3. Tamu Kecil

6.3K 547 33
                                    

Pagi minggu Jordan kali ini di sambut dengan suara cempreng yang berasal dari tetangga kecilnya. Sejak sepuluh menit yang lalu, Jordan sudah mendengar samar-samar ada seseorang yang memanggil nama Lava, semakin di dengar, suara itu seolah semakin mendekat.

Jordan dengan kesabarannya yang sudah terlatih memutuskan untuk melihat keluar. Betapa terkejutnya Jordan saat melihat sosok kecil yang masih terbalut piyama tidur itu sudah duduk manis di atas pagar tembok yang membatasi area rumah mereka.

"Astaga, Viel! Ngapain kamu manjat manjat? Siapa yang naikin?" tanya Jordan seraya menyambut tubuh kecil yang sudah merentangkan tangannya minta di turunkan.

Kaviel tertawa tanpa rasa bersalah, "Abang San, dia yang taruh aku di atas."

Jordan menggelengkan kepalanya heran, bagaimana bisa Sanja membiarkan adiknya berada di ketinggian seperti itu tanpa di dampingi siapapun.

"Om, aku mau main."

"Udah pamit sama Bunda?" tanya Jordan seraya menggiring bocah kecil itu untuk memasuki rumahnya. Sampai di dalam, terlihat Lava yang juga baru saja turun, masih berada di pertengahan anak tangga.

Kaviel mengangguk untuk menjawab pertanyaan Jordan. Tangan kecilnya dengan heboh melambai-lambai pada Lava yang menatap mereka dengan bingung. Jordan yang melihat itu hanya tertawa pelan, anak ini jelas terlihat hiperaktif.

"Udah sarapan belum? Om abis masak ayam goreng tuh," ucap Jordan seraya menatap kedua anak kecil ini bergantian.

Kaviel yang tampak paling bersemangat, berbeda dengan Lava yang terlihat malu-malu karena kedatangan tamu di pagi hari. Jordan kembali menuntun mereka ke meja makan, jemarinya mengelus rambut Lava dengan penuh kasih sayang.

"Ava udah cuci muka, Nak?" tanya Jordan saat mereka tiba di meja makan.

"Sudah, Papa."

Bergantian, Jordan menaikan keduanya ke atas kursi. Menyajikannya sarapannya yang masih dengan menu menu sederhana, karena Jordan memang belum terlalu pandai memasak yang rumit-rumit.

"Ini Om yang masak?" tanya Kaviel kemudian menggigit paha ayam miliknya.

Jordan mengangguk pelan, "Kenapa?"

"Enak, nggak kayak makanan buatan Bang Sanja, pahit mana hitam. Jelek kayak yang buat," jelas Kaviel tanpa mengalihkan pandangannya dari piring.

Jordan hampir tersedak, bagaimana bisa anak sekecil ini dengan lugas menghina kakaknya sendiri tanpa merasa takut? Pandangannya beralih pada Lava yang juga menatap Kaviel dengan heran, raut menggemaskan itu sontak membuat Jordan terkekeh geli.

"Jangan liatin Viel mulu, Nak. Abisin dulu sarapannya, nanti baru boleh main," ucap Jordan yang membuat Lava mengangguk patuh.

Tanpa mereka sadari, interaksi dan perhatian kecil itu tak pernah luput dari pandangan Kaviel. Anak itu tampak menatap Jordan dan Lava bergantian secara terus-menerus sebelum memilih fokus pada piringnya.

Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk menyelesaikan sarapan. Jordan sudah di sibukkan dengan agenda mencuci piring, sehingga hanya tersisa dua anak laki-laki yang masih duduk nyaman.

"Nama kamu siapa?"

Kaviel yang tadi asik mengelus perut buncitnya lantas menoleh kearah sumber suara. Anak itu tersenyum semangat saat tau orang di sebelahnya memulai pembicaraan.

"Kaviel, di panggil Viel. Kamu Lava, kan? Aku tau, kok. Aku kan pintar," ucap Kaviel dengan nada percaya diri yang sangat tinggi.

"Aku juga pintar," ujar Lava yang mendadak tak mau kalah.

BAD PAPA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang