EP. 20

50 10 0
                                    

Melempar ponselnya asal dengan penuh amarah Hyejin lalu keluar dari kamarnya menuruni tangga sambil menghentak-hentakkan kakinya kesal. Menelpon Baekhyun lantaran pesannya tak kunjung di balas setelah pagi tadi hanya pamit untuk pergi ke kantor sebentar. Tapi lihatlah sekarang, waktu bahkan sudah menunjukkan pukul 9 malam dan suaminya itu tak memberi tanda apapun jika akan pulang.

Kekhawatiran seorang ibu hamil yang mendera berlebihan. Air matanya sudah menetes sejak tadi membasahi pipi meski kunyahan di mulutnya terus berusaha mencerna habis makanan yang harus dirinya makan tanpa melewati waktu.

Perutnya meraung meminta diisi, hatinya dilanda kecemasan, sedangkan pikirannya terus berpikir berlebihan kemana-mana.

Suara pintu apartement nya berbunyi dan terbuka, mengira jika itu Baekhyun namun kenyataannya justru Chanyeol yang datang sambil membawa kantong plastik besar di tangannya. Membuat Hyejin menangis keras setelah melihat pria tinggi itu berjalan mendekat dengan tatapan cemasnya yang tak terbaca. Merengkuhnya seketika menuntun wanita itu duduk di sofa panjang ruang tengah kemudian.

"Aku tahu kau akan seperti ini." Gumam Chanyeol.

"Baekhyun tidak menjawab teleponku.. dia juga tidak membalas pesanku." Ucapnya ditengah tangisannya.

Beruntung Chanyeol paham apa yang dikatakan Hyejin meski terdengar sedikit tak jelas. Sejujurnya dirinya juga datang bukan karena kawannya itu yang minta melainkan Chanyeol tahu benar jika Hyejin akan kalut panik seperti orang gila sedangkan dirinya saja ikut dirundung kebingungan sejak ia menghubungi Baekhyun tapi tak mendapat balasan apapun dari pria itu hingga kini.

"Kau pasti belum makan malam kan? Aku bawakan bubur hangat untukmu."

Hyejin masih terisak sambil memperhatikan apa yang Chanyeol lakukan. Meski terkadang terlihat enggan membantu dan sering memancing emosi namun Hyejin akui Chanyeol adalah sosok pria yang tak hanya perhatian tapi juga teramat baik untuknya. Mengingat awal pertemuan mereka yang terbilang cukup canggung jika diingat kini membuat Hyejin harus sangat berterima kasih pada pria tinggi ini lantaran Chanyeol sudah banyak bersabar menghadapinya meski banyak mengeluh.

"Baekhyun yang memintamu datang?" Tanya Hyejin membuka suara.

"Dia juga tidak menjawab telepon dariku, makanya aku datang untuk melihat kondisimu." Jawab Chanyeol sambil membantu menyiapkan alat makan untuk wanita di hadapannya ini makan bubur yang dibawanya tadi.

Mengerucutkan bibirnya kesal hampir menangis lagi tapi Chanyeol terus memperhatikannya dengan tajam seolah memarahinya dari matanya yang melotot marah.




🦋



Ahra menuangkan teh yang baru saja di seduhnya ke dalam cangkir keramik Baekhyun untuk sajian pria itu yang baru saja pulang kembali ke rumah, meski tidak sepenuhnya pulang dalam artian yang sesungguhnya tapi berada di rumah bersama seperti ini membuat Ahra kembali bernostalgia di awal pernikahan mereka yang terlihat bahagia.

"Kau sungguh tidak akan pulang? Maksudku Hyejin, dia pasti panik menunggumu pulang." Ucap Ahra membuka topik.

Baekhyun menyeruput teh miliknya pelan lalu terdiam melamun sebentar menatap taman belakang rumahnya yang masih tampak sama tanpa ada yang berubah. Menjadikan ingatan dirinya kembali mengawang pada masa lalu kala itu Baekhyun bersikeras untuk membuat taman bunga yang di sukai Ahra walau istrinya itu enggan merawat. Tapi kini taman itu sungguhan indah sekarang dan Baekhyun yakin Ahra merawatnya dengan benar.

Tersenyum sebentar lalu mendesah kasar setelah mendengar apa yang baru saja Ahra katakan.

