-
-
-
Bagian 4 here we go!
-
-
Lalu saat kami pulang sekolah Hamzah kembali menanyaiku tentang Putri, tapi selalu saja aku jawab tidak tahu karena memang aku tidak peduli dengannya.
Kami berdua pulang jalan kaki dan berangkat juga kadang jalan kaki karena jarak rumahku dengan sekolah tidak bisa dikatakan terlalu jauh, sedangkan Hamzah dia rumahnya jauh, tapi didekat rumahku ada tempat pemberhentian bis jadi dia sering menunggu bis disana, karena itulah dia sering pulang bersamaku.
Selain itu, kami juga tidak memiliki motor karena menurutku anak sma itu terlalu berbahaya jika memiliki motor karena mereka belum bisa mengendalikan diri sendiri.
Lalu saat sampai ke rumah, aku langsung mengganti pakaianku dan menyalakan televisi karena drama yang dimainkan oleh Yuki Futaba akan tayang sebentar lagi.
Saat tayang, aku pun menontonnya dengan seksama. Ini dia, orang yang aku idolakan, inilah orang yang aku banggakan. Tapi, dia terlalu jauh untuk bisa kugapai.
Dan ibuku pun tiba-tiba duduk disebelahku dan menepuk kepalaku secara pelan dengan spatula.
"Eh kerjaanmu Leo, Leo lagi-lagi menghalu. Kalau kau mau cari pacar sana biar halumu itu sedikit terobati."
"Tapi mak, tidak ada orang yang seperti Yuki Futaba di dunia ini."
"Yuki Futaba Yuki Futaba, standarmu itu ketinggian anakku. Kalau begitu ya mana bisa kamu menemukannya di Indonesia, dia aja orang Jepang."
"Mak. Meskipun dia orang Jepang dan tidak akan bisa aku gapai, setidaknya dia jadi motivasiku buat lebih baik mak. Mak lihat saja aku akan jadi juara umum karena pengaruh orang ini."
"Yaelah yakin? Yaudah mak pegang janjimu ya nak. Kalau gagal duit jajanmu mak potong setengahnya."
Janji pun dibuat dan aku semakin termotivasi untuk menjadi lebih baik. Ini semua bukan hanya karena hal itu, tapi karena impianku yang juga ingin ke Jepang, meskipun itu juga karena efek dari Yuki Futaba.
Dan untuk mencapainya, satu-satunya hal yang bisa aku lakukan saat ini hanyalah belajar.
Setelah dramanya selesai, aku langsung mematikan televisi dan mandi untuk membersihkan badanku.
Lalu setelah aku selesai mandi dan sudah mengenakan pakaian rumahan yang biasanya aku pakai, aku langsung bergerak ke meja belajar untuk mengulang pelajaran yang tadi disampaikan oleh Bu Latif dengan cemilan biskuit yang menemaniku.
**********
Setelah beberapa minggu berlalu, kami sudah melaksanakan beberapa latihan soal dan nilaiku pun perlahan-lahan membaik.
"Biasanya aku hanya dapat nilai enam puluh atau paling tinggi itu enam puluh lima. Tapi sekarang aku bisa dapat tujuh puluh lima, ini adalah peningkatan bagiku."
Tentunya aku jadi semakin termotivasi untuk mencapai tempat yang lebih tinggi dan segers mencapai impianku.
"Selangkah lebih maju, aku hanya perlu beberapa langkah lagi." Bisikku pelan.
"Hei Leo, kau mengatakan sesuatu?"
"Oh Putri. Tidak, itu hanya perasaanmu saja. Aku tidak mengatakan apapun, tapi memang mulutku sedikit bergerak karena sedang mengunyah permen karet." Jawabku untuk mengalihkannya.
"Oh begitu ya, ternyata aku salah paham ya. Baiklah kalau begitu aku minta maaf karena telah menganggumu." Dia melemparkan senyuman kepadaku dan kembali melihat ke depan.
Ini adalah impianku dan ini juga adalah keinginanku. Jika orang lain mengetahui impianku ini pasti mereka akan bilang kalau mimpiku ini terlalu tinggi.
"Kau mau menikah dengan idol? Hahahahaha mimpi!"
"Kau mau ke Jepang? Memikirkannya saja hanyalah mimpi apalagi mewujudkannya. Hahahahahaha!"
"Woi Leo kau harusnya sadar diri! Nilaimu itu cuma rata-rata bukan diatas rata-rata. Dengan kemampuan segitu kau mau pergi ke Jepang? Mimpimu ketinggian! Hahahahahaha!!!"
"Woi Leo. Kalau mimpi itu jangan ketinggian, nanti jatuh sakit loh. Orang normal seperti kita itu mimpinya paling tinggi ya jadi pns, tentara, polisi, bukan ke Jepang hahahahahahaha!!!"
Begitulah berbagai macam kalimat yang akan mereka lemparkan kepadaku jika tahu tentang mimpiku ini.
Kenapa mereka begitu? Karena manusia pada dasarnya memang lebih suka menghujat, mengejek ataupun mengatakan hal-hal yang buruk daripada hal baik.
Bahkan dari suatu pepatah yang pernah tercipta saja sudah jelas. "Seribu kebaikan akan dilupakan oleh satu kejahatan."
Tak peduli sebanyak apapun kau berbuat baik, pada akhirnya yang paling dilihat dari dirimu adalah keburukannya.
"Woi Leo, ke kantin yuk aku lap---"
Tiba-tiba saja anak ini masuk ke kelasku seenaknya dan terdiam membatu seenaknya juga, tiba-tiba lagi. Yah dia membatu karena aku duduk bersebelahan dengan Putri.
Aku menghela nafas, lalu berdiri dan menyeretnya keluar kelas.
"Ayo, tadi kau bilang mau ke kantin bukan? Kenapa kau malah jadi membatu disana."
"Tidak. Aku hanya berpikir kalau kau itu sangat beruntung karena duduk disebelah Putri. Dia bukan Putri biasa loh Leo, dia itu primadona sekolah kita!!"
"Tapi dia itu makan nasi seperti kita kan? Kenapa kau sampai gelagapan begitu saat melihatnya."
"Dia beda!! Kau saja yang aneh karena melihatnya biasa saja. Coba saja kau perhatikan kalau Putri lewat, pasti kebanyakan orang akan takjub melihatnya."
Tapi dia tidak punya prestasi, nilainya juga rata-rata sepertiku. Jadi apa yang harus diistimewakan darinya selain kecantikan?
Berbeda dengan Yuki Futaba. Selain cantik, dia juga memiliki suara bagus, bakat menyanyi dan bermain film, serta punya beberapa penghargaan sebagai aktris terbaik di Jepang.
Karena hal itulah dia diidolakan oleh banyak orang termasuk diriku.
-
-
-
Sampai jumpa di part selanjutnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Leo : Dia yang Seorang Idola[ TERBIT ]
Teen FictionWaktu itu, aku sedang menonton televisi karena aku tidak punya sesuatu yang ingin dilakukan. Nilaiku juga hanya biasa-biasa saja. Tapi, tiba-tiba ada seorang idola yang bersinar di televisi saat aku sedang menonton. Leo Kasandra adalah seorang pelaj...