Chapter 28: Titik Nol

124 9 0
                                    

Jemariku bergerak lincah memencet tombol angka-angka pada kunci digital pintu rumah Biyan. Pintu berwarna abu-abu ini diberi label nomor tujuh yang kupikir itu adalah nomor rumah. Di bagian label nomor rumah, tersemat juga tulisan 'by Aurora Management'. Ingatanku langsung mengembara pada apartment Evo yang kupikir sama pemiliknya.

Jiwa matre dalam sebagian diriku tentu saja meronta-ronta. FIX sih ini, aku harus kenal sama anak pemiliknya biar jadi menantu orang kaya. Syukur-syukur kalau yang punya duda, biar sekalian jadi ratu bukan menantu.

"Oh belum diganti," gumamku begitu pintu dapat kubuka.

"Hore!" seru Nathan girang.

"Masuk yuk!" ajakku pada Nathan setelah berhasil membuka pintu rumah Biyan dengan nomor ponselku sebagai sandinya.

"Kok tante bisa buka pintu rumah Papa?" Nathan menatapku, seolah menyimpan sedikit ketakutan.

"Iya. Tante temen baik Papa," jawabku berusaha meyakinkannya agar tak khawatir.

"Tante kenal Papa?" tanyanya lagi. Aku mengangguk dengan senyum. Kemudian membawanya masuk ke rumah Biyan dan menuntunnya untuk duduk di sofa.

"Kata Mama, Mama nggak bisa buka pintu rumah Papa," bocah itu bercerita dengan gerakan kepala yang penuh ekspresi. "Tante sering main ke rumah Papa?"

Aduh! Pertanyaan macam apa itu nak? Haruskah aku bilang, Iyatante selingkuhan Papa kamu?! 

Aku berusaha setenang mungkin. "Nathan mau dibuatin tante minum?"

"Nathan mau susu."

"Susu?" Aku yang sudah berada di dapur, buru-buru membuka kulkas empat pintu di dapur Biyan. Segera mengambil susu UHT kemasan sekali minum yang pernah kulihat sebelumnya. Kusodorkan sekotak susu UHT rasa cokelat kemasan dua ratus mili liter pada Nathan yang disambutnya dengan riang.

"Nathan, kalau tante tinggal pergi, Nathan berani nunggu papa sendirian?"

Bocah itu menatapku dengan tenang. "Nathan lapar."

"Nathan lapar?" Bocah itu manggut-manggut sambil mengisap susu dengan sedotan plastik yang disediakan produsen.

"Nathan, mau makan apa?"

"Ayam em-ce-de."

"Em-ce-de?" Alisku mengkerut. "McD?"

Bocah laki-laki itu mengangguk bahagia.

Kuambil ponsel yang tadi kuletakkan di atas meja. Segera kubuka aplikasi layanan pesan makanan online dan berhasil memesan seporsi nasi lengkap dengan ayam goreng tepung krispi.

"Sambil nunggu ayamnya dateng. Gimana kalau Nathan mandi dulu?" kupikir itu lebih baik, melihat penampakan Nathan yang awut-awutan dan bau debu. Dia menyetujuinya. Aku bergegas menyiapkan keperluan mandi untuknya, kemudian Nathan bergegas mandi tanpa perlu kudampingi.

Selesai Nathan berganti baju, bel pintu berbunyi. Kupikir itu kurir pengantar pesanan makanan. Aku bergegas memeriksanya dan menemukan makanan pesanan sudah datang.

"Makan di sini, yuk!" ajakku sambil menarik kursi pada meja konter di dapur rumah Biyan. 

Nathan mendekat. Lalu duduk di kursi yang kusiapkan di sebelahku. Kubuka bungkusan makanan siap saji yang kupesan. Memberikan pada Nathan tepat di bagian meja tempat ia duduk. Bocah itu pun segera melahap makanannya dengan girang.

"Enak?" tanyaku tanpa bermaksud benar-benar bertanya.

Bocah itu mangut-mangut penuh suka cita. Aku membiarkannya menikmati makanan yang kupikir itu kesukaannya. Sesekali aku membantu menyuwir ayam, atau melepaskan lapisan tepung yang terlalu tebal.

Ramalan JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang