Hari-hari berlalu, dan hubungan antara Gracia dan Sean semakin erat. Setiap senja, mereka bertemu di pantai, berbagi cerita, impian, dan tawa. Gracia mulai merasakan bahwa ia tidak hanya menemukan teman dalam Sean, tetapi juga seseorang yang dapat membantunya mengatasi kesedihannya. Namun, seperti halnya senja yang indah, selalu ada momen yang membuatnya terasa suram.
Suatu sore, ketika mereka sedang menikmati sunset, Gracia melihat Sean tampak gelisah. Dia mengamati lelaki itu yang biasanya ceria, kini terdiam dan berpikir keras. “Sean, ada apa? Kau terlihat tidak tenang,” tanya Gracia, khawatir.
Sean menghela napas, tampak ragu. “Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan, Gracia. Tapi aku tidak tahu bagaimana cara mengatakannya.”
Gracia merasa jantungnya berdegup kencang. “Katakan saja. Kita sudah saling berbagi banyak hal. Aku siap mendengarkan.”
Sean mengangguk, berusaha mengumpulkan kata-kata. “Aku menerima tawaran untuk mengikuti pameran foto di luar kota. Itu adalah kesempatan besar untukku, tapi… aku harus pergi beberapa minggu.”
Kata-kata itu bagaikan petir di siang bolong bagi Gracia. Rasa khawatir dan kesedihan menyergap hatinya. “Berapa lama kau akan pergi?” tanyanya, suaranya bergetar.
“Sekitar dua bulan,” jawab Sean pelan, matanya tak berani menatap Gracia.
“Dua bulan?” Gracia tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya. “Tapi… kita baru mulai dekat. Apa kau yakin ini adalah waktu yang tepat?”
Sean mengerutkan keningnya, merasa bersalah. “Aku tahu, Gracia. Tapi ini kesempatan yang mungkin tidak akan datang lagi. Aku ingin menunjukkan bahwa aku bisa mengejar impianku.”
Gracia menunduk, merasa campur aduk antara bangga dan cemas. “Aku mengerti, Sean. Ini adalah kesempatan yang bagus untukmu. Aku hanya takut kehilangan momen-momen indah yang kita miliki.”
Sean meraih tangan Gracia, menghangatkannya. “Kita masih bisa berkomunikasi. Aku akan mengirimmu foto-foto dari tempatku dan kita bisa berbicara setiap hari.”
“Tapi… tidak akan sama,” Gracia berkata pelan, air mata mulai menggenang di matanya. “Aku ingin kamu di sini bersamaku, melihat senja itu bersamaku.”
Sean menghela napas dalam, merasa hancur melihat Gracia sedih. “Aku juga ingin itu, Gracia. Tapi aku juga harus mengejar impianku. Aku berjanji, ini bukan akhir dari kita. Ini hanya jeda sementara.”
Dalam suasana yang penuh emosi, Gracia tidak bisa menahan air matanya. Ia tahu Sean benar, tetapi hatinya merasa berat untuk merelakan momen-momen berharga yang telah mereka bangun.
Malam itu, mereka kembali pulang dalam keheningan. Senja yang indah terasa pahit di lidah Gracia. Dia berjanji untuk mendukung Sean, tetapi rasa takut akan kehilangan terus menggerogoti pikirannya.
Di malam-malam berikutnya, Gracia terus memikirkan Sean dan keputusan yang harus diambilnya. Dia merasa terjebak di antara harapan untuk mendukung impian Sean dan kekhawatiran akan masa depan hubungan mereka. Ia memutuskan untuk berbicara dengan nino, sahabatnya yang selalu ada di sisinya.
Nino mendengarkan dengan seksama saat Gracia menceritakan semuanya. “Gracia, ini kesempatan yang sangat bagus untuk Sean. Kamu seharusnya merasa bangga karena dia mendapat tawaran itu. Tapi aku mengerti, perasaanmu juga valid,” ujar Nino dengan bijaksana.
“Tapi bagaimana jika dia tidak kembali?” tanya Gracia, suaranya serak. “Bagaimana jika semuanya berubah saat dia pergi?”
“Cinta sejati akan menemukan jalan,” jawab Nino. “Jika kalian saling mencintai, kalian akan menemukan cara untuk bertahan. Komunikasi adalah kuncinya. Jangan biarkan ketakutanmu menghancurkan apa yang sudah kalian bangun.”
Kata-kata Nino menenangkan Gracia, memberinya sedikit harapan. Namun, satu hal yang pasti: perjalanan mereka belum berakhir. Ada rintangan yang harus dihadapi, dan pilihan yang harus dibuat.
Ketika senja terakhir sebelum keberangkatan Sean tiba, mereka kembali bertemu di pantai. Laut berkilau di bawah sinar matahari yang mulai terbenam. Gracia merasakan campuran emosi, antara bahagia dan sedih.
Sean berdiri di sampingnya, memegang kameranya. “Aku akan sangat merindukan semua ini. Senja bersamamu adalah momen favoritku,” katanya, tatapannya penuh makna.
Gracia mengangguk, air mata mulai mengalir. “Aku juga akan merindukanmu, Sean. Tapi aku ingin kamu tahu, aku akan selalu mendukungmu, apa pun yang terjadi.”
Mereka berpelukan erat, seakan berusaha menyimpan semua rasa itu dalam ingatan. Senja itu menjadi simbol harapan dan perpisahan, langkah menuju masa depan yang penuh ketidakpastian.
Di bawah langit yang berubah warna, Gracia dan Sean menyadari bahwa cinta mereka akan terus bertahan, bahkan saat jarak memisahkan mereka. Meskipun rintangan ada di depan, mereka berkomitmen untuk saling menjaga dan berharap agar suatu hari, mereka bisa kembali bersama—di bawah senja yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
cinta di balik senja
Fiksi Remajatentang cinta yang tersembunyi atau hubungan yang penuh rahasia dan terjadi di momen-momen tenang, seperti saat matahari terbenam.