xɪᴠ. past time

30 8 2
                                    


𖤛𖤛𖤛

"Eh, Ru, Ru, Ru. Berhenti bentar deh."

Akibat dari tepukan Janu di punggungnya, Haru menghentikan laju motornya. Hari ini Janu berangkat bersamanya karena motor Janu sehabis menabrak pagar rumah Bu Titi—tetangga sebelah rumah Janu. Kelakuannya sangat ajaib memang.

"Apaan sih, woi?" tanya Haru sedikit sewot. Pasalnya jam sudah mepet sekali. Bisa-bisa mereka dijemur di lapangan jika datang terlambat.

"Itu! Lihat deh. Kayak Bang Garva bukan, sih? Perawakannya persis banget." Jemari Janu menunjuk pada seseorang yang berada di depan ruko kecil pinggir jalan. Orang tersebut tengah berbincang-bincang dengan orang lainnya.

Sontak Haru langsung melihat ke arah yang ditunjuk oleh Janu. Mata tajamnya meneliti sebelum bersorak heboh. "Iya, anjir! Tuh orang ngapain? Kemarin ngomongnya ada jadwal kuliah pagi, kok malah melipir ke sono."

Janu yang mengenakan helm bogo warna kuning cerah milik ibunya mengamati lekat sesosok yang diyakininya sebagai Garva. Tangannya tergerak membenarkan letak kacamatnya.

"Orang di depannya itu .... kayak nggak asing, nggak sih?" tanya Janu yang diangguki Haru.

"Kayak ...." Haru bergumam pelan sambil berpikir.

"Bang Raksa!" ucap keduanya bersamaan. Lantas, Haru dan Janu melakukan high five dengan senyum bangga.

"Eh, Ru. Noleh dia, boy. Jalan, buru!" suruh Janu menepuk pundak Haru berkali-kali.

Dengan gerak cepat, Haru menyalakan mesin motornya dan berlalu dari sana. Meninggalkan Garva yang memandang kepergian keduanya dengan sedikit senyum tipis.

𖤛𖤛𖤛

"Aduduh! Ini siapa sih yang naroh tiang di sini? Kepentok kan, gue!" Joe misuh-misuh pada tiang tembok di depannya yang membuat keningnya terhantuk dengan tidak elitnya.

"Itu tiang emang dari kemarin di situ kali, Dek. Lo-nya aja yang jalannya makin ke sini makin ke sana, meleng kan jadinya." Sebuah suara menyahuti.

Joe mendongak, keningnya mengerut. Sudah siap mengamuk orang yang menegurnya. Tapi, sebelum Joe mengeluarkan suara, orang di depan Joe lebih dulu menyumpal mulut Joe menggunakan permen susu.

Joe mendelik tak terima dan menarik gagang permen. "Kak Harta!" protesnya lalu kembali memasukkan permen pentol itu ke mulutnya.

Harta tertawa. Sejenis tawa merdu yang dikarenakan rasa gemasnya kepada Joe.

"Kening lo biru. Lo kepentok model apa sih, Ra? Perasaan nggak dramatis banget deh," komentar Harta ketika melihat dahi Joe ada rona biru yang muncul.

"Emang sering begini, nggak usah heran. Btw, Kak, Kak Harta udah tahu kalau minggu depan bakal ada event?" balas Joe sekaligus bertanya.

Harta mengangguk. "Udah tahu, gue. Kemarin pas balik, ada tuh anggota sosis yang pasangin selebaran tentang event minggu depan."

Joe mendelik. "OSIS, Kak! Bukan sosis!" tenarnya yang hanya dibalas gedikan bahu.

"Muka lo kayak lagi banyak pikiran deh, Dek. Makanya jalan pake ngelamun segala. Ada apa?" Harta bertanya alus.

Sudut bibir Joe menurun. Ekspresinya berganti sedih. "Pusing tahu, Kak. Mana gue disewa buat acara event, kurang ajar emang. Belum lagi nanti pas balik gue ada jadwal konsultasi sama dokter jiwa gue. Terus tadi kata Haru—" Joe mengerjap pelan, tidak melanjutkan perkataannya.

Ruang Kosong [Choi Hyunsuk x Kawai Ruka]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang