6. Peri Cintaku

477 70 3
                                    

Bel istirahat berbunyi nyaring, hampir semua siswa berhamburan keluar tapi beberapa ada yang memilih diam dikelas menikmati bekal makan yang dibawa dari rumah. Sama halnya dengan ketiga gadis yang tengah berbincang santai menuju kantin untuk mengisi perut.

"Kucingnya lucu deh," Salma menunjuk seekor kucing dengan bulu putih lebat yang berpapasan ditengah jalan.

"Ambil Sal buat nemenin dikost," kata Nadin yang posisinya diapit oleh mereka.

"Kamu gatau aja Nad kucingnya dia," sahut Nabila.

"Kenapa tuh?" Nadin menoleh.

"Udah punya 4," bebernya.

"Eh serius?" ia menatap tak percaya, "Pecinta kucing banget ya Salma ini,"

Orang yang dibicarakan hanya terkekeh.

"Mau tau gak namanya siapa aja?"

Nadin mengangguk.

"Alkana, Alkena, Alkuna, Alkadiena," lanjut Nabila menyebutkan satu-satu.

Gadis itu melongo. "Kucing kamu dinamain dari hidrokarbon?" ia ikut terkekeh melihat Salma yang sudah tertawa terpingkal-pingkal. "Ya ampun, kamu cinta mati sama kimia apa gimana sih," lontarnya menggelengkan kepala.

"Gabut doang," celetuk Salma santai.

"Gak ada orang segabut kamu Sal," balasnya tak habis pikir.

"Iyakan Nad, dimana-mana panggilan kucing itu Anabul," timpal Nabila.

"Bubu," tambah Nadin yang diangguki Nabila.

"Emang rada-rada Salma mah," ujar Nabila mengingat kelakuan sahabatnya yang diluar nalar.

Nadin tak hentinya dibuat tertawa, ketiganya terlihat akrab persis seperti sudah berteman dari lama. "Perpaduan banyak pikiran sama gabut kali ya Sal,"

"Aya-aya sae,"

"Aya-aya wae!" koreksi Nabila sedikit ngegas membuat Salma menyengir malu.

"Yo hampunten aku wong Jowo."

Tak terasa obrolan mereka membawa cepat sampai ke kantin yang telah dipenuhi oleh lautan manusia. "Makan apa gaes?" tanya Salma.

"Mie ayam boleh tuh," sahut Nabila.

Salma mengangguk, "Pengen deh aku juga, kamu mau apa Nad?"

"Aku lagi pengen batagor nih,"

"Mau dianter gak?" tawar Nabila.

"Gausah, langsung duduk aja."

"Oke." Salma dan Nabila langsung mengantri ditempat mie ayam sementara Nadin harus berjalan lagi ke tempat batagor.

Nadin mengambil tempat dibelakang lelaki yang baju seragamnya dikeluarkan, ketika lelaki itu tak sengaja menoleh sontak ia tersenyum kecil saat ternyata mereka saling kenal.

"Eh ada elu," sapa Roni yang menyadari teman sekelasnya ikut mengantri. "Nama lo tuh siapa ya? Gue lupa sorry,"

"Nadin."

Roni mengangguk, "Oh iya Nadin, beli batagor juga?"

"Iya."

"Mang bikin satu lagi," ucap Roni membantu memesankan padahal dirinya tak meminta.

"Pedes gak?" tanya Roni.

"Enggak."

"Jangan pake pedes mang," katanya lagi dengan suara agak keras.

"Siap!" balas pria paruh bayah bertopi itu.

"Sendiri aja?"

"Sama mereka juga," Nadin menunjuk kedua temannya yang masih menunggu pesanan. "Paul kemana?" giliran ia yang bertanya, biasanya mereka bak Upin Ipin yang tak bisa dipisahkan sedetikpun.

PANAROMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang