Kenangan Di Bawah Pohon Beringin

130 30 9
                                    

Matahari bersinar hangat pada pagi itu di kota kecil yang tenang. Anak-anak berlarian di taman, bermain petak umpet, tertawa riang, dan sesekali terdengar suara tangis manja karena terjatuh atau kalah dalam permainan. Di sudut taman, berdiri sebatang pohon beringin yang besar dan tua, dengan akar menggantung yang menyentuh tanah. Pohon itu adalah pusat dari segala cerita, saksi dari segala rahasia, dan bagi dua anak kecil yang baru saja bertemu, tempat itu akan menjadi awal dari persahabatan abadi mereka.

Dimas, bocah dengan wajah ceria dan mata penuh semangat, sedang duduk di akar pohon beringin, melihat sekeliling mencari seseorang untuk diajak bermain. Dia baru pindah ke kota ini bersama keluarganya, dan belum punya teman. Di saat yang sama, seorang bocah lain, Ardi, sedang duduk tak jauh dari sana, menatap sekelompok anak yang sedang bermain lompat tali. Ardi tampak ragu, ingin bergabung, tapi malu.

Dimas, yang tidak tahan melihat ada anak lain yang sendirian, segera mendekati Ardi. Tanpa basa-basi, ia menyapa, "Hai, namaku Dimas! Kamu mau main bareng aku?"

Ardi, sedikit terkejut dan malu-malu, hanya bisa mengangguk. "Aku... Ardi," jawabnya pelan.

Sejak saat itu, keduanya tak terpisahkan. Setiap pagi, mereka akan bertemu di bawah pohon beringin itu sebelum bermain di taman. Dimas yang lebih ceria dan berani selalu membawa ide-ide baru untuk permainan mereka, sedangkan Ardi, dengan sifat pendiamnya, lebih sering mengikuti. Meski begitu, mereka saling melengkapi. Ardi menemukan kenyamanan dalam keceriaan Dimas, dan Dimas merasa aman dalam ketenangan Ardi.

Salah satu permainan favorit mereka adalah petak umpet. Dimas yang selalu ceria, sering kali memberikan petunjuk kepada Ardi ketika Ardi kesulitan mencari tempat bersembunyi. "Ardi, coba sembunyi di balik akar pohon beringin, nggak ada yang bakal nemuin kamu di sana!" Dimas berbisik. Dan benar saja, setiap kali mereka bermain, Ardi selalu bersembunyi di sana, sementara Dimas dengan sengaja mencari di tempat yang lain dulu, seolah-olah memberi kesempatan pada Ardi untuk menang.

Ada suatu hari yang tak terlupakan bagi mereka berdua. Pagi itu, Ardi tampak murung. Saat Dimas datang dengan semangat, ia langsung menyadari perubahan pada wajah sahabatnya itu.

"Kenapa kamu sedih, Ard?" tanya Dimas, duduk di sampingnya di bawah pohon beringin.

Ardi menunduk, lalu menarik napas dalam. "Ayahku bilang... mungkin kami harus pindah ke kota lain. Ayah dapat pekerjaan baru di sana." Mata Ardi mulai berkaca-kaca, dan ia menggenggam erat akar pohon, seolah takut kehilangan tempat yang penuh kenangan ini.

Dimas terdiam sejenak, merasa ada rasa kehilangan yang mulai menyelusup dalam dadanya. Tapi ia mencoba tegar di depan Ardi. "Kalau kamu pindah, aku akan tetap jadi sahabatmu. Aku bisa mengunjungi kamu, atau kamu bisa main ke sini kalau libur. Kita akan selalu berteman, Ard, kan?"

Ardi mengangguk pelan, meskipun matanya berkaca-kaca. "Iya, kita akan selalu berteman."

Sejak hari itu, keduanya semakin sering bermain bersama, mencoba menikmati setiap momen. Mereka menghabiskan waktu dengan berlari-larian di sekitar taman, tertawa bersama, dan berbaring di atas rumput sambil menatap langit. Bahkan ketika langit mulai gelap, mereka enggan berpisah, seakan takut kehilangan waktu yang berharga bersama.

Namun, beberapa minggu kemudian, Ardi akhirnya tetap tinggal di kota itu, karena pekerjaan ayahnya dibatalkan. Itu menjadi kabar yang menggembirakan bagi keduanya. Mereka berlari ke taman, berteriak-teriak bahagia, dan sekali lagi mengukir janji persahabatan mereka di bawah pohon beringin.

"Kalau kamu pindah atau aku yang pindah, kita janji akan tetap sahabatan sampai kapan pun," ucap Dimas sambil mengulurkan kelingkingnya. Ardi menyambut dengan kelingkingnya, mengunci janji itu dengan hati yang dipenuhi rasa bahagia dan harapan.

Hari-hari berlalu, dan mereka terus tumbuh bersama. Persahabatan itu tak berubah, tetap sehangat dan setulus ketika pertama kali mereka bertemu. Di bawah pohon beringin itu, mereka telah berbagi tawa, tangis, dan janji yang kelak menjadi kenangan indah yang tak akan pernah mereka lupakan.

Sahabat Terakhir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang