ㅡ 27. Light Amidst Anxiety.

146 28 23
                                    

Hari kedua tanpa Maven dan Rasen di kos terasa sepi. Jaival, Hiran, Nartha, Chandra, dan Jayen berkumpul di ruang tengah sambil menikmati sarapan dalam keheningan. Makanan yang ada di meja hanya menemani pikiran mereka yang terus melayang ke Maven yang belum ada kabar sama sekali.

"Ini udah dua hari setengah, anjir! bang Maven kemana sih?" Hiran menggerutu, meraih segelas susu hangat yang dibuatkan Jaival tadi. Meskipun berusaha tenang, jelas terlihat dari ekspresinya bahwa ia tidak bisa berhenti khawatir.

"Harusnya dia udah sampai rumah kemarin. Orang waktu tempuhnya nggak jauh beda sama Rasen," Jaival menimpali dengan nada setengah yakin. Di sisi lain, ada rasa cemas yang terus merambat di pikirannya.

"Gue harap bang Maven baik-baik aja. Berita semalam bikin gue nggak bisa tidur, anjir," Chandra menambahkan, menatap layar ponselnya yang menampilkan berita terbaru. Pandangannya tak lepas dari layar, seakan menunggu ada kabar baik yang bisa menghapus kecemasannya.

"Kalau dia jadi korban, gue nggak tahu lagi, deh," gumam Jayen dengan nada penuh keputusasaan. Pikiran tentang kecelakaan kereta yang dibaca semalam membuat ia terngiang-ngiang. Sejujurnya, ia tak ingin mempercayai kemungkinan itu, tapi kenyataan bahwa Maven belum menghubungi membuatnya semakin panik.

Rasa sepi semakin mencekam, dan suasana kos yang biasanya riuh kini terasa asing. Bahkan sarapan yang biasanya penuh canda tawa terasa hambar. Mereka hanya bisa saling berpandangan, berharap ada yang memberikan kabar baik.

"Ah, gue kangen mereka," lirih Nartha sambil mengaduk-ngaduk nasinya. Tidak selera makan dia.

"Gue vidcall, deh." Karena merasa suasana semakin tegang, Jaival akhirnya membuka panggilan video grup di ponselnya, berharap ada jawaban dari Rasen atau, syukur-syukur, langsung dari Maven.

Tidak lama setelah panggilan grup dibuat, wajah Rasen muncul di layar, terlihat sedang lari pagi. Pakaian olahraganya basah oleh keringat dan ia tersenyum lebar begitu melihat wajah-wajah sahabatnya di layar.

"Halo! Ada apa nih? Kangen ya?!" Rasen menyapa sambil tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana karena ia merasakan ketegangan di kosan itu.

Jayen langsung merespons dengan nada mendesak, "Abang! lo udah kontak Bang Maven lagi?" Pandangannya penuh harap, seolah jawaban Rasen akan menghilangkan semua kekhawatirannya.

Rasen menghela napas dan menggeleng pelan. "Udah, tapi kalian tau 'kan last seen dia hari selasa kemarin?"

Chandra yang sedari tadi hanya terdiam, aku buka suara dengan nada lirih. "Bang, gue beneran kepikiran semalam. Gue kira Bang Maven kenapa-napa..."

"Udah, jangan khawatir. Percaya sama gue, dia bakalan baik-baik aja."

"Tapi, bangㅡ"

"Yo! Wassup, guys!"

Belum selesai mereka mengutarakan kekhawatiran mereka. Secara tiba-tiba seorang yang dari kemarin tidak ada kabar bergabung dalam panggilan video. Wajahnya muncul di layar ponsel, memperlihatkan dirinya yang sedang menyapu daun-daun kering di halaman rumahnya.

Begitu melihat Maven, mereka semua langsung menghela napas lega. Namun, meskipun perasaan lega itu kuat, amarah kecil yang terpendam dalam hati mereka tak dapat sepenuhnya hilang.

"Abang!!" seru mereka semua termasuk Rasen. Perasaan khawatir dan panik tergantikan oleh perasaan kesal sekaligus lega.

"Abang kemana aja, anjir? Kita semua udah panik, tau nggak?!" tanya Jaival dengan penuh kekesalan.

Maven menggaruk-garuk kepalanya sambil tersenyum canggung. "Maaf banget, sumpil. Gue langsung urusin Papa pas nyampe, nggak sempet buka HP sama sekali. Jadi, baru sempat ngabarin sekarang."

Nartha ikut menegur. Nada suaranya terdengar ketus, meskipun wajahnya tak bisa menyembunyikan perasaan lega. "Bang, lo seenggaknya kabarin kita lah! Berita semalem bikin kita semua kepikiran, anjir. Bahkan nggak bisa tidur!"

Maven mengangguk pelan, ekspresi penuh penyesalan tergambar jelas di wajahnya. "Iya, gue denger soal kecelakaan itu. Tapi tenang aja, kereta gue beda. Itu kejadian pas gue udah nyampe di Bumiayu."

"Kebiasaan banget, abang. Sekalinya nggak ngabarin, kita semua langsung kepikiran," imbuh Rasen dengan menujukkan tangannya yang mengepal. Gemas ingin menonjok wajah tampan Maven.

Jayen tersenyum lega meski matanya masih menyiratkan kekhawatiran. "Gue semalam beneran nggak bisa tidur, sumpah. Abang tuh bikin kita semua deg-degan."

Maven mengangguk lagi, senyum penuh permintaan maaf terukir di wajahnya. "Maafin gue, ya. Gue janji bakal sering kabar-kabaran biar kalian nggak pada kepikiran. Serius, nggak bakal gue ulang lagi deh."

"Ulang lagi, gue jadiin lo dedek ayam!"

"Tega bener lo, Ran!"

Mereka semua akhirnya tertawa, meskipun ada sisa-sisa kekhawatiran yang belum hilang sepenuhnya. Melihat Maven yang tampak sehat dan baik-baik saja benar-benar membuat mereka lega. Di sisi lain, Rasen yang masih jogging hanya menggeleng pelan, berusaha menjaga image. Ia tidak mau para tetangganya yang disana melihatnya aneh karena tertawa seperti orang gila.

"Udah, woy! Nanti malem gue pulang. Abang pulang nanti malem juga?" tanya Rasen mengintrupsi tawa mereka yang keras.

Maven tampak melangkah masuk ke dalam rumahnya lalu merebahkan diri ke sofa, "Iya! Ntar malem gue pulang habis dari rumah sakit."

"Yey! Rame lagiii!" sahut Chandra dan Jayen dengan senyuman lebar.

"Mau kita jemput atau pulang sendiri, bang?" tanya Nartha setelah mencubit pipi Chandra dan Jayen secara gemas.

Rasen tersenyum kecil, "Yang bener aja, lah kalau jemput. Kalian aja pulang malem. Masa cuma Jaival sama Jayen yang jemput??"

Maven mengangguk dan menimpali, "Iya, kita berdua pulang sendiri aja."

"Yaudah, deh."

"Eh, Jaival shift apa?"

"Pagiㅡ Anjir! Gue telat, cok!"

Hiran tertawa keras ketika Jaival langsung berlari ke kamarnya, "Yahahaha! Mampus!"

Mereka akhirnya menutup panggilan dengan perasaan yang lebih ringan, meskipun ada sedikit sisa kekesalan. Tapi, satu hal yang mereka tahu pasti: mereka saling menjaga satu sama lain layaknya keluarga dan momen kebersamaan seperti ini yang membuat hubungan mereka semakin erat.

Kos mereka mungkin hanya bangunan sederhana, tetapi di dalamnya, terdapat kasih sayang yang dalam dan persahabatan yang kuat-tempat di mana mereka menemukan arti 'rumah'.

Suasana kembali cerah setelah panggilan video ditutup, dan mereka semua melanjutkan aktifitas masing-masing. Tidak sabar menunggu kembalinya dua sahabat mereka, kos ini akan kembali ramai.

Dan, mereka tau dua hari tanpa Maven dan Rasen adalah pengingat betapa pentingnya mereka semua dalam hidup masing-masing.

"ABANGG!! KAOS KAKI JAYEN YANG ALIEN IJO MANAA??!!"

bimantara.
chapter 27; to be continued.

[i] bimantara [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang