38.

52 8 2
                                    

"Hari ini elo sibuk banget, ya," sindir Jerico di samping tubuhku.

Aku terperanjat kaget dan hampir terjatuh dari ayunan ketika mendengar suaranya, karena melamun. Saat ini aku menduduki sebuah ayunan gantung, yang berada di belakang mansion. Aku melihat langit, rupanya cakrawala mulai berganti warna menjadi orange.

Taman belakang mansion ini sangat indah dan harum beragam bunga yang tumbuh mekar. Aku baru ke sini dan langsung menyukainya. Sayang, pengganggu hidupku datang.

Aku tidak menghiraukan Jerico sama sekali. Membuat Jerico meraih rantai ayunan dan mengguncangkan tubuhku dari samping kanan. Aku menggigit bibir menahan rasa takut.

Aku memejamkan mata, lalu menoleh menatap Jerico sengit, "Gue udah tau semua kebusukan lo!"

Jerico berhenti memainkan ayunan, berdiri di depanku sambil menyipitkan mata, tampangnya meremehkanku, bertanya, "Terus, lo bisa apa?"

Dia sangat pintar. Hanya beberapa kata dariku dan dia sudah menebak apa yang kumaksud. Dengan begitu, dia juga mengakuinya karena pasti dia sudah tahu aku bertemu Putri siang ini. Dia akan sulit menyangkal jika aku memutar lagi rekaman suara yang kudapat dari Putri.

Kini ada yang aku takutkan. Jerico mengetahui aku "begitu sibuk" dari mana? Apakah dia memerintahkan penguntit untukku?

Dia juga benar. Aku bisa apa setelah mengetahui semuanya? Aku sudah terjebak di mansion ini dan hanya bisa menunggu Jerico membawaku keluar bersamanya.

Aku merasa terintimidasi, meski begitu aku terlalu marah kalau tidak melawannya, "Harusnya elo tuh malu karena ketauan boong sama gue, Jerico badak! Dari awal sampe akhir, elo yang ancurin kehidupan gue! Mungkin lo gak tau gimana rasanya pengen punya seorang temen yang bisa lo andelin, saat orang itu datang ke hidup gue, dengan seenaknya lo bilang ke dia kalo dia gak berhak jadi temen gue?!

"Lo fitnah Lucas yang bikin gue dikucilin di kelas padahal dalangnya elo sendiri. Gue juga gak percaya lagi tentang penculikan, tabrakan, atau masa kecil kita ... gue gak percaya! Lo monster."

Jerico menyeringai kejam, "Gue bakal jadi monster seperti yang lo bilang, biar lo puas. Dan Monster ini yang bakal nemenin lo seumur hidup."

Aku menggerakkan gigi, kesal setengah mati, "Nggak! Papah gak bakal biarin gue ninggalin Indonesia."

Jerico memberiku tatapan mencemooh, lalu tersenyum misterius, "Kalo gitu gue bakal pake cara yang lo saranin waktu itu."

Omong kosong apa yang dibicarakan oleh Jerico? Aku tidak ingat pernah memberinya saran mengenai apapun.

Aku semakin berani padanya, "Kali ini gue gak sendirian, Kak Rico. Papah mihak gue. Gue akan bebas dan gak akan jadi boneka lo lagi."

Rahang Jerico kaku seketika, tatapannya tajam, lidahnya lebih beracun lagi, "Berarti papah lo yang harus ucapin selamat tinggal ke elo."

Aku melebarkan mata, kaget. Trik ini lagi. Sekarang aku yakin Jerico hanya sengaja mengancam untuk menakut-nakutiku.

Kemarin dia mengancam nyawa mamah dan sekarang papah kandungku. Benar-benar keterlaluan. Kali ini aku tidak akan jatuh ke perangkapnya.

"Silakan lakuin apapun yang lo mau. Gue gak takut, dasar berengsek!" makiku.

"Entar jangan nyesel ya, Jennie sayang," kata Jerico sambil menatapku. "Karena apa yang terjadi sama bokap lo udah diizinin sama elo sendiri, anaknya."

Terserah apapun yang mau Jerico katakan. Dia penipu ulung. Aku tidak mau terus dipermainkan olehnya.

Aku bangun dari ayunan lalu melewati tubuh Jerico begitu saja. Dia pun tidak mencegahku dan malah menduduki ayunan bekasku. Matanya terpejam, merasakan semilir angin yang membelai wajah damainya. Wajah yang dilapisi seribu topeng.

Kakak Tiriku Villain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang