"Makan saja hati berlumur darah itu, bukankah kau sendiri yang membuatnya hancur? Kenapa sekarang bersikap seolah-olah merasa bersalah?"
-Antarez Putra Kasela-
********
Pandangan Zavian terpaku pada dua manusia yang berdiri tegak di ambang pintu. Antarez yang menghela napas berat memandang air muka Zavian, dan juga Garuda yang berekspresi datar. Lelaki bermarga Adhi itu tak bisa mengkondisikan antara akal sehat dan kebenaran matanya saat ini, bagaimana bisa bocah Adhitama itu ada di sini.
Dengan langkah ragu, Zavian berjalan menghampiri mereka lalu berhenti tak jauh dari Antarez. Jari telunjuknya mencolek lengan remaja tersebut. "Rez," lirih Zavian sembari melirik singkat kepada Garuda, sorotan bola matanya sedikit melotot.
"Hm," deham Antarez mengangguk beberapa kali.
"Nggak perlu lirik-lirik gue lo!" sebal Garuda menyadari tatapan menjengkelkan itu, ia mendorong bahu Zavian sedikit keras. "Lirik gue lagi, gue copot mata lo," kecam nya tak main-main.
"Dih, sans aja kali, hipertensi lo? Darah tinggi mulu lo perasaan," balas Zavian, ia masih menaruh rasa penasaran bagaimana bisa Garuda mengetahui tentang lokasi ini. Padahal, ia tidak pernah memberikan informasi apapun kepada anak itu.
"Zav," sahutan panggilan, membuat kepala Zavian sontak menoleh ke sisi kiri. Pada saat kepala itu memutar, dirinya sudah disambut oleh tatapan tajam oleh Garuda. Ia tahu apa alasan dibalik sorot mata itu, seolah-olah Zavian sudah bisa membaca pemikiran temannya.
"Kenapa lo sembunyikan soal ini ke gue?" tanya Garuda serius.
"Kita bahas di dalam, lo akan tahu semuanya," balas Antarez seperti perintah wajib, dan tidak mendapat kalimat bantahan apapun dari kedua anak itu. Antarez terlebih dulu masuk ke dalam, lalu diikuti Zavian dan Garuda mengekor di belakangnya.
Di dalam gubuk tua itu, Garuda membanting pintu kayu sampai suaranya menggema satu ruangan, debu-debu kecil ikut terpelonjat berterbangan dengan biasan sinar matahari dari atap. "Jelasin ke gue sekarang juga," tagih Garuda tajam.
Kepulan darah mendidih sudah hampir meledak keluar dari kepala Garuda, dia tak tahan dengan semua kebohongan ini. Dia sahabatnya, bagaimana bisa ia tidak mengetahui soal kebenaran ini. Antarez tidak memilih dirinya sebagai alasan, malah memberikannya kepada Zavian. Suasana dalam ruangan menjadi tegang, Zavian yang cuman pasrah bersandar di dinding, biar saja Antarez yang menjelaskan semuanya. Toh sekarang, omongan dirinya tak akan didengar oleh anak itu.
Lelaki Kasela itu duduk di kursi dan bersandar, menyambut satu rokok lalu menyesapnya. "Sit down boy," ucap Antarez santai, tak perduli dengan raut muka memerah Garuda.
Garuda mengeraskan rahangnya, "bangsat, lo sembunyikan soal kebenaran ini ke selama setahun lebih, dan minta gue duduk tenang? Lo anggap gue apa Rez?"
Kepulan asap kembali keluar dari mulut Antarez, aroma tembakau memenuhi area pandang sebelum akhirnya memudar tersapu angin. "Lo datang ke sini sebagai tamu, dan gue tuan rumah. Jadi, gue minta lo duduk," balas Antarez mengarahkan jari telunjuk dan tengahnya yang mengapit rokok tersebut, menunjuk ke arah kursi kosong di hadapannya.
"Oke, dan jelasin semuanya ke gue, tanpa ada kebohongan apapun," final Garuda menarik kasar kursi tersebut, lalu duduk di atasnya. Antarez memberikan sinyal kepada Zavian untuk mengambilkan mereka minum.
"Sudah berapa lama kita nggak ngobrol kayak gini lagi," Antarez membuka obrolan sambil tersenyum kecil, mengetukkan ujung rokok tersebut pada samping meja, membuat abunya rontok mengecup lantai.
"Since the bastard chat on the phone, lo suruh gue jaga geng LEOPARD lewat telpon dan besoknya kabar mati lo menyebar," balas Garuda geram ketika mengingat berapa banyak air mata yang ia keluarkan di atas makam palsu lelaki itu.
Geng LEOPARD yang susah dikendalikan semenjak kepergian Antarez, mereka mengatakan dirinya raja namun tanpa mahkota. Rasanya, Garuda seolah memimpin ribuan singa liar, tali yang mengikat leher mereka mulai rapuh. "Gue butuh penjelasan lo Rez, bukan membahas flashback nggak berguna itu."
"Lo sudah banyak berubah ya," respon Antarez, menekan ujung rokok tersebut di atas meja sampai padam dan berubah menjadi hitam.
"Sekarang tergantung lo, lo mau gue cerita darimana," sambungnya memberikan kebebasan bertanya kepada Garuda.
"Awal mula pikiran lo soal kematian palsu itu, sampai sekarang," balas Garuda dan dibalas anggukan oleh Antarez.
"Oke."
Antarez mulai menceritakan segalanya kepada Garuda. Dari awal mula kenapa dia mempunyai rencana ini, kenapa dia lebih memilih mempercayakan soal rahasia besar ini kepada Zavian, semua itu Antarez ceritakan sedetail mungkin. Sedikit demi sedikit, kalimat demi kalimat yang Antarez lontarkan, membuat perspektif Garuda perlahan berubah.
Meskipun jauh di dalam lubuk hatinya dia masih merasa kecewa, tentang kenapa ia tak menjadi salah satu orang yang Antarez percayai. Mengingat kalau mereka adalah sahabat lama. Tak apa, lagipula tidak ada gunanya juga tetap mempermasalahkan itu semua dan cuman berputar di arus yang sama, yang terpenting sekarang, ia sudah tahu jika Antarez masih hidup.
"Lo tahu soal Genandra kan?" dingin Antarez menatap mata Garuda.
"Ya, saudara tiri Antariksa," balas Garuda.
"Sekarang, bantu gue hancurin dia sampai ke lapisan kulit terdalamnya, dan merebut kembali kekuasaan Kasela ke tangan gue. Gue nggak terima, sampai marga Kasela tersemat di belakang nama dia dan menjadi penerus utama keluarga." Mendengar ucapan Antarez membuat bulu kuduk Garuda berdiri, laki-laki itu tak pernah berubah soal ambisi.
"Kalau dia mau merebut mahkota itu, dia wajib langkahi mayat gue dulu, penerus sesungguhnya keluarga Kasela, Antarez Putra Kasela." Kepalan tangannya menguat beberapa saat sebelum kembali tenang.
Zavian datang setelah membuat tiga cangkir teh, dan menaruhnya di atas meja. "Kita dengan senang hati bantuin lo Rez, apa rencana lo," ujar Zavian yang sedari tadi ikut mendengarkan perbincangan mereka dari dapur.
"Gue ada usulan, gimana kalau Antarez balik lagi ke sekolah Darmawangsa?" saran Garuda.
"Nggak! Gila lo? Itu sama aja bunuh diri, gimana kalau sampai semua anak tahu dia masih hidup?" sanggah Zavian.
"Iya gue tahu, resikonya pasti lebih besar. Tapi Rez, kalau lo cuman modal diem di sini doang dan serahin semuanya ke orang-orang lo buat pantau Antariksa, terutama ke si curut ini," balas Garuda menunjuk kepada Zavian.
"Bangke, muka cakep begini berani-beraninya lo panggil gue curut!" kesal Zavian menepis tangan Garuda.
"Lo yakin Rez? Inget, kalau bukan karena kecerobohan dia gue nggak bakal ada di sini sekarang. Gue tahu makam lo kosong karena Zavian," ujar Garuda sekali lagi berusaha menyakinkan.
"Tch, namanya juga manusia, buat salah itu wajar," sahut Zavian mendecak.
"Sama bego!" sarkas Garuda. "Lo nggak bisa cuman ngandalin orang Rez, gue paham pasti terkadang lo kurang puas sama hasil mereka. Jadi, saran gue balik lagi ke SMA Darmawangsa dengan catatan lo nyamar jadi siswa baru, lo bisa pantau sesuka hati lo di sana."
Antarez terdiam sejenak, ia merenung. Apakah benar ia harus menerima saran dari Garuda, untuk kembali ke SMA Darmawangsa menjadi pribadi yang baru agar lebih dekat dengan sang adik? Dan menginjak di kota neraka itu lagi?
KAMU SEDANG MEMBACA
BROTHER KONFLIK [S1&S2] segera terbit
أدب المراهقين[Tahap revisi] "𝚃𝚎𝚛𝚕𝚊𝚑𝚒𝚛 𝚜𝚎𝚋𝚊𝚐𝚊𝚒 𝚜𝚊𝚞𝚍𝚊𝚛𝚊, 𝚝𝚞𝚖𝚋𝚞𝚑 𝚜𝚎𝚋𝚊𝚐𝚊𝚒 𝚖𝚞𝚜𝚞𝚑." 𝙰𝚗𝚝𝚊𝚛𝚎𝚣_𝙰𝚗𝚝𝚊𝚛𝚒𝚔𝚜𝚊. Antarez dan Antariksa sepasang anak laki-laki kembar yang terpaksa terpisah sebab perceraian kedua orangtuany...