Bab 2

2 1 0
                                    

Karina duduk di antara ibu dan ayahnya. Setelah melihat siapa yang datang, Karina bergegas mandi dan berdandan yang cantik dengan kemampuan make up seadanya. Sesekali ia mencuri pandang ke arah pria yang duduk berseberangan dengannya.

Dia gak kalah ganteng dari Min Yoongi. Yoongi Sayang, aku oleng dulu ke cowok real life, ya. Karina bermonolog ria dalam hati seraya menahan senyumannya.

Pria di seberangnya menatap tajam ke arah Karina yang senyum-senyum sendiri.

Cewek aneh. Bisa-bisanya Papa jodohin aku sama cewek kayak dia. Mail berceloteh dalam hati, ia tidak habis pikir melihat gadis di depannya itu. Mereka sudah berkenalan, tetapi ia sama sekali tidak tertarik pada gadis bernama Karina itu.

"Kuliah kamu udah semester berapa sekarang?" tanya Kristin–ibu Mail.

"Sekarang lagi skripsi, Tante." Karina menjawab dengan suara yang dibuat-buat agar terdengar manis. Bagaimanapun ia harus memberikan kesan pertama yang bagus untuk calon mertuanya.

Ehm.

Karina meralat ucapannya beberapa saat lalu yang mengatakan akan memberi kesan buruk. Namun, pikirannya berubah 180 derajat. Itu karena ia tidak tahu jika pria yang dijodohkan dengannya adalah Ismail Hardi Winarta.

Kota Depok hari ini sedikit mendung, tetapi udara yang dirasakan tidak ada sejuk-sejuknya. Entah karena udara yang memang lembap atau karena sekarang Karina duduk bersebelahan dengan pria tampan berkumis tipis yang berkenalan dengannya beberapa jam yang lalu. Jadi ia merasa agak gugup sehingga rasanya sedikit kegerahan(?) Rasanya tidak ada hubungannya gerah dengan gugup(?)

"Depok panas ya hari ini." Karina berusaha mengusir kecanggungan dengan mengawali percakapan di antara mereka.

"Saya gak lihat ada matahari," jawab Mail, datar.

"Iya, maksudku ... panas-panas lembap." Karina mengangkat sebelah bibirnya ketika mendengar kata-katanya sendiri. Agak aneh dan ambigu. Panas-panas lembap itu gimana?

Pria di sebelahnya tidak menjawab, ia hanya menggeleng. Benar-benar gadis aneh.

"Oke, kita luruskan semuanya sekarang," ujar Mail. Ia tidak akan tahan jika bersama gadis seperti Karina. Bukan tipenya sekali.

"Apanya yang dilurusin?" Karina menoleh seraya mengernyit.

"Kita–m-maksudku, perjodohan ini." Mail menyamankan posisi duduknya. "Saya gak mau perjodohan ini terjadi."

"Eh?" pekik Karina. "Loh, loh, kok gitu, sih?"

"Kamu bukan tipe saya." Mail menjawab blak-blakan.

Karina mencebik. "Masa sih, perasaan aku cantik, deh." Dengan pedenya Karina menanggapi jawaban Mail. Karina mencondongkan badannya ke arah Mail sehingga pria itu harus memundurkan tubuhnya. "Aku cantik, kan?"

Mail berdecak. "Iya, tapi kamu bukan tipe saya."

Karina kembali mendudukkan dirinya. Ia mendesah pelan. "Emang tipe Abang yang kayak gimana?"

Mail menatap tidak percaya pada Karina karena memanggilnya dengan sebutan 'Abang'. "A-Abang?"

Karina mengangguk tanpa merasa bersalah. "Kenapa? Atau mau dipanggil Ayang aja?" Karina mengedipkan matanya dengan cepat.

Mail bergidik mendengarnya. Ia juga merasa pundaknya merinding. Gadis itu tidak ada jaim-jaimnya di depan Mail.

"Emang Abang udah punya pacar?"

"Stop panggil saya abang." Kesabarannya mulai teruji karena tingkah gadis di sampingnya itu.

"Dipanggil Abang gak mau, dipanggil Ayang juga gak mau, terus maunya dipanggil apa? Bebeb?"

Mengejar Cinta Bang MailTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang