76. Sebuah mimpi bertemu denganmu

2.8K 267 98
                                    

Happy reading

-

-







"Lara..."

Pandangan Karang linglung. Tidak bisa membedakan ini mimpi atau bukan. Lara benar berada di hadapannya sangat nyata. Mengenakan dress putih khasnya dengan wajah yang bersinar cantik. Dengan segala kebingungannya, Karang memilih bangkit dan duduk. Menatap tepat wajah Lara yang tersenyum padanya.

Diraihnya pipi gadis itu. Membelainya dengan tangan bergetar karena tak percaya. Matanya memandang wajah gadisnya secara inci untuk memastikan bahwa yang dilihatnya itu benar-benar nyata.

Alih-alih menjelaskan, Lara mengelus kepala Karang dengan pelan. Tidak memutuskan tatapannya satu detik pun.

"Lara..."

"Karang... istirahat, aku ngga mau kamu sakit."

Mata Karang bergerak menatap dua bola mata indah gadis itu secara bergantian. "Lara... aku nyuruh kamu nunggu sebentar, aku kelamaan ya?"

Lara menggeleng. "Engga Karang, berapa tahun pun aku bakal nunggu. Aku percaya sama kamu."

"Terus? Kenapa kamu pergi? Sakit banget ya? Aku udah janji mau bahagiain kamu Lara..."

"Udah Karang, aku udah bahagia sama kamu. Hanya aja jalan Tuhan yang dikasih ke aku memang seperti ini."

Bibir Karang bergetar. Dada pemuda itu terasa sesak kembali. Ia melebur dengan tangisnya. Susah payah ia menelan rasa sesaknya seolah dikejar waktu untuk berbicara dengan gadisnya.

"Lara..."

"Iya Karang."

"Aku sayang sama kamu."

Lara mengangkat senyumnya lagi. "Aku tahu, aku selalu merasa begitu setiap harinya."

"Gimana rumah impiannya? Apa aku harus kaya imajinasi pertama kamu tentang rumah impian itu?" tanya Karang mengingat imajinasi rumah impian Lara yang sebelumnya identik dengan kesendirian.

Rumah kecil di lereng bukit. Dapur menghadap pemandangan bukit untuk memasak sendiri, kebun belakang rumah yang akan ia tanam sendiri, ruang luas untuk berdansa sendiri. Apakah Karang akan sendirian mewujudkan mimpi itu?

"Engga Karang, kamu bisa bikin rumah impian lagi, sama orang baru lagi..."

Karang melebarkan matanya, menggeleng cepat. "Aku ngga akan pernah bisa. Aku cuma mau kamu Lara... jangan pergi. Gimana kehidupan aku setelah kamu pergi?"

"Jalani seperti biasa Karang. Pergi sekolah, praktikum kesukaan kamu, main sama Avi dan yang lain, pergi ke ice skating seneng-seneng, les bareng temen-temen kamu."

"Itu semua ngga ada apa-apanya kalo ngga ada kamu Lara. Sedetik tanpa kamu rasanya nyiksa. Maka dari itu... jangan pergi..."

Lara yang awalnya terus menampakkan senyum berharap dapat menenangkan Karang, tangisnya meluruh juga. Senyumnya adalah kebohongan. Ia juga merasa tak semudah itu untuk pergi. Melihat beberapa orang yang menangisi kepergiannya membuat Lara berat untuk menerima.

Karang yang melihat itu jadi makin menangis sejadi jadinya. Bersimpuh menghambur memeluk Lara erat.

Beberapa waktu yang terdengar adalah tangisan Karang yang bergetar hebat. Sementara Lara menangis dengan isakannya yang menderu.

Saat Lara melepaskan pelukannya, Karang semakin sesak saat gadis itu mengusap air matanya.

"Kamu pernah bilang kalau kamu lautku Karang. Seperti namaku, Lara. Kita akan tetap bertemu ditepi saat semua orang mengutarakan laranya dengan laut. Kamu adalah penyembuh lara. Kita akan selalu bertemu Karang. Cukup kamu tau, aku selalu ada sama kamu."

Sea For Blue WhalesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang