Syuting untuk episode terbaru Best in Class telah dimulai. Kali ini, keberuntungan seolah berpaling dariku. Entah dosa besar apa yang telah kulakukan beberapa hari ke belakang, sampai harus satu tim dengan manusia licik bernama Kayla. Meskipun ada Arif yang juga bergabung, keberadaan Kayla benar-benar mengusik ketenanganku.
Kami berdiri berhadapan, saling berbisik agar percakapan kami tak terekam kamera. Suasana cerah di Pantai Tanjung Pendam tak sebanding dengan ketegangan yang membara di antara kami.
“Lo ngapain, sih, Kay? Hobi banget motong orang lain lagi ngomong?” bisikku, kesal. “Ini kita lagi challenge tim, yah.”
Kayla menatapku tajam. “Karena gua nggak mau lo bikin kacau challenge ini. Public speaking gua lebih bagus dari lo.”
Frustrasi menjalar dalam diriku, tetapi aku sadar bahwa perseteruan ini tak boleh terungkap di depan kamera. “Oke, mari kita pura-pura baik. Tunjukin kerja sama kita di depan kamera,” tawarku, berusaha meredakan suasana.
Kayla mengangguk, meski raut wajahnya jelas menunjukkan ketidakikhlasan. “Oke. Kali ini aja gua biarin lo bertingkah.”
Kami kemudian melanjutkan wawancara dengan Ibu Sari, salah satu pemilik rumah makan yang beroperasi di Pantai Tanjung Pendam. Senyumnya yang lebar menyambut kami saat ia mulai berbicara.
“Apa yang biasa Ibu lakukan untuk menjaga jumlah penjualan?” tanyaku, berusaha menggali informasi lebih dalam.
“Sekarang, Ibu memanfaatkan jasa transportasi online untuk menarik lebih banyak pelanggan. Pakai aplikasi hijau. Lumayan membantu, karena di hari biasa penjualan nggak sebanyak hari libur,” jelas Ibu Sari.
Kayla melanjutkan, “Ibu ada rencana membuka cabang baru untuk memperluas jaringan?”
“Untuk menambah cabang, belum kepikiran, Mbak. Mau fokus di satu tempat ini dulu aja,” jawab Ibu Sari.
“Apakah Ibu punya metode khusus untuk promosi?” tanya Arif.
“Sejauh ini, kami memanfaatkan media sosial. Kebetulan anak Ibu content creator, jadi dia yang biasanya bantuin Ibu untuk promosi,” jelas Ibu Sari.
Aku mencatat semua jawaban Ibu Sari. Aku cukup terkesan dengan cara ia mengelola bisnisnya. Percakapan kami berlangsung sangat intens, dan tanpa terasa, waktu berlalu begitu cepat.
***
Setelah syuting selesai, kami pulang ke hotel. Suasana di bus terasa lebih santai, meskipun ketegangan antara Kayla dan aku masih terasa.
Rasa ingin tahuku tentang pesan misterius yang kuterima sebelumnya tak kunjung reda. Melihat Arif duduk sendirian, aku tergerak untuk mendekatinya.
Aku mengambil ponsel dan menunjukkan layar ke Arif yang saat ini duduk di sebelahku. “Rif, gua mau lo jujur. Lo yang kirim pesan ancaman ini ke gua, yah?” tanyaku pelan, suaraku hampir tenggelam di tengah tawa peserta lain.
Arif memandangku dengan tenang. “Clarissa, ini bukan waktu yang tepat untuk membahas itu,” jawabnya lembut, tetapi ada nada serius di suaranya.
Sebelum aku bisa merespons, Arif mendekatkan wajahnya dan membisikkan sesuatu ke telingaku. Udara dingin terasa menjalar di sekujur tubuhku.
Aku berusaha menahan napas, berjuang memahami situasi yang baru saja terjadi. Arif menatapku serius, dan saat itu aku tahu, ada sesuatu yang lebih besar sedang berlangsung di balik layar kompetisi ini.
Sementara bus melanjutkan perjalanan menuju hotel, pikiranku dipenuhi dengan pertanyaan yang belum terjawab. Ketidakpastian ini semakin membuatku tak nyaman, menambah rasa cemas yang menggelayut dalam diriku. Aku menatap keluar jendela, mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan Arif.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
BEST IN CLASS (SEGERA TERBIT)
RomanceRenjiro Saputra, pemuda blasteran Jepang dan Indonesia yang sangat menyukai game dan bercita-cita memiliki sekolah game sendiri, namun selalu menghadapi tekanan dari ayahnya yang menginginkan Renjiro untuk menjadi seorang dokter. Di sisi lain, ada C...