Pameran seni baru yang telah mereka rencanakan semakin mendekat, dan Gracia merasa semangatnya terus bertumbuh. Setelah banyak belajar dari workshop, dia memiliki banyak ide untuk karya baru yang ingin dia tampilkan. Namun, seiring dengan meningkatnya antusiasme, datang juga tekanan yang semakin besar untuk memenuhi harapan.Sean, selalu menjadi pendukung setia, memperhatikan perubahan dalam diri Gracia. Dia melihat Gracia lebih fokus, tetapi juga lebih rentan. “Gracia, jangan lupa untuk mengambil waktu untuk dirimu sendiri di tengah semua ini. Jangan terlalu keras pada dirimu,” nasihat Sean saat mereka bekerja di studio.
“Aku tahu, Sean. Tapi aku merasa ini adalah kesempatan besar, dan aku tidak ingin mengecewakan siapa pun. Aku ingin memberikan yang terbaik,” jawab Gracia, matanya penuh semangat.
“Pameran ini adalah tentang karyamu, bukan tentang memenuhi ekspektasi orang lain. Ingat, apa yang penting adalah kejujuran dalam seni. Jadi, ciptakan apa yang benar-benar kamu rasakan,” Sean menekankan, berusaha mengingatkan Gracia akan makna seni yang sesungguhnya.
Dengan kata-kata Sean terpatri di benaknya, Gracia mulai merancang lukisan-lukisan baru yang lebih mendalam, mengekspresikan emosinya dan perjalanan pribadinya. Dia berusaha menciptakan karya yang tidak hanya menarik perhatian, tetapi juga menyentuh hati.
Saat mereka mendekati hari pameran, Gracia merasa sedikit cemas dengan apa yang akan terjadi. Dia tahu banyak seniman lain yang juga akan tampil, dan dia tidak bisa menghindari perbandingan yang selalu muncul di benaknya. Setiap malam, dia tidak bisa tidur nyenyak, memikirkan setiap detail karyanya dan bagaimana cara orang lain akan menanggapinya.
.
.
.
Suatu malam, setelah seharian bekerja keras di studio, Gracia duduk termenung, kehilangan arah. Dia merasa terjebak dalam ketakutan akan kegagalan. Sean melihatnya dan datang menghampiri. “Hey, apa yang terjadi? Kamu terlihat lelah,” tanya Sean dengan khawatir.
“Aku hanya merasa tidak pasti. Apa jika semua ini gagal? Apa jika tidak ada yang menyukai karyaku?” Gracia mengungkapkan keraguannya.
Sean duduk di sampingnya dan menggenggam tangannya. “Gracia, ingatlah bahwa seni adalah tentang berbagi dan mengekspresikan dirimu. Mungkin tidak semua orang akan menyukainya, tetapi itu bukan hal yang terpenting. Yang terpenting adalah kamu jujur dalam karyamu,” ucap Sean.
“Kadang-kadang, aku merasa semua ini terlalu berat. Aku tidak ingin menjadi beban bagimu,” Gracia berkata, menahan air mata.
“Tidak ada yang lebih berharga bagiku daripada mendukungmu. Kita bersama dalam ini. Jika kamu merasa berat, kita bisa menghadapinya bersama. Aku ada di sini untukmu,” jawab Sean, memberikan semangat yang dibutuhkan Gracia.
Kata-kata Sean menyentuh hati Gracia. Dia merasa lebih tenang dan bertekad untuk fokus pada proses penciptaan, bukan pada hasilnya. Dengan semangat baru, dia kembali ke kanvasnya, menciptakan karya-karya yang penuh makna.
Hari pameran pun tiba. Gracia berdiri di samping karyanya, merasa campur aduk antara rasa gugup dan antusiasme. Kerumunan mulai berdatangan, dan suasana di galeri terasa hidup. Dia melihat banyak orang mengagumi lukisannya, dan untuk pertama kalinya, dia merasa bangga akan karyanya.
Ketika orang-orang mulai mendekati dan berbicara dengan Gracia tentang lukisannya, dia merasa lebih percaya diri. “Apa yang menginspirasi kamu untuk membuat karya ini?” seorang pengunjung bertanya, mengamati lukisan yang berjudul "Momen Sejati".
“Lukisan ini terinspirasi oleh perjalanan saya. Ini tentang menemukan kekuatan dalam diri kita meskipun di tengah ketidakpastian,” jawab Gracia, menceritakan kisah di balik karyanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
cinta di balik senja
Teen Fictiontentang cinta yang tersembunyi atau hubungan yang penuh rahasia dan terjadi di momen-momen tenang, seperti saat matahari terbenam.