010• Anza Minta Anak, Mas.

24 2 0
                                    

Anza menatap Alba yang sudah kembali, tangannya membawa sebuah mangkok yang entah isinya apa. "Bawa apa, Gus?" tanya Anza kepo.

"Bubur, dikasih sama Ummi."

Anza mengangguk. "Bubur ayam?"

Alba meletakkan mangkok yang berisi bubur itu diatas nakas, dan duduk diujung kasur. "Enggeh, Dek. Suka bubur ayam kan?"

Anza mengangguk. "Suka lah," jawabnya.

Alba tersenyum. "Ayo bangun dulu, keburu dingin buburnya."

Anza merentangkan tangannya dengan bibir tersenyum manis. "Bangunin ya, Gus. Anza lemes banget, gabisa bangun sendiri," ucapnya dengan nada yang manja.

Alba menggelengkan kepalanya. "Manja banget, Dek."

"Sama Gus Alba harus manja lah," kata Anza.

Alba membantu Anza untuk bangun, menarik tangannya perlahan sampai gadis itu duduk.

"Shh," ringis Anza pelan sambil memegangi perutnya.

Alba menatap khawatir Anza. "Perutnya sakit, Dek?"

Anza mengangguk pelan. "Iya, nyeri banget Gus. Tapi gapapa, yang penting Gus Alba disini, nanti usapin perut Anza ya," ucapnya sambil terkekeh pelan.

Alba menggeleng, ia mengusap pelan perut Anza. "Makan buburnya, Mas usapin perutnya biar enakan."

Anza tentu saja menggelengkan kepalanya menolak. "Gamau, Anza mau disuapin."

Alba menghela nafasnya dan menggelengkan kepalanya, disertai senyum tipisnya. "Manja banget kamu, Dek."

Anza tertawa. "Dibilang kalau sama Gus Alba tuh harus manja."

Alba mengambil mangkoknya, dengan perlahan ia menyuapi gadis itu.

"Enak buburnya?" tanya Alba.

Anza mengangguk. "Enwak, Gus."

Alba mengatupkan bibir Anza. "Kalau makan nggak boleh ngomong!" tegur nya.

Anza cemberut, ia menelan buburnya. "Kan Gus Alba yang yang ngajak ngomong," ucapnya dengan cemberut.

Alba terkekeh. "Kan bisa ditelen dulu makannya, baru jawab omongan Mas."

Anza memutar bola matanya malas. "Enggeh, Gus Alba yang ganteng. Suaminya Anza cantik."

Alba tertawa, ia menyuapi Anza kembali. "Dek."

Anza mengerutkan dahinya. "Eumm?"

"Mulai sekarang biasain panggil 'Mas' bisa? Jangan panggil 'Gus', Mas sekarang kan suami kamu," ujar Alba menatap Anza.

Anza terlihat berfikir.

"Kamu panggil 'Mas' aja cuma sekali," ucapnya.

Anza tertawa. "Ulululu, mau dipanggil 'Mas' ya?"

Alba menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Biar enak aja kalau didengerin, masa suaminya sendiri dipanggil 'Gus'?"

Anza mengangguk. "Apa hadiahnya kalau Anza panggil 'Mas'?" ucapnya menantang dengan menaikkan satu alisnya.

Alba menggelengkan kepalanya. "Maunya apa, Dek?" tawarnya sambil tersenyum, terlihat manis sekali dimata Anza.

Anza berpura-pura berfikir, jari telunjuknya mengetuk-ngetuk rahangnya. "Eumm, apa ya enaknya?"

"Lah nopo, terserah kamu, Dek." Alba tersenyum melihat Anza, gadis itu terlihat cantik sekaligus lucu secara bersamaan.

"Ahh, pasti Gus Alba gamau!"

Alba menatap Anza bingung. "Mau, Dek. Emang mau minta hadiah apa?"

Anza menahan senyumannya. "Bener ya?"

Alba mengangguk. "Enggeh, In Sya Allah. Kalau itu baik, Mas bakal nurutin," jawabnya.

Anza bersorak. "Yess."

Alba kembali menggelengkan kepalanya. "Emang nopo toh, Dek?" tanyanya disertai senyuman manis melihat tingkah Anza.

Anza menaik-turunkan alisnya. "Bener ya mau?!"

Alba mengangguk. "Asal bisa panggil 'Mas'."

Anza mengangguk. "Gampang itu!"

"Terus jadinya mau minta apa, Dek?" tanya Alba dengan rasa penasaran yang tinggi, apalagi melihat tingkah Anza yang terlihat menggebu-gebu menginginkan sesuatu darinya.

Anza tertawa pelan. "Anza minta Anak, Mas. Mau kan?"

Alba menatap Anza, menatap dalam matanya.

Anza menunggu jawaban yang keluar dari mulut suaminya itu. "Gimana, Mas. Mau enggak?"

Alba tersenyum dan mengangguk. "Enggeh, Dek. Ini dihabisin dulu buburnya biar enakan perutnya."

Anza menjerit. "Aaaaa, Mas Alba!!!"

Rembulan Bintang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang