Elano : 12

552 49 2
                                    

Kali ini mereka memutuskan untuk pergi ke sekolah karena Zora ada ulangan harian. Saat terbangun tadi Zora melihat seluruh lantai satu sangat ramai oleh orang yang menggunakan seragam pembantu.

Mungkin mereka tiba subuh tadi. Tempat istirahat para pembantu disini berada di belakang rumah. Elano membuat tempat tinggal mereka seperti kost-an lantai tiga karena dirinya memperkejakan banyak orang. Satu pintu berisi satu kamar yang terdiri dari kasur, dapur dan kamar mandi di dalam. Elano juga memfasilitasi televisi, AC, kasur, lemari dan juga wifi untuk semua orang.

Laki-laki dan perempuan berbeda bangunan. Elano tidak mau ada skandal di tempat ini. Untuk kost perempuan berada di depan dan untuk pria berada di belakang.

Elano mempekerjakan orang yang minimal berumur 25 tahun untuk yang perempuan sebagai pembantu rumah ini, yang laki-laki tidak dibatasi yang penting mempunyai wajah garang dan badan yang kekar untuk menjaga rumah ini.

"Siapa yang mengizinkanmu masak kak!" Elano sedikit membentak saat melihat Zora yang berkutat di dapur. Padahal di kanan dan kiri gadis itu ada beberapa pembantu yang ia bayar untuk dipekerjakan tetapi gadis kesayangannya itu malah ingin memasak sendiri.

"Ah terserah gue lah" Zora sedikit terkejut karena suara Lano yang tiba-tiba.

Elano menggenggam perlahan tangan Zora yang masih memegang sebuah spatula. Lano merampas paksa spatula itu lalu membuangnya asal. Ia menarik Zora untuk duduk bersama di ruang makan.

Para pelayan yang berada didapur terkejut saat Lano membanting spatulanya asal. Salah satu dari mereka mengambil segera spatula itu lalu memegangnya rapat-rapat.

"Gaji kalian semua saya potong!" Ucap Lano mutlak. Ia sangat tidak suka melihat orang lain malas. Apalagi itu para pembantunya dirumah ini. Lano marah kalau sampai Zora turun tangan untuk mengatasi masalah dapur. Ia hanya ingin Zora duduk diam dengan semua keinginannya terpenuhi.

Para pelayan yang bekerja di bagian dapur pun hanya menelan ludah, tidak berani membantah ucapan Elano. Mereka kembali berkutat membuatkan sarapan untuk majikannya.

Elano masih punya hati. Meskipun gaji mereka dipotong dengan nilai yang cukup besar, fasilitas yang tersedia di tempat tinggal mereka tidak akan Lano cabut. Ini hanya peringatan pertama saja jika mereka membiarkan Zora membantu di dapur. Setelahnya kalau kejadian ini terulang lagi, Elano akan memecat mereka semua.

Sarapan pagi selesai dengan tenang. Mereka menuju sekolah dengan Elano yang menyetir mobilnya.

Sampai sekolah pun Elano memperingati gadisnya untuk tidak dekat dengan laki-laki selain dirinya sebelum mereka berpisah karena gedung yang berbeda.

Zora yang muak karena sedari tadi waktu perjalanan menuju sekolah, Elano selalu membicarakan hal yang sama. Jadi saat Elano bilang lagi padanya, Zora hanya memutar bola matanya lalu berbalik menuju kelasnya meninggalkan Elano yang menatapnya kesal karena ucapannya tak didengar.

"Sumpah, lo kapan anjir nyritain hubungan lo ma tu anak? Dan kok bisa si cupu itu berubah drastis sekarang?" Vio memulai percakapan pagi ini.

Memang Zora belum menceritakan semua hubungannya dengan Elano, karena tidak punya waktu. Lagian Elano selalu menempel kepadanya dan memisahkan dirinya dengan kedua sahabatnya. Kalau ponsel, benda pipih milik Zora itu rusak.

Zora menceritakan semuanya secara detail. Dari dirinya yang bertemu Elano di gang malam itu lalu sampai mereka pindah pada rumah mewah Lano.

"Jadi yang ngebuat koma Samuel itu dia?" tanya Mae

Zora mengangguk "dia sendiri yang bilang"

"Gila tuh bocah, baru masuk SMA aja udah bikin anak orang koma sampe sekarang" ucap Vio

Obrolah mereka terhenti saat bel masuk berbunyi dan guru untuk mengajar kelas ini pun masuk. Para murid segera duduk di kursi mereka masing-masing. Membuka buku catatan lalu menulis apa yang diterangkan oleh gurunya, seperti murid sekolah biasa yang sangat menghargai seorang guru.

>>>

"Kak Zoooaaa" seperti biasa Lano datang ke kelas Zora. Anak itu dengan tidak sopannya menerobos masuk menuju kursi Zora bahkan sang guru saja belum keluar.

"Lano, jangan berteriak di kelas ini" tegur guru itu dengan nada yang sedikit tegas.

Elano menatap tak suka. Berani sekali dia menyuruhnya.

"Apa? Mau dipenjara sama didenda? Dendanya 100 juta lho bu"

Seperti anak yang tengah keracunan pergaulannya. Elano melebihi batas. Mentang-mentang anaknya polisi eh- mentang-mentang anaknya donatur sekolah ini ia jadi besar kepala dan bahkan berani menentang gurunya sendiri. Mau jadi apa dia nanti!!

Zora melotot mendengar ucapan Elano. Bahkan teman-teman sekelasnya saja diam. Sang guru pun terdiam sambil menghembuskan nafasnya.

Zora langsung berlari dan membiarkan buku-bukunya jatuh karena ia tadi membereskan peralatan sekolahnya. Ia langsung membekap mulut laki-laki itu meskipun tangannya sedikit tidak sampai karena Lano sangat tinggi.

Gadis itu membawanya keluar kelas. Zora tak habis fikir dengan otak anak ini. Apakah Lano kecanduan scroll aplikasi berbentuk not musik warna hitam itu sehingga ia menjadi bodoh seperti ini? Zora akan membatasi Lano bermain ponsel saat dirumah nanti.

"Lo gila ya? Beliau itu guru lo!" Marah Zora.

"Sayang jangan teriak, salah sendiri dia nyuruh-nyuruh aku" ucap Lano dengan nada yang lembut.

"Mikir dikit kek"

"Kakak lupa kalau aku benci disuruh? Tapi kalau kakak nyuruh aku merkosa kakak sekarang aku juga mau" goda Lano.

"Dih, otak lo kotor ternyata" Zora sedikit menjuhkan tubuhnya. Ia juga menepis tangan Lano saat menyentuh pundaknya.

"Kotornya cuma liat badan kakak aja" Lano tersenyum nakal, ia juga membasahi bibirnya, menaikan satu alisnya lalu mengeluarkan lidahnya sedikit.

"Ihh.. jauh-jauh sana" Zora pergi meninggalkan Lano, tapi laki-laki itu segera memegang tangan kanan Zora untuk ia kecup berkali-kali.

Zora yang merasah risih beberapa kali menarik tangannya, tapi tenaga Lano jauh lebih kuat darinya. Zora bertahan di posisi paling malu ini selama mereka berjalan menuju kantin. Tidak, bukan Zora yang mengarahkan mereka kesini, tetapi Lano sendirilah yang memaksa Zora dengan menarik salah satu tangan gadis itu sambil terus ia kecup.

.
.
.
Aku baca berita tentang seorang guru yang dilaporkan ke polisi karena menegur siswanya.

Sedih banget, apalagi itu guru honorer yang gajinya bahkan sangat tidak cukup untuk satu bulan.

Beritanya banyak banget. Yang bikin sakit hati, seorang pak guru yang matanya di ketapel orang tua muridnya sendiri sampe bu*a.

Nangis banget. Padahal guru sangat berjasa. Meskipun honorer, ilmunya sangat berjasa lho. Tega banget yang smpe ngasih denda puluhan juta itu.

Padahal mereka berusaha sabar ngedidik anak-anak bandel supaya lebih pintar dan berguna nanti, malah dilaporin.

Semoga para guru lebih dihargai lagi oleh muridnya supaya negara ini bisa menuju INDONESIA EMAS nanti.

ElanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang