Sweet Taste

265 26 3
                                    

First mengira, itu hanyalah sebuah ciuman biasa. Perkaranya sepele, hanya dua bibir yang saling berbenturan tanpa sengaja. Tapi rupanya, Khaotung tidak berpikir demikian. Tidak kalau ternyata dia tengah jatuh cinta kepada sang lelaki pemilik senyum secerah mentari.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

First mengerjapkan matanya sekali. Dua kali. Lalu berkali-kali.

Iris cokelat gelapnya memandang lurus ke depan. Ke arah hidung mancung yang bersentuhan dengan batang hidungnya sendiri. Penglihatannya menangkap gerakan yang sama di sana. Dua bola mata sehitam langit malam mengedip di depannya. Di temani dengan usapan geli rambut yang sewarna jelaga mengenai keningnya.

Sekitar dua menit yang lalu First jatuh terjerembab. Bokongnya menyentuh lantai cukup keras. Pun tak luput bagian bawah punggungnya juga. First menggunakan satu tangannya sebagai penyangga. Sementara tangannya yang lain ia gunakan untuk menahan sesosok tubuh agar tak menimpa dirinya.

First kembali mengerjabppelan. Kali ini bertepatan dengan sesuatu yang hangat dan kenyal menyapa bibirnya sendiri. Lelaki tampan itu mengaduh dalam hati. Merasa perih ketika ujung bibirnya robek. Sepertinya terantuk gigi.

Lelaki muda bernama lengkap First Kanaphan itu mencoba membuka belah bibirnya, hendak memeriksa lukanya dengan lidah. First sudah mengira-ngira akan mengecap rasa besi yang kuat di daging tak bertulang miliknya. Namun rupanya dugaannya keliru. Tak sepenuhnya salah sih, karena dia tetap bisa mencecap darah yang mengalir sedikit. Tapi rasa itu tertutupi dengan sesuatu yang lebih manis. Rasanya lebih seperti campuran kembang gula dan susu stroberi.

First meraup lebih dalam rasa itu. Dia menyukainya. Dan akan mendaftarkan dua rasa itu sebagai rasa favoritnya. Benda kenyal itu dilumatnya pelan. Hati-hati, seolah tak mau menyakiti.

Tanpa sadar dia memejamkan matanya. Meresapi rasa itu lebih lama. First bahkan tak mengindahkan jika sosok di atas tubuhnya itu menegang. Baru ketika suara lenguhan terdengar menyapa gendang telinga First. Pemuda tampan itu membelalak.

"Ah—maaf.."

First menjauhkan tubuhnya. Menatap pemuda yang berusia sebaya di depannya dengan pandangan bersalah. "Aku tidak bermaksud—"

Kata-kata First terputus. Pemuda berambut sekelam arang itu menundukkan kepalanya. Menghindari kontak mata. Dia lebih memilih untuk memandang nanar ke arah gulali dan sekotak susu stroberi yang disinyalir adalah bekal makan siangnya, sudah teronggok dikerumuni puluhan semut di atas lantai koridor sekolah. First menggigit bibirnya yang terluka, resah. Ingin segera meminta maaf, tapi si pemuda bermata indah itu diam saja mengabaikannya. Tak mengindahkan keberadaannya.

Bocah itu kini malah sibuk memandang ke atas kepala First. Dengan tatapan kebencian serta dendam kesumat yang ketara.

"Ini gara-gara kau!" desisnya pelan nyaris tak terdengar.

First mengernyit. Heran. Pemuda itu berbicara dengan siapa?

"Hei, kau oke?" First bersuara sekali lagi. Tangannya terulur maju, nyaris menyentuh bahu anak laki-laki di depannya sebelum akhirnya terhenti begitu saja di udara.

Pemuda itu balas memandang First. Mata hitam besarnya berkedip indah. Sementara kedua pipinya merona merah. Menyerupai buah persik yang sudah matang. Buah kesukaan First.

FirstKhaotung OneshotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang