Epilog

139 7 0
                                    

"Selamat siang Bu!" Sekretaris baru Biyan menyambutku dengan ramah.

"Siang! Bapak ada?"

"Bapak lagi ada meeting, Bu."

"Di kantor?" Jariku menunjuk udara, "apa di luar?"

"Di—ruang meeting, Bu," jawabnya terbata-bata.

"Oh, ya udah. Aku tunggu di ruangannya aja."

"Baik Bu, silakan! Mau dibuatin minum?" tanya gadis itu ramah.

"Nggak usah, deh. Lanjutin aja kerjaannya!" Betis kakiku yang mulai sebesar labu segera melangkah.

Setelah drama pandemi yang membuat kita semua hampir abu-abu. Kini statusnya sudah berubah menjadi endemi. Lorong-lorong Kuta yang kemarin sunyi. Kini suara klakson mulai bersahutan kembali. Dan itu artinya, urat nadi perekonomian Bali kembali pulih. Tentu saja itu membuat kami kembali sibuk.

Aku berjalan mendekat pada pintu kaca yang dilapisi stiker buram. Di bagian atasnya, menempel plat akrilik bertuliskan "CEO – Aurora Management". Aku tersenyum geli membacanya. Satu hal yang aku yakini, ucapan adalah doa. Maka ucapkanlah hal yang baik-baik.

Wangi bunga chamomile yang berembus bersama sejuknya AC menyapaku ketika berhasil menerobos pintu ruang kerja Biyan. Tak ada yang berubah. Semuanya tak jauh berbeda. Satu-satunya perubahan yang paling menonjol adalah foto kami bertiga di meja kerja Biyan.

Aku memilih duduk di sofa. Tumpuan yang tepat untuk menopang tubuhku yang mulai menggelembung. Dua bocah calon penerus bangsa sedang bersarang dalam perutku. Perut yang terjaga selama puluhan tahun itu kini ukurannya sebesar buah nangka.

Ada yang bergerak dalam perutku. Aku merintih. Lalu mengelusnya sambil tersenyum bahagia. Ah! Aku menyandarkan kepalaku pada sofa, lalu mengambil sudut meja kerja Biyan sebagai tumpuan pandanganku. Tak ada yang istimewa di sana. Semuanya tetap sama. Bahkan kenangan saat aku menemukan fotoku pun tak memudar.

Sorot mataku tiba-tiba terkunci pada papan nama akrilik di meja Biyan. Itu bukan hal baru. Bahkan aku sering membacanya. Namun kali ini, itu menjadi luar biasa. Satya Biyan Adhitama. Nama depan yang tertulis itu mengingatkanku pada cerita lama.

"Inisial S, di timur?" gumamku pada awang-awang.

"Kenapa sayang?" Biyan tiba-tiba telah berjalan mendekatiku.

"Hai—udah selesai meeting-nya?" sambutku.

Ujung bibir Biyan mendarat manis pada keningku, juga bibirku.

"Udah. Nunggu lama, ya?" Biyan berjongkok dan mengecup perut gembulku.

"Hai sayang! Anak Papa sehat-sehat ya di dalam, cepetan keluar!" bisiknya pada dua jabang bayi kembar kami. "Kasihan Mami udah capek!"

"Tuh, tahu—" protesku pada Biyan. "Orang-orang yang umumnya hamil bayi satu aja pada ngeluh berat, ini ngasih dua."

Biyan tertawa. "Maaf ya sayang!" Bibirnya mendarat lagi di keningku saat bangkit dari duduk mencangkungnya.

"Oh iya, tadi siapa inisial S? Di timur? Siapa sih?" singgung Biyan.

"Enggak... nggak ada."

"Ada, tadi aku denger."

"Enggak—itu loh, Drakor. Katanya pemerannya berinisial S, Song Jong-ki kali ya? Siwon? Sung Hoon? Siapa lagi ya?"

"Hadeeeeeh—! Mamimu nak⎯nak!" Biyan kembali mengelus-elus dan menciumi perutku yang menegang akibat tendangan calon debay saleh dan saleha kami, Alzafran dan Alesha.

"A~matta , uri kiyowo Song Kang?"

Biyan hanya merespons dengan menepuk jidat lalu bergeleng.

"Tapi, kamu tetap yang paling kiyowo kok sayang," ucapku manja sambil mengecup bibir manisnya.

Tak pelak membuat tangan Biyan mengacak-acak manja anak rambutku. Dan bagiku, itu adalah hal romantis yang sesungguhnya.

̶

______________

Terima kasih sudah membaca sampai akhir!

Support vote kamu adalah energi untukku terus berkarya. >0<

Baca juga karyaku lainnya, yuk!

~Vanilla Kim.~

______________

Matta -- Dari bahasa Korea: 아 맞다 (romanisasi: a majda, pengucapan: a matta) yang artinya: oh benar!

Uri -- Dari bahasa Korea: 우리 (romanisasi: Uli/Uri) yang artinya: kami/kita.

Kiyowo -- Dari bahasa Korea: 귀여워 (romanisasi: Gwiyeowo, pengucapan: kiyowo) yang artinya: imut/cakep.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ramalan JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang