BAB SEPULUH

1 0 0
                                    

Hari Jumat di minggu ini berbeda dengan pekan-pekan lalu. Biasanya, di pelajaran Olahraga, semua murid hanya belajar teori dan pengenalan fisik-fisik manusia. Misalnya, apa manfaat olahraga pagi hari atau bagaimana melakukan gerakan senam yang baik dan benar. Di pagi hari sebelum pelajaran sekolah di mulai, seluruh murid dari seluruh kelas sudah berkumpul di lapangan dan senam pagi mengikuti musik dan gerakan Pak Bani. Ia menganggapnya sebagai praktek olahraga. Bagaimanapun, anak laki-laki di kelasku tidak puas dengan itu dan memohon agar bisa bermain di lapangan, entah bermain bola atau memakai fasilitas olahraga yang tidak banyak macamnya.

Setelah sekian lama memohon dan terus memohon, akhirnya Pak Bani mengizinkan murid-murid di kelas menuju ke lapangan. Tentu saja, mereka tidak dibiarkan bebas melakukan apa pun yang mereka inginkan. Pak Bani tetap memberi sesuatu untuk dipelajari.

Permainan bola kasti adalah semacam permainan yang mirip dengan bola bisbol di negara Amerika. Satu tim terdiri dari beberapa anak. Setiap anak mendapat giliran memukul bola dengan tongkat dan berkesempatan meleset memukul bola hanya sampai tiga kali. Jika lebih, maka dianggap gagal dan satu tim harus bertukar posisi dengan tim lawan. Namun, yang berhasil memukul bola akan berlari sampai mencapai tiga pos yang mengelilingi lapangan dan menunggu pemukul bola berikutnya agar permainan bisa berlanjut.

Sementara, tim lawan harus berusaha mengambil bola yang dipukulnya dan mengenai pemain yang berlari ke tiap pos secepat mungkin agar dinyatakan menang, kemudian mereka bertukar posisi menjadi pemukul dan pelari. Walaupun terdengar menarik, tetap saja permainan itu masih sangat awam bagi kami semua. Namun, ada juga yang mengerti cara bermainnya.

Hari itu, murid-murid di kelasku sudah berkumpul dan membentuk tim masing-masing. Timku mendapat giliran pertama sebagai pemukul dan pelari pos. Tara-lah gadis pertama dalam tim yang jadi pemukul bola. Sementara, Bayu jadi laki-laki pertama yang jadi pelempar bola dalam timnya. Hanya dalam sekali percobaan, Tara mengayunkan tongkat dengan cepat dan kuat. Bolanya pun melambung tinggi terkena pukul hingga ke atas balkon lantai dua gedung sekolah.

Pak Bani lantas menyuruhnya lari menuju ketiga pos sekaligus. Ia bilang itu diperbolehkan jika pemukul mendapat pukulan homerun sepertinya. Tara pun berlari dari pos pertama sampai ketiga dengan santainya. Ternyata dia-lah salah satu anak murid yang sebenarnya lebih mengerti permainan ini dari murid-murid yang lain. Sungguh sebuah keberuntungan pertama yang didapat timku dalam permainan pertama ini.

Aku menjadi pemukul ketiga setelah Gina. Pelempar bolanya, tentu saja Aldi. Bayu mendadak bertukar posisi dengannya. Alasannya sepele, lemparannya pasti lebih kencang dengan tangan panjang seperti milik Aldi. Tapi, kenapa harus dia yang kuhadapi dalam permainan ini?

Aldi meremas bolanya di tangan kanan dan bersiap untuk melempar. Aku pun meremas kayu balok panjang sebagai pemukul bolanya. Ia sedikit tersenyum melihatku, yang seketika membuat konsentrasiku sempat runtuh. Saat bola dilempar dan melesat dari tangannya ke arahku, aku tersentak dan asal mengayunkan kayu itu. Bola itu malah menyasar ke wajahku.

"Strike one!" seru Pak Bani yang seolah menjadi pelatih dan juri permainan kami saat itu.

"Fokus, Nora! Fokus!" seruku dalam hati.

Aku mengerutkan kening dan menyipitkan mataku saat Aldi bersiap melempar bola kasti itu dari tangannya lagi. Aku memusatkan pikiranku pada apa yang dirinya dan Bayu sebut tentangku. Tanpa sadar, pukulanku mengayun kencang dan membuat bola yang melesat dari tangannya melambung tinggi hingga ke taman sekolah kali ini. Pukulanku tidak terhitung home-run seperti Tara karena ada beberapa murid dari tim lawan yang berhasil mengambil dengan cepat dan mengoper pada yang lain. Namun, aku berlari secepat mungkin dan berhasil sampai ke pos pertama lebih dulu bersama dengan Gina.

Cerita tentang kitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang