Pure Love (A.A)

913 10 12
                                    


Kami tidak berpacaran.

Itulah disclaimer pertama yang harus aku sampaikan bila ada yang melihat kami berdua, aku dan temanku yang bernama Lana seringkali diduga berpacaran oleh orang-orang karena kedekatan kami yang menurut mereka berlebihan. Sedangkan aku dan Lana biasa saja, kami hanya menjalani hari-hari kami seperti biasa sewajarnya yang biasa kami lakukan karena kami tak memiliki perasaan sedikitpun soal cinta. Memang aku mencintai Lana, tapi cintaku pada Lana hanyalah sebatas rasa sayang kepada sahabat yang sudah belasan tahun bersama.

Kedua, aku dan Lana dekat karena kami satu sekolah, satu komplek perumahan, bahkan satu blok. Rumah kami berhadap-hadapan, keluarga kami berteman sejak zaman kakakku dan kakaknya berteman. Berbanding terbalik denganku dan Lana, kakakku seorang wanita sedangkan Lana memiliki kakak laki-laki. Kakak kami sangat cocok dan berteman sejak kecil juga seperti kami berdua, mereka sama-sama menyukai beberapa artis kekinian yang sama serta juga menyukai hal-hal mengenai Jepang yang sama. Keduanya berkuliah di kampus yang sama dan di jurusan Hubungan internasional juga sehingga kakak kami berdua benar-benar tak bisa dipisahkan.
Ketiga, aku dan Lana sama sekali tidak cocok. Ia penyuka korea dan hal-hal berbau korea, sedangkan aku penyuka band-band rock dan lagu-lagu barat. Banyak hal yang tidak ketemu di antara percakapan kami akan hobby dan kesukaan. Hal yang membuat kami dekat dan bersahabat hanyalah karena rumah kami yang dekat dan sekolah yang sama. Seperti dipaksakan bersama oleh keluarga kami berdua sehingga aku dan Lana akhirnya bisa menerima kecocokan maupun ketidakcocokan kami berdua.

"Lu udah denger kabar?" tanya Lana padaku, aku menggeleng karena tak mengerti arahnya kemana.

"Itu loh yang kita mau ke Bogor bareng." ucapnya lagi, aku masih menggeleng padanya.

"Aish jinjja... masa kamu gak tau rencana keluarga kita?" Lana memasang wajah kesal dan melipat kedua tangannya di dada.

"Ooh... lunch bareng di Bogor itu?" balasku sambil mencoba mengingat kata-kata ibuku.

"Iyaaa... ikut kan?" tanyanya lagi padaku, aku langsung mengangguk karena apa alasanku untuk tidak ikut, pikirku.

"Ya iyalah... emang bisa gak ikut?" balasku, ia tertawa kecil.

"Cieeee..." seperti biasa, tentu saja percakapan kami berdua akan menjadi bahan ledekan oleh teman-teman.

Seperti biasa juga, Lana akan menghampiri mereka untuk marah atau menyanggah "tuduhan" mereka sedangkan aku hanya akan tertawa kecil dan tak mempedulikan mereka. Selalu saja Lana yang akan marah-marah ataupun "membela" kami berdua bila ada yang meledek atau bertanya soal hal seperti ini, sedangkan aku tak terlalu peduli karena memang tidak ada apa-apa di antara kami berdua.

"Untuk apa aku marah dan ribet? Kan emang gak ada apa-apa" ucapku pada Lana waktu itu.

Aku membiarkan Lana sibuk dengan teman-teman yang meledek, kini ledekan mereka terfokus pada Lana. masih sibuk memberikan "cie" ataupun meledek kami sebagai pasangan serasi, meledek kami yang langgeng, dan sebagainya. Sedangkan aku tetap tak peduli dan kembali sibuk dengan buku, membaca adalah satu kesukaanku dan aku kini tengah membaca sebuah novel yang kupinjam dari perpustakaan sekolah.

Tak lama setelahnya, bel kembali berbunyi menandakan pelajaran yang kembali di mulai. Untuk di kelas, aku dan Lana tidak bersebelahan karena namanya berawalan A. Aurhel Alana nama panjangnya.

"Ayo pulang langsung..." ajak Lana padaku.

Singkat cerita, seluruh jam pelajaran sudah selesai. Seperti biasa juga, aku dan Lana akan pulang bersama. Meski terkadang aku punya keinginan untuk main dengan teman-teman atau menongkrong lebih dulu, tetapi aku merasa punya tanggung jawab untuk menamani Lana pulang. Aku mengambil tas, menolak ajakan teman-temanku untuk nongkrong terlebih dahulu di kantin. Kembali diledek, aku sudah tak peduli. Berbeda dengan Lana, masih sibuk membela kami berdua sampai akhirnya aku mengajak ia pergi dari kelas.

One Shoot Collection 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang