Hari-hari berlalu setelah pameran seni Gracia, dan hubungan mereka semakin erat. Setiap senja, mereka menjadikan pantai sebagai tempat pelarian, berbagi cerita, dan saling mendukung. Namun, meskipun segala sesuatunya tampak sempurna, bayang-bayang masa lalu mulai menghantui Gracia lagi.
Suatu sore, saat mereka sedang duduk di pantai, Gracia melihat Sean menerima pesan di ponselnya. Melihat ekspresi wajahnya yang berubah, rasa penasaran Gracia mulai muncul. “Ada apa, Sean?” tanyanya, berusaha tidak menunjukkan kekhawatiran.
“Ini… dari Sisca,” Sean menjawab dengan suara pelan, tatapannya terarah pada layar ponsel. “Dia ingin berbicara.”
Hati Gracia berdesir mendengar nama itu. Dia merasa seperti ada lubang di perutnya, ketidakpastian mulai menghantuinya lagi. “Tentang apa?” tanyanya, berusaha terdengar tenang.
“Aku tidak tahu. Dia hanya bilang ingin menjelaskan sesuatu,” Sean menjawab, terlihat bingung. “Aku harus menghadapinya.”
Gracia merasakan hatinya bergetar. “Tapi, Sean, kita sudah sepakat untuk meninggalkan masa lalu. Kenapa harus bertemu dengannya?”
“Iya, aku tahu. Tapi aku merasa penting untuk menghadapinya, untuk menutup bab ini,” Sean menjelaskan, suara penuh keyakinan.
Gracia merasakan ketidakpastian. Dia tahu bahwa kepercayaan adalah fondasi dari hubungan mereka, tetapi bayang-bayang masa lalu terus menghantui. “Baiklah, tapi aku harap ini tidak akan mengganggu kita,” katanya, berusaha memberi semangat.
Sean mengangguk, tetapi Gracia bisa merasakan keraguan di dalam hatinya. Dia khawatir pertemuan ini bisa merusak semua yang telah mereka bangun.
.
.
.
Keesokan harinya, Sean bertemu dengan Sisca di sebuah kafe. Gracia memilih untuk tidak ikut, merasa lebih baik menunggu di rumah. Sambil menunggu, Gracia mencoba menenangkan pikirannya dengan melukis. Namun, setiap goresan kuas terasa berat, pikirannya teralihkan oleh apa yang terjadi antara Sean dan Sisca.
Setelah beberapa jam berlalu, Gracia tidak dapat menahan diri lagi. Dia mengirim pesan kepada Sean, “Bagaimana? Apa yang terjadi?”
Beberapa menit kemudian, pesan Sean masuk. “Aku baru saja selesai berbicara dengannya. Dia minta maaf atas semua yang terjadi di masa lalu. Dia ingin kita bisa menjadi teman.”
Mendengar itu, Gracia merasa campur aduk. Di satu sisi, dia senang Sean bisa menyelesaikan urusannya, tetapi di sisi lain, rasa cemburu menyelinap ke dalam hatinya. “Apa yang kamu rasakan setelah berbicara dengannya?” tanya Gracia, berusaha untuk tidak menunjukkan rasa cemburunya.
“Aku merasa lega. Aku tidak ingin ada beban di antara kita. Dia hanya ingin menutup bab ini,” jawab Sean.
Gracia menghela napas, mencoba meredakan rasa gelisahnya. “Oke, jika itu yang kamu inginkan. Tapi aku harap ini tidak akan mengganggu kita.”
Sean mengerti ketidaknyamanan Gracia. “Aku berjanji, tidak ada yang akan mengubah apa yang kita miliki. Kamu adalah yang terpenting bagiku.”
Malam itu, mereka bertemu di pantai. Gracia berusaha mengabaikan rasa cemburu yang mengganggu. Ketika mereka duduk di tepi laut, Sean meraih tangan Gracia dan mengenggamnya erat. “Lihatlah, senja indah ini. Itu adalah pengingat betapa berartinya hubungan kita,” katanya, berusaha mengalihkan perhatian Gracia.
“Aku tahu. Aku hanya… sedikit khawatir,” jawab Gracia, suaranya lirih.
“Jangan khawatir. Kita akan selalu saling mendukung. Aku tidak akan membiarkan masa lalu mengganggu kita,” Sean meyakinkannya.
Mereka menghabiskan malam itu dengan berbagi harapan dan impian, tetapi bayang-bayang masa lalu terus menghantui pikiran Gracia. Di dalam hatinya, dia ingin percaya pada Sean, tetapi kenangan akan Alya dan ketidakpastian yang menyertainya membuatnya merasa terjebak.
Hari-hari berlalu, dan meskipun Sean berusaha keras untuk membuat Gracia merasa nyaman, keraguan tetap menghantuinya. Dia mulai menarik diri, menyibukkan diri dengan kegiatan seni dan menghindari perbincangan mendalam dengan Sean.
Suatu sore, saat Gracia sedang melukis, nino datang untuk menjemputnya. “Hey, kamu terlihat tidak bersemangat. Ada apa?” tanya Nino, memperhatikan perubahan dalam sikap Gracia.
“Aku hanya sedikit… bingung,” jawab Gracia, meletakkan kuasnya. “Aku merasa cemas tentang Sean dan Sisca. Meskipun dia bilang sudah selesai, aku masih merasa tidak nyaman.”
Nino mengangguk. “Terkadang, kita perlu membicarakan apa yang kita rasakan. Mengabaikan perasaan itu hanya akan membuat semuanya semakin rumit.”
“Ya, aku tahu. Tapi aku tidak ingin terlihat cemburu atau insecure di depan Sean,” Gracia mengakui, merasa frustrasi.
“Berbicara jujur adalah cara terbaik. Cobalah untuk mengungkapkan perasaanmu padanya. Mungkin dia bisa memberimu jaminan yang kamu butuhkan,” saran Nino, memberikan dukungan.
Mendengar itu, Gracia merasa sedikit lebih baik. “Kamu benar. Aku harus memberitahu Sean apa yang aku rasakan.”
Keesokan harinya, Gracia memutuskan untuk bertemu Sean di pantai, tempat yang selalu menjadi saksi perjalanan cinta mereka. Dia ingin berbicara terbuka tentang keraguannya dan berharap Sean bisa memberinya kepastian.
Saat mereka bertemu, Gracia merasakan jantungnya berdegup kencang. “Sean, aku perlu berbicara denganmu tentang sesuatu yang penting,” katanya, berusaha menenangkan diri.
“Apakah semuanya baik-baik saja?” tanya Sean, terlihat khawatir.
“Aku merasa cemas tentang hubungan kita. Mengenai Alya dan semua yang terjadi. Aku ingin percaya padamu, tetapi ada bagian dari diriku yang merasa ragu,” Gracia mengungkapkan perasaannya dengan jujur.
Sean mendekat, menggenggam tangan Gracia dengan lembut. “Aku mengerti. Sungguh, aku tidak ingin kamu merasa seperti itu. Alya adalah masa lalu, dan aku berjanji tidak akan membiarkan itu mempengaruhi kita.”
“Jadi, kamu tidak ingin kembali padanya? Kamu tidak merasa ada perasaan yang tersisa?” tanya Gracia, menatap matanya dalam-dalam.
“Tidak, Gracia. Aku sudah memilihmu. Cintaku padamu lebih kuat dari segala yang pernah kita lalui. Aku tidak ingin kehilanganmu,” kata Sean tegas, matanya penuh ketulusan.
Mendengar pernyataan itu, Gracia merasa beban di hatinya sedikit terangkat. “Terima kasih, Sean. Aku perlu mendengar itu.”
Mereka duduk bersama di tepi laut, melihat matahari terbenam, merasakan kehangatan satu sama lain. Gracia tahu bahwa meskipun bayang-bayang masa lalu akan selalu ada, cinta mereka yang kuat dapat mengatasi segala keraguan.
“Selama kita saling jujur dan terbuka, aku percaya kita bisa melewati apa pun,” kata Sean, memberikan harapan baru di hati Gracia.
Saat senja menyelimuti langit, Gracia dan Sean merasa semakin dekat, menguatkan ikatan cinta mereka dan berjanji untuk selalu saling mendukung meskipun masa lalu tidak selalu bisa diabaikan. Mereka siap melangkah maju, bersatu dalam perjalanan yang penuh harapan dan keindahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
cinta di balik senja
Genç Kurgutentang cinta yang tersembunyi atau hubungan yang penuh rahasia dan terjadi di momen-momen tenang, seperti saat matahari terbenam.