"Bisakah kita tidak membicarakan orang lain? Aku lelah." Lirihnya menatap Ahra sendu seolah meminta.

Ahra tak menjawab tapi diamnya yang juga ikut bungkam sudah cukup menjawab apa yang Baekhyun minta. Mereka juga tak sedang mengkhawatirkan siapa-siapa tapi pembahasan orang ketiga justru akan memicu pertengkaran tak berkesudahan.

"Kau merawat bunganya dengan baik." Puji Baekhyun.

"Kau menanamnya sebanyak itu, tidak mungkin jika ku biarkannya untuk mati."

"Apa bibi Jung tidak memberitahumu untuk rutin memotong daun keringnya juga?"

"Sepertinya memang aku yang lupa." Jawab Ahra jujur.

"Setidaknya kau harus memotongnya rutin. Bungamu tidak akan tumbuh jadi bunga liar nanti." Ucapnya mulai mengomel.

"Arraso.. kau selalu mengkritikku, tidakkah kau memujiku itu sungguh tidak tulus? Menyebalkan." Gumam Ahra kesal.

Baekhyun terkekeh mendengarnya, menoleh menatap Ahra diam termangu mengaguminya sesaat. Wanita secantik Ahra saja dengan bodohnya Baekhyun selingkuhi lebih memilih wanita lain daripada bertahan. Mengandaikan dirinya sendiri yang tak menyakiti Ahra, apakah istrinya itu akan bahagia bersamanya seperti sumpah mereka dalam pernikahannya?

Mengerti akan tatapan pria Byun itu yang tengah menatapnya sejak tadi Ahra memilih enggan menanggapi meski dalam hatinya memang sudah menggerutu kesal akan tingkah Baekhyun. Bukan tidak suka hanya saja ini seperti menguji pertahanan Ahra yang sepenuhnya telah memberi jarak setelah niat untuk menghilangkan segala perasaannya pada suaminya itu.

"Apa wajahku semenarik itu?" Tanya Ahra membuka suara.

"Jika aku bilang kau cantik malam ini, apa kau percaya?"

Ahra seketika tertawa terbahak hingga mendongakkan kepalanya. Untuk seorang Byun Baekhyun yang telah dirinya kenali selama bertahun-tahun lamanya mengumbar kata cantik pada wanita itu sudah jadi kebiasaannya tapi mengatakan itu pada Ahra.. --sepertinya Baekhyun mulai tak waras.

Bukannya ikut tertawa, Baekhyun justru semakin terpesona akan tawa Ahra sampai-sampai netranya sungguh tak lepas menatap istrinya itu lekat, tersenyum hangat.

"Apa ucapanku sangat lucu?"

"Ini pertama kalinya aku mendengar kau memujiku cantik ..-- dan itu terdengar menyedihkan bagiku." Ucap Ahra melirih berkata yang sejujurnya seraya membalas tatapan Baekhyun dalam kepedihan hati.

Mengikuti kata hatinya, Baekhyun mengulurkan tangannya mengusap lembut pipi Ahra penuh sayang.

"Seberapa keras aku meminta maaf padamu, aku tahu kau sudah sangat membenciku, Ahra. Alasanku memilih Hyejin untuk kembali adalah penebusan rasa bersalahku pada mendiang putriku. Menikahimu bukanlah pelampiasanku, itu murni aku mencintaimu. Jadi, jangan memaafkanku. Kau berhak untuk bahagia Ahra."

Usapan tangan Baekhyun yang hangat, ucapan jujur yang memberi ketenangan menjadikan Ahra tak kuasa tidak meneteskan air matanya. Rasa sakit yang dirinya rasakan seperti meledak begitu saja, meski Baekhyun memintanya untuk terus membencinya tapi jauh dilubuk hati Ahra paling dalam rasanya ikut teramat terluka.

Bahkan sampai ketika Baekhyun berakhir mengecup kening Ahra cukup lama membuat keduanya sama-sama menangis dalam diam berusaha saling menguatkan. Pernikahan mereka sudah hancur dan kebersamaan mereka malam ini adalah akhir dari segala sumpah yang tak terpenuhi. Perpisahan dalam bentuk manis namun juga sakit di waktu bersamaan.

[]

TWICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang