih dianggap anak?" Laki-laki dengan garis keriput itu buka suara.
Kakaknya mendengus keras, sikunya sengaja diarahkan ke tulang rusuk agar rangkulan di pundaknya terlepas. "Enyah."
Sakura hanya berdiri diam, bisa ditebak jika hanya dia dan laki-laki itu yang tidak punya kenalan di sini.
"Adek lo?"
Sakura menoleh ketika merasa teman Sasori itu menatap penasaran ke arahnya.
"Ya," singkat sekali jawaban kakaknya. Mungkin sedang bad mood karena ledekan main-main tadi.
Namun sepertinya sosok keriput itu sudah terbiasa menghadapi suasana hati kakaknya yang tak menentu. Cowok itu hanya tersenyum dan mengulurkan tangan, "Itachi Uchiha."
Sakura membalas jabatan tangan itu dengan senyum yang dipaksa ramah, "Sakura Haruno."
"Oh!" Itachi berseru, matanya bersinar cerah saat mengeratkan genggaman tangannya. "Namanya cantik, as pretty as your face." Ia mengedipkan sebelah matanya genit.
Tingkahnya itu sukses membuat Sasori mendelik dan menyodok pinggangnya keras. "Aw! Dua kali! Udah dua kali lo nyikut gue, dipikir nggak sakit apa?!"
"Mampus! Makanya jangan genit."
Itachi memutar bola mata, malas sekali meladeni sikap posesif Sasori. Ia berpaling dan mendapat kesempatan memperkenalkan seseorang.
"Ini adek gue." Itachi menepuk bahu adiknya dengan bangga, "Sasuke Uchiha, pemalu but sometimes shameless, rada grumpy juga. Yang kuat aja kalo mau ajak kenalan," lalu ia tertawa keras, tidak peduli meski mendapat tatapan tajam dari Sasuke setelah berbisik menggosipinya.
Sakura hanya bisa memasang senyum formal dan mengangguk sekilas pada Sasuke yang membalas sapaan singkatnya.
Mata hijaunya melirik sedikit pada Sasuke yang berdiri acuh tak acuh di depannya, cowok itu tampak mempesona tanpa banyak usaha. Dia tinggi, mungkin sekitar 180 cm. Cara berpakaiannya juga tidak yang terlalu gimana-gimana menurut Sakura, hanya turtleneck hitam panjang dan celana bahan abu-abu. Simple namun tampak luar biasa karena si pemakai yang memang sudah keren.
"Ayo masuk, masuk," suara lembut itu menarik atensi anak-anak muda. "Kakak, jangan buat masalah sama tamu kita, ya."
"Aku bahkan nggak ngapa-ngapain, Mi!" Seruan tidak terima Itachi mengiringi langkah mereka menuju meja makan.
.
.
Banyak hal yang dibicarakan di meja makan. Sayang sekali Sakura sama sekali tidak paham sebagian besar bahasan yang para orang tua katakan. Gadis itu tenang menyantap hidangan makan malam, begitu pun Sasuke. Berbeda dengan Itachi dan Sasori yang memang sudah akrab, mereka menciptakan ruang obrolan sendiri.
"Memang sudah saatnya kita mempererat tali silaturahmi, 'kan?"
Samar-samar terdengar suara sangar ayahnya, disahuti dengan deheman singkat dari ayah Sasuke.
"Benar, jadi kapan?"
"Lebih cepat lebih baik, betul, suamiku?" Suara lembut Mikoto yang terdengar kali ini.
"Bukannya harusnya kita kasih tau dulu?"
"Ya, itu langkah awal."
Empat orang dewasa itu kompak memusatkan perhatian pada masing-masing anak bungsu mereka.
Sesaat Sakura menerima sinyal-sinyal ketidaktentraman, giok hijaunya tanpa sengaja bertemu jelaga hitam Sasuke. Dan Sakura tahu, bukan hanya dia yang mendapat firasat buruk di sini.
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate Line
FanfictionMendung pecah jadi hujan. Rinai airnya melompat di antara celah pohon dan hilang di balik dedaunan. Sakura merenung dan pikirannya berat, seolah hujan turut andil menekan hatinya yang rapuh. "Hei," satu suara menyapa. Volumenya keras namun tidak s...