27 || Bara dendam sang Putri laut

13 4 0
                                    

Haloo, apa kabar semuanya? Semoga pada sehat terus yaa, jaga kesehatan kalian. Silahkan nikmati bab kali ini!! (⁠*⁠˘⁠︶⁠˘⁠*⁠)

Napas Marni tersengal-sengal karena tubuhnya mendambakan air, bukan untuk rasa hausnya, tetapi untuk eksistensinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Napas Marni tersengal-sengal karena tubuhnya mendambakan air, bukan untuk rasa hausnya, tetapi untuk eksistensinya. Sebagai putri duyung, ia membutuhkan air untuk mempertahankan vitalitasnya. Satu gelas air yang sedikit itu sangat menyedihkan dibandingkan dengan kebutuhan tubuhnya yang mendesak.

Jantungnya berdebar-debar karena putus asa saat indranya memohon air, air apa saja, untuk meredakan sensasi panas yang membakar tubuhnya.

Kepanikan menyergap hati Marni saat gumpalan asap tebal mengepul dari tubuhnya. Asap itu membawa aroma abu, dan kulitnya mulai berubah menjadi merah pucat, seolah-olah terbakar oleh api yang tak terlihat.

Dia menarik rantai yang mengikatnya dengan panik, gerakannya panik. Logam yang tak kenal ampun itu menolak untuk menyerah, rantai itu berdenting keras sebagai respons, sentuhan dinginnya sangat kontras dengan rasa sakit yang membakar yang mengalir melalui tubuhnya.

Keputusasaan Marni memuncak saat napasnya semakin pendek dan penglihatannya kabur. Pikirannya berpacu, memohon agar diberi kelegaan.

"Tidak, tidak, tidak, tidak, kumohon..." gumamnya, suaranya serak, gemetar, saat keputusasaan mengancam akan menguasainya.

Ia memaksa dirinya untuk fokus, tahu bahwa pingsan bukanlah pilihan, tidak dalam keadaan seperti ini.

Julian..

Aku butuh Julian.

Hatinya sakit karena merindukan unsur penting itu. Belahan jiwanya yang terkasih.

Jantungnya berdebar kencang di dadanya. Rantai yang membelenggunya tampak semakin berat, sentuhan dinginnya menjadi pengingat nyata akan ketidakberdayaannya.

"Aku tidak boleh pingsan."

Pikirannya bergantung pada jalur kesadaran. Ia merindukan pelukan air yang sejuk dan menenangkan, kebutuhan yang memberi kehidupan bagi tubuhnya.

Julian, kamu dimana?

Hatinya rindu akan kehadirannya, suaranya, sentuhannya...

Julian menuju pintu rumah sambil menggosok gigi, tidak peduli dengan penampilannya. "Ya, ya, tunggu sebentar!" serunya, kebingungan tergambar di wajahnya dengan tamu yang datang sore begini.

Saat membuka pintu, Julian tak kuasa menahan rasa terkejutnya saat mendapati dokter hewan berdiri di sana. "Oh, bukankah anda dokter hewan yang kami kunjungi itu?"

Harley, sang Pangeran duyung, berdiri di hadapan Julian dengan pakaian kasual, tatapannya yang tajam dan dingin tertuju pada manusia fana itu.

Rambutnya yang panjang dan gelap diikat erat dengan cara yang mengingatkan pada bangsawan Korea kuno. Saat Julian bertanya, jawaban Harley singkat, nadanya tegas.

MARNI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang