64.

26 8 6
                                    

Kini Sarah duduk di ruang tengah dan berhadapan dengan Widi dan William. Suasana di sana terasa kaku. Saat melihat William yang masih layu membuatnya ingin mengakhiri semua ini.


Sementara Ezra sibuk di dapur menyiapkan rujak cingur yang dibeli dari kenalannya.


"Aku meminta maaf. Aku sadar telah menyakiti hatimu dengan semua ucapanku. Aku harusnya lebih bersyukur dengan apa yang telah kau lakukan. Sekali lagi, aku meminta maaf," ucap Widi sambil menatap Sarah.


Sarah tersenyum lega. "Ya. Aku memaafkanmu Ayah. Tidak ada lagi yang harus dipermasalahkan."


"Sekarang giliranmu." Widi menatap William yang masih terdiam di atas sofa.


William menegakkan duduknya. "Aku meminta maaf padamu, Sarah. Aku telah berbohong dan menyebabkan kekacauan ini. Dan terima kasih sudah menolongku. Kalau tidak ada kamu, mungkin aku sudah mati. Maafkan aku, ya."


"Ya. Tolong jangan ulangi lagi. Dan kau juga harus berterima kasih pada Ezra. Dia yang menemukanmu tak sadarkan diri di dalam kamar mandi," jelas Sarah.


"Oh, ya. Aku akan berterima kasih padanya." William merasa malu karena banyak orang yang ada di dalam masalah ini. "Aku juga meminta maaf padamu, Ayah. Maaf telah membuatmu khawatir."


"Oke. Jangan ulangi lagi. Ingat ya ancamanku padamu." Widi tersenyum jahat. Lalu menatap kedua anaknya dengan tatapan riang. "Berpelukan?"


"Tentu saja." Sarah melangkah mendekati Widi dan William. Mereka bertiga berpelukan begitu hangat.


Tiba-tiba Ezra masuk ke ruang tengah. Melihat kemesraan Widi dan kedua anaknya membuat Ezra ingat pada Widuri. Dalam hati ia bertanya apakah ia bisa merasakan pelukan seperti itu dari sang anak?


"Ezra!" panggil William. Ia mendekati Ezra dan memeluk pria itu. "Terima kasih sudah menyelamatkan nyawaku."


"Sama-sama," balas pria itu. "Oh, ya. Aku sudah siapkan makan malam. Ini khas Jawa Timur, sih. Ayahmu pasti tahu."


Widi cengo. "Kamu bawa apa?"


"Rujak cingur!" jawab Ezra dengan riang.


"Kamu yakin mereka mau makan itu?" Widi bangkit dari duduk dan menuju dapur. Di atas meja makan sudah ada empat porsi sayuran campur, sepiring cingur, dan bumbu rujak cingur yang ditaruh ke dalam mangkuk. "Beli di mana?"


"Ada kenalan orang Indonesia. Masakannya enak. Aku sering pesan makanan di sana kalau dia buka pre-order," jelas Ezra sambil menarik kursi yang biasa ditempati Jon untuk diduduki Widi. "Silakan."


"What is that?" Sarah yang curiga menunjuk ke arah piring berisi cingur yang telah dipotong-potong.


"It looks weird," komentar William sambil membuka sebungkus kerupuk kulit oleh-oleh dari Ezra. Ia mengunyah satu kerupuk. "Ini renyah dan enak. Tapi seret di tenggorokan."


Widi menatap sepiring cingur itu. "Ini beneran cingur, Zra?"


"Ya. Fresh. Baru dimasak hari ini."


"Ayah, apa itu?" tanya Sarah lagi sambil menatap ayahnya. Sang ayah hanya menunjuk hidungnya. "Hidung?"


"Hidung kan, Zra?" Widi memastikan itu pada Ezra. Ia berbisik pada Ezra. "Hidung dan moncong itu sama enggak, sih?"


"Ya ndak tahu, kok tanya saya? Tanya Google dulu." Ezra mengeluarkan ponselnya. "Google, apa bahasa Inggris untuk moncong sapi?"


Sarah dan William saling menatap heran. Mereka menunggu sejenak untuk mendapatkan jawaban. Tiba-tiba Ezra menunjukkan layar ponselnya. Google telah memberikan jawaban, moncong sapi adalah cow's snout. Lengkap dengan gambar moncong sapi yang masih berbulu.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

His Love 3 🌈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang