Aroma obat-obatan menyeruak memenuhi ruangan. Bunyi monitor terdengar dari ujung ke ujung. Cahaya matahari menembus jendela ruangan. Menerpa paras cantik Gwen yang tertidur tenang di atas brankar rumah sakit.
Tangan mungil Gwen bergerak sedikit. Matanya ia buka perlahan. Menetralkan pandangan. Mengumpulkan kesadaran. Kepalanya terasa pusing. Badannya sakit, seolah baru saja dihantam dengan batu raksasa.
Pandangannya ia arahkan ke kanan. Menampilkan seorang laki-laki tengah terbaring lemah di atas brankar. Laki-laki yang baru kemaren mendekap raganya penuh hangat. Laki-laki yang baru kemaren membawanya keluar untuk menikmati angin malam yang segar.
"Kak Kavi," lirih Gwen sangat pelan.
Keadaan di dalam ruangan hening. Di dalam ruangan hanya ada Gwen dan kakaknya. Namun, Gwen dapat melihat sebuah tas yang sangat ia kena tergeletak di atas meja. Tas itu milik Bundanya. Juga terdapat ransel kecil berwarna peach di atas sofa yang berada si pojok. Gwen juga mengenal baik pemilik ransel itu. Siapa lagi jika bukan Ruby.
Decitan pintu terbuka mengalihkan fokus Gwen. Menampilkan seorang remaja perempuan seusianya dengan dibalut cardigan biru langit dipadukan dengan celana jeans biru. Rambutnya ia kuncir kuda. Remaja itu membawa satu kantong kresek di salah satu tangannya.
"Omg Gwen sayangku udah sadar," ujar Ruby begitu melihat Gwen sudah sadar.
Ruby meletakkan kantong kresek di tangannya pada meja. Dirinya mendekat pada Gwen yang masih berbaring lemah di atas brankar.
"Gimana kondisi lo? Ngerasa pusing? Ada yang sakit? Eh pasti ada sih. Lapar ga? Ada yang lo mau ga? Eh bentar, gua harus panggil Dokter," celoteh Ruby.
Gwen terkekeh pelan melihat tingkah Ruby. Temannya ini sangat menggemaskan jika sudah mengomel. Gwen perhatikan tangan mungil Ruby yang cekatan menekan tombol pada nurse call di samping brankarnya.
Tiga menit kemudian, decitan pintu terbuka kembali terdengar. Kali ini menampilkan sosok laki-laki dewasa berbalut jas putih khas rumah sakit, bersama dengan dua suster di belakangnya.
Dokter tadi berjalan pelan mendekati Gwen. Memeriksa kondisi Gwen dengan telaten.
"Pasien mungkin sudah sadar, tetapi kondisinya masih belum stabil. Namun, beruntung, benturan di kepalanya tidak menyebabkan amnesia. Hanya menimbulkan rasa pusing yang teramat sakit. Cedera di kaki pasien juga tidak cukup parah."
"Saat tubuh pasien terbanting dan mendarat di aspal, pergelangan kaki kanannya terkilir. Yang menyebabkan rasa sakit yang sangat teramat apabila digerakkan."
Gwen mendesis kesakitan saat Dokter menggerakkan pergelangan kaki kanannya pelan.
"Pasien harus menjalani rawat inap sekitar satu minggu, kemudian rawat jalan selama satu minggu. Saya harap, pasien tidak melakukan aktivitas berat yang menyebabkan cedera semakin parah," jelas Dokter.
Ruby manggut-manggut mendengarkan penjelasan dokter. Ia memandang Gwen dengan cemas.
"Baik, Dok, terima kasih atas penjelasannya," ucap Ruby tersenyum ramah.
Sang Dokter balas tersenyum. Kemudian beranjak menuju pasien di samping Gwen. Yakni Kavi.
"Kondisi pasien sudah cukup stabil, dan sebentar lagi akan siuman. Namun, mungkin kondisi pasien akan lebih parah setelah siuman nanti. Karena saya rasa pasien memiliki penyakit lain yang sudah cukup parah."
Gwen dan Ruby saling pandang. Gwen menatap sang kakak dengan khawatir. Penyakit parah? Apa maksudnya? Kakaknya itu tidak pernah membicarakan hal itu.
"Penyakit apa, Dok?" tanya Ruby mewakili pikiran Gwen.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Gwen's Dream [Sudah Terbit]
Novela JuvenilGwyneth Riuzi, yang akrab disapa Gwen adalah seorang gadis yang memiliki bakat dalam dunia menari. Namun, ayahnya tidak merestui dirinya untuk menjadi penari mahir. Ayahnya sering kali melontarkan kalimat-kalimat menusuk mengenai hal yang ia sukai...