19. Sembilanbelas

884 172 31
                                    

"Lain kali kalau nengokin adeknya jangan sering-sering, ya. Kasian nanti ibu si adek perutnya sakit lagi. Dijadwal aja biar sama-sama enak."

Dokter tersebut menjelaskan dengan nada biasa saja. Seakan paham akan pasangan yang baru menikah. Pasti inginnya menempel layaknya getah nangka. Bukan pertama kalinya ada pasangan yang mengeluh sakit saking banyaknya aktivitas ranjang.

Pagi ini, Sasha mengeluh perutnya terasa nyeri. Juna tanpa babibu segera memesan taksi daring lalu mengantar sang istri menuju klinik. Yah, Juna memang harus bertanggung jawab. Pria itu tiga hari tidak membiarkan Sasha bebas. Setiap malam membuat Sasha banjir keringat.

"Tapi kami masih bisa berhubungan badan—"

Sasha meremas bibir Juna. Lalu mengikat dengan tangan. Agar tak semakin melantur dalam bertanya. Pantas bibirnya tebal, tidak punya rasa malu rupanya.

"Bisa, Bapak. Tapi dijadwal, ya. Jangan keseringan."

Sasha menatap tajam ke arah Juna yang meski mulutnya terikat, Sasha tetap tahu bahwa pria itu tersenyum.

Mereka berdua pergi setelah mengecek kondisi Sasha yang ternyata sehat-sehat saja. Sasha mengajak Juna untuk membeli tahu gejrot. Wanita itu sampai ngiler membayangkan nikmatnya kuah pedas manis makanan tersebut.

"Pak, pesen satu porsi. Cabenya 15, ya."

Juna melotot. 15 cabai? Sasha ingin membuat janinnya terbakar atau bagaimana? Tidak, tidak! Sasha tidak boleh makan makanan yang pedas.

"Ganti, Pak. Satu aja cabenya." Juna menimpali.

"Apaan, sih!" Seru Sasha, berlanjut memukul perut Juna.

Sasha kembali meremas bibir itu agar tak sembarangan bicara.

"Tetep 15 cabe, Pak. Saya lagi ngidam! Nanti anak saya ileran, jelek, goblok kayak bapaknya kalo nggak diturutin."

Enak saja. Satu cabai bahkan hanya menjadi partikel selipan di gigi Sasha! Makan satu gorengan saja butuh setidaknya empat cabai. Ah, sudahlah. Sasha lebih baik menunggu hingga pesanannya datang.

Tak berapa lama menunggu. Juna malah meraih makanan tersebut. Ngeri sendiri dia melihat sebanyak apa biji cabai yang terlihat. Beruntung mereka telah sampai di kos. Setidaknya tak akan ada pasang mata yang melihat Sasha mengomel.

"Aku mau tes dulu. Aman atau nggak buat dimakan."

Juna mulai menyuap makanan. Rasanya seperti Juna menelan bom. Mulutnya seketika terasa panas. Tenggorokannya menolak untuk menerima tahu itu. Namun Juna tetap memaksanya. Alhasil wajah calon ayah itu memerah. Dia segera berlari menuju kamar mandi untuk berkumur. Ya ampun, pedas sekali! Juna seperti berada di neraka.

Juna tidak tahu bagaimana cara menghilangkan rasa pedas ini. Padahal dirinya sudah minum air putih yang banyak. Tetap saja rasa panasnya menjalar sampai ubun-ubun. Sementara Sasha santai menyantap jajanan tersebut. Tidak merasa kepanasan sama sekali. Apa sensor pedas milik Sasha sudah mati?

Sasha baru menghampiri Juna setelah mendengar isakan tangis dari si pria. Juna menangis frustasi merasakan tubuhnya terbakar. Sasha mengambil susu dari kulkas, lalu menyerahkannya kepada Juna.

"Nih, minum. Biar ilang pedesnya. Makanya nggak usah sok-sok an berani. Cengeng, lo! Kepedesan aja nangis."

Juna meminum susu dingin tersebut tanpa curiga. Baiklah daftar kekurangan dari Juna, adalah :

1. Penyuka sesama jenis.

2. Tidak pandai (bodoh akut).

3. Mudah ditipu (karena bodoh).

Love Options Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang