𝚃𝚑𝚒𝚛𝚝𝚢 𝚃𝚑𝚛𝚎𝚎 | 𝙼𝚢 𝙱𝚎𝚊𝚞𝚝𝚒𝚏𝚞𝚕 𝙳𝚊𝚞𝚐𝚑𝚝𝚎𝚛

532 153 42
                                    

Dua bulan berlalu dengan cepat. Tidak dapat dipungkiri bahwa, setiap season baru Harry Potter pastilah semakin menggelap, mau dari segi pencahayaan maupun cerita. Raven mengalami semua itu, cukup sulit baginya agar tidak sembarang memakai sihir esnya atau Kementrian akan membeku. Bahkan tongkatnya sendiri ikut membeku dan butuh waktu sebulan untuk mencairkannya tanpa harus merusaknya.

Setelah pertempuran di Departemen Misteri, Raven semakin sering dijaga. Ophelia sangat protektif, cukup saja dia kehilangan Putrinya sekali.

Tapi dibalik itu semua, senang rasanya melihat kehadiran Sirius yang betul-betul berpengaruh pada kehidupan Raven yang seperti cahaya lilin yang bisa saja meredup. Bukannya hanya Sirius seorang, Remus, Ophelia, dan Severus adalah orang-orang yang paling harus Raven jaga. Walaupun semua orang mengatakan bahwa mereka menganggap dirinya sebagai keluarga, namun bagi Raven, dia hanya punya mereka berempat.

"Honey, kamu ingin ke Spinners End, kan?"

Raven menoleh sejenak ke arah pintu dimana Ophelia berdiri.

"Um, yeah. Aku akan kembali lusa nanti. Dad pasti sedih kalau aku tidak disana."

Ophelia yang mendengar itu terkekeh geli dan mengangguk menyetujui. "Tentu saja dia akan sedih."

Tidak ada yang perlu Raven bawa. Setengah dari pakaiannya masih ada di Spinners End. Dia hanya membawa payung, mengingat scene hujan lebat di tempat tinggal ayahnya itu.

Dengan menggunakan Apparate, Raven tiba di ujung jalan Spinners End yang lumayan jauh dari tempat tinggal Snape. Dia segera membuka payung hitamnya dan melangkah, membelah trotoar jalan tanpa peduli genangan air di jalan ataupun orang-orang.

Dia lalu berhenti di rumah kecil, memasukinya seperti biasa. Senyumnya merekah ketika melihat interior rumah yang tidak pernah berubah sama sekali.

Kaki Raven membawanya ke lantai dua, tempat kamarnya berada. Tapi saat ingin masuk, dahinya berkerut, pintu ini dikunci? Kenapa Ayahnya mengunci pintu kamarnya?

Raven lalu menoleh, dia merasakan getaran kecil seperti langkah seseorang di lantai yang sama. Tak lama matanya bertemu dengan seorang pria pendek dengan jari manis terpotong.

"Peter―"

"Reducio!"

Wormtail―Petter Pittergew melempar mantra pada Raven yang sontak menunduk. Matanya melotot kaget, dia bahkan lupa bahwa pengkhianat ini menetap di rumah sang Ayah untuk beberapa waktu.

"Gadis bermata biru―kamu, Raven." Katanya dan segera kabur, keluar dari rumah untuk memberitahu keberadaan Raven.

Gadis remaja itu sontak bergerak cepat, mengejar Petter yang kabur dengan ketakutan karena melihat mantra-mantra yang dilemparkan oleh Raven. Dia terus berlari hingga ketika dia ingin menggapai pintu keluar―

"Petrificus Totalus!"

―Tubuh Petter berubah kaku dan terjatuh di depan pintu. Raven terengah-engah mengejar pria pendek menyebalkan itu.

Petter syok, matanya melihat ke segala arah untuk mencari bantuan namum dia semakin takut melihat sepatu yang ada di hadapannya.

"Jangan melempar mantra sembarangan di rumahku, you idiot!" Raven menendang sebentar wajah Petter karena kesal dan membawanya ke sebuah gudang di samping dapur.

"Raven?"

Suara datar penuh tanda tanya itu terdengar membuat sang pemilik nama menoleh. Severus berdiri di samping tembok, memandang kegiatan aneh putrinya itu.

"Hello Dad!" Sapa girang Raven dan melirik ke arah makhluk yang tengah dia pegang. Severus mengerutkan kening, bingung dengan tingkah laku gadis di depannya.

𝐓𝐇𝐄 𝐖𝐀𝐓𝐂𝐇𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang