3

8 4 0
                                    

Layar laptop di depan Salma berpendar. Menampilkan sebuah untaian aksara. Dia sedang membenahi puisi yang 1 bulan lalu di bawakan oleh Nafia. Pak Agam memberikan saran, untuk beberapa bagian diperbaiki mungkin bisa di publikasikan di website atau Mading sekolah. Alunan musik lembut ikut mengisi pendengaran Salma.

Salma berpikir acak, ikut ngacak rambutnya. Tidak ada yang salah dengan puisinya tapi saat di baca seperti ada kata yang aneh terselip disana. Dia merebahkan punggung ke sandaran kursi, meraih cemilan di samping laptop. Ketika suara ketukan pintu terdengar di telinganya.

"Sal?" Suara dari luar memanggil namanya.

"Masuk Bu, Salma belum tidur."

Suara derit pintu terdengar, seorang wanita paruh baya sekitaran umur kepala 4 mulai terlihat. Dia tersenyum lembut melihat putri nya memakai kacamata baca yang juga anti radiasi. Layar laptop berpendar pendar di hadapannya, rentetan huruf tersusun rapi disana.

"Besok kamu nggk kemana mana kan?"
Ibu bertanya lembut, duduk di pinggiran kasur. Dia menatap putrinya yang tengah sibuk mengetik kata di laptop miliknya.

Salma menggeleng pelan, kembali sibuk menuangkan tulisan di laptop. Jarinya menari diatas keyboard laptop yang sedikit memancarkan pendar berwarna biru muda.

"Mas Alif kirim motor besok."

Salma langsung menoleh, maksudnya apa? Bukankah mas Alif, kakaknya itu sedang bekerja di luar kota. Apa maksud ibu dengan kirim motor? Apa mas Alif mau mengirimkan motor matic miliknya ke rumah? Tapi bukankah dia masih membutuhkan untuk transportasi sehari hari pergi ke tempat kerja dan universitas.

"Mas mu itu beliin kamu motor. Katanya besok mau dateng, ibu ada urusan jadi kamu jangan pergi kemana mana." Ibu berdiri, berjalan menuju ke ambang pintu langkah nya terhenti ketika Salma bertanya.

"Kenapa mas Alif beliin Salma motor? Padahal dia tau Salma nggk bisa pakenya?"

"Ibu Yo Ndak tau, tanya sendiri sama mas mu itu."

Salma mengangguk anggukan kepalanya, baiklah nanti akan dia tanya. Cahaya dari layar laptop masih berpendar pendar dihadapan Salma membuat gadis yang memiliki rambut panjang itu kembali meneruskan aktivitasnya.

"Jangan tidur terlalu larut, ibu kebawah dulu." Ibu menutup pintu. Kamar milik Salma kembali hening hanya terisi suara musik lembut.

Salma adalah anak bungsu dari 2 bersaudara dan mas Alif adalah kakaknya. Umur yang terpaut jauh dari Salma sekitar 7 tahun membuat dia merasa memiliki tanggung jawab yang besar setelah bapak meninggal karena kecelakaan pekerjaan ketika Salma masih duduk dibangku SD.

Alif harus mengubur cita citanya untuk melanjutkan universitas setidaknya 1 tahun untuk mengumpulkan uang dengan bekerja karena ibu tidak bisa membiayai sekolah 2 orang anak sekaligus terutama salah satunya masuk universitas. Alif pergi ke luar kota untuk bekerja, setidaknya ada satu tahun kemudian dia melanjutkan universitas nya di tempat yang sama dengan uang hasil kerja kerasnya.

Salma yang sejak SMP dibiasakan ibu untuk hidup mandiri tak pernah menuntut. Dia tidak masalah untuk pergi ke sekolah dengan menaiki angkot setiap harinya. Karna dulu bapak hanya baru membeli satu buah motor dan itu pun yang sedang mas Alif pakai sekarang.

Hanya saja Alif yang merasa kasian memutuskan untuk menabung membelikan adik perempuan kesayangan nya itu sebuah motor, meski dia tau Salma belum bisa mengendarainya. Dia kasian melihat Salma yang terhambat aktivitasnya karna dia tau adiknya itu sering mengikuti organisasi sastra diluar sekolah. Dia ingin setidaknya adik kesayangannya itu tidak merasakan apa yang dia rasakan.

Angin berhembus melewati kisi kisi jendela milik Salma. Gadis itu menoleh pada jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 10 malam ketika notifikasi handphone menyita perhatian nya.

Fariz OSIS : Sal, bisakan kita ketemu lusa setelah pulang sekolah?

Sebuah pesan dari Fariz menghiasi layar kunci ponsel milik Salma. Laki laki itu menjadi sering mengirim pesan padanya setelah kejadian saat MPLS. Meski cuma berisi hal hal random atau sekedar menanyakan catatan catatan mapel umum di sekolah dan baru kali ini laki laki itu mengajak Salma untuk bertemu. Namun, ada yang aneh dengan cara Fariz memperlakukan Salma  itu yang Salma pikirkan. Dan entah dari mana dia mendapatkan nomor ponsel Salma, dia hanya menduga itu dari Nada.

Salma : Bisa, dimana ?

Tak berselang lama Fariz terlihat mengetik. Dan muncul sebuah pesan baru.

Fariz OSIS : Halte depan sekolah ya Sal

Salma :  Iyaa

Salma meletakkan ponselnya di atas meja belajar, dia memutar kursi belajarnya hingga menghadap jendela kamar memandangi lampu lampu milik tetangga yang beberapa terlihat dari kamar miliknya.

Sementara itu disisi lain komplek
perumahan. Fariz yang sedang menunggu nunggu jawaban Salma seketika melompat senang. Jawaban pendek dari Salma membuat hatinya hangat.

Laki laki itu melompat di atas kasur milik nya yang seketika membuat kakaknya membuka pintu kamar ketika mendengar suara riuh dari kamar sebelah milik adiknya.

Fariz nyengir saat melihat Fariya, kakaknya berdiri di ambang pintu. Tatapannya menatap tajam adiknya yang tengah turun dari tempat tidur yang tadi dijadikan trampolin.

"Kamu klo mau berisik pindah sana! Kakak lagi ngerjain tugas juga. Jangan berisik kalo masih mau disini."

Fariya membanting pintu kamar milik adiknya yang seketika mengeluarkan bunyi berdebam keras. Fariz berjingik kaget.

Dia kembali meraih ponselnya yang berada di atas meja. Sejauh ini balasan dari Salma selalu singkat. Dia tidak pernah mengabaikan Fariz hanya saja seperti seseorang yang menjaga batasan. Tapi tidak apa, setidaknya komunikasi Fariz dan Salma mulai terbangun, meski selalu saja Fariz yang mencari cara untuk menghubungi perempuan itu.

RandhuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang