Sudah tiba waktunya. Setelah berada di masa depan yang ditakuti empat tahun sebelumnya, ternyata setelah dijalani tidak menakutkan seperti yang dibayangkan.
Meski begitu, seperti skenario yang terbayang sebelumnya, aku melakukan kesalahan fatal hari itu. Kesalahan kecil selama 30 menit yang membawaku menjauh darimu, begitu jauh. Seperti janjiku, aku tetap membanggakanmu seperti biasa. Kalimat-kalimat yang kau tulis dua tahun sebelumnya masih kuingat dengan jelas, walau tak bisa lagi membacanya.
Aku selalu menjadi nomor dua, di mana pun itu. Kehadiranku tidak dianggap karena aku adalah Si Nomor Dua.
Kegagalan-kegagalan kecil ternyata menguras mental dan tenaga, membuatku sedikit putus asa. Ditambah kemampuan sosialku yang sangat buruk membuatku tidak yakin dapat bertahan hidup di kerasnya dunia.
Selama perayaan dua hari ini, aku menjadi penonton bagi panggung orang lain. Panggung orang lain yang tampak begitu indah dan menyenangkan ternyata mampu membuat lupa segalanya. Namun, setelah perayaan dua hari itu berakhir, pikiran-pikiran gila itu muncul.
Jika aku gagal selama 5 tahun kemudian, apakah aku dianggap manusia hina? Rasanya aku harus bekerja sangat keras selama 5 tahun ke depan, tapi tidak harus mulai dari mana karena tidak ada seorangpun yang bisa memanduku.
Mimpi-mimpi lama yang tak pernah aku akui sebagai mimpi juga kembali menghantui. Apakah aku sudah berada di jalan yang benar dengan mengubur keinginan lama itu? Melihat orang lain yang melakukan hal serupa demi efisiensi dan kekayaan, mungkin jawabannya "iya".
Kamu akan bekerja di mana lima tahun ke depan? Aku sering meragukan keberadaanku di sini sehingga ingin empat tahun itu segera berlalu. Setelah banyak penolakan itu, aku tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Seperti biasa, takdir selalu menjauhkan kita. Mungkin memang sudah seharusnya begini.
Hal yang membuatku bahagia adalah kita berada di dunia sempit yang sama. Kelak jika kemampuanku berkembang pesat dan mampu bertahan hidup, besar peluang untuk bertemu, bukan? Bagaimanapun aku ingin berterima kasih karena kamu menjadi salah satu kekuatanku selama empat tahun masa sulit itu. Aku berharap semoga Tuhan-Mu membawamu ke tempat-tempat baik yang ada di dunia.
Berapa usiamu? 21? Atau 20 sama sepertiku? Aku 20 tahun sekarang dan harus berusaha mati-matian agar aku dianggap manusia. Mimpiku adalah bisa bertahan hidup dan menjalani kehidupan yang layak. Ah, betapa menyenangkan jika aku berada di tempat yang sama denganmu.