Control feels dominant, oh say the restlessness that is there. Maybe that's it, you
Jemari kekar Max dengan nakal menyusuri paha Vanesha, membuat wanita itu kehilangan fokus sejenak. Senyum miringnya semakin melebar saat ia melihat ekspresi ketidakterimaan yang terpancar jelas di mata Vanesha, seolah menikmati setiap detik ketidakberdayaan yang terpampang di wajahnya.
Tanpa peringatan, Max dengan cekatan meraih pistol dari genggaman Vanesha dan menggenggam pergelangan tangannya. Dalam satu gerakan cepat, dia memutar tubuh Vanesha, menekannya ke dinding hingga tidak bisa bergerak. Pistol yang tadinya berada di leher Max, kini diarahkan ke leher Vanesha sendiri, dipaksakan oleh tangan Max yang kokoh. Vanesha hanya bisa menggeram, menyadari bahwa semua pergerakannya telah diprediksi pria itu. Napasnya terasa berat di antara rasa takut dan marah yang menyatu, sementara Max berdiri begitu dekat, menikmati kontrol penuh yang ia pegang atas situasi ini.
Tubuh kekar pria itu menekan punggung Vanesha, memaksa tubuhnya terhimpit erat ke dinding yang dingin. Ia bisa merasakan setiap otot keras di balik pakaian Max yang menghimpitnya, membuatnya tak bisa bergerak. Dengan gerakan perlahan namun pasti, Max mendekatkan wajahnya ke leher Vanesha, menghirup aroma kulitnya yang halus dan hangat. Bibirnya berhenti di ceruk leher Vanesha, menarik napas dalam-dalam seakan ingin menguasai setiap detik momen tersebut, menciptakan sensasi asing yang berdenyut di sepanjang tulang belakang wanita itu. Setiap helaan napas pria itu terasa seperti ancaman yang lembut namun tidak bisa diabaikan, seolah sengaja mempermainkan rasa takut dan ketidakberdayaan Vanesha.
"Itu kesalahan besar kalau aku meremehkan wanita sepertimu, Vanesha," bisik Max dengan nada rendah dan serak, suaranya terdengar seperti racun yang manis di telinga. "Tapi, oh astaga ... Nona FBI yang begitu memikat. Aku selalu punya cara untuk menaklukkan wanita sepertimu."
Max mendekatkan bibirnya ke telinga Vanesha, membiarkan bisikan itu meluncur dengan lembut namun berbahaya, seakan-akan sedang berbicara pada mangsa yang tak berdaya. Tangannya perlahan merayap turun, melewati pinggang rampingnya, sebelum akhirnya meremas bokong Vanesha dengan kuat dan penuh klaim, seakan menandai bahwa ia adalah miliknya saat itu. Setiap gerakan terasa seperti permainan yang dikuasai sepenuhnya oleh Max, memaksa Vanesha merasakan kekuatan yang ia miliki, membuatnya semakin terjebak dalam cengkeraman pria itu yang tak kenal ampun.
Vanesha mendecih kecil, sebuah senyum tipis terlukis di bibirnya meski matanya memancarkan ketidakpercayaan. "Oh ya? Kalau begitu, kenapa kau tidak menunjukkan wajahmu saat bertarung denganku di hutan? Apa kau harus menyembunyikan identitasmu karena takut?" katanya, nadanya penuh sindiran tajam.
Max hanya terkekeh, suara tawanya dalam dan menggoda, seolah menertawakan kebodohan Vanesha yang mencoba memahami permainannya. "Kau benar-benar tidak mengerti maksudku, sayang," ujarnya, setiap kata terdengar begitu tenang namun penuh misteri, seperti seorang pemburu yang tak tergesa-gesa dalam mengejar buruannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Death Peak
Misteri / ThrillerValda Carlyle dan teman-temannya berkemah di puncak Gunung Yves, tempat indah yang ternyata menyimpan kengerian. Satu demi satu temannya menghilang, dan Valda mendapati dirinya terjebak dalam permainan mematikan yang dirancang oleh seorang pembunuh...