Pulang sekolah, hari Jumat. Sekar sebelumnya sudah bilang pada Bapak untuk pulang terlambat, tanpa memberi alasan. Yang terpenting ia bersama Gina, Bapak pasti iya-iya saja.
Keduanya kini tengah asyik nongkrong di warung Pak Bejo yang letaknya di belakang sekolah. Ditemani sekotak LA Ice warna ungu yang dibeli hasil patungan. Sekar 30 dan Gina 15. Sisanya untuk membeli korek.
Sekar dan Gina duduk lesehan di pojok, bersama dua gelas nutrisari semangka diatas meja. Seraya menunggui gado-gado pesanan mereka selesai dibuatkan.
“Kowe ape cerito opo mau?” tanya Sekar setelah membakar batang rokok keduanya, ia menatap Gina yang sepertinya sedang banyak pikiran.
(Kamu mau cerita apa tadi?)
Satu minggu ini, Sekar sering memergoki Gina yang melamun dikelas. Maklum, seminggu ini, Sekar sibuk habiskan waktu belajar soal motor bersama Bapak―jadi, ia tidak punya waktu untuk apel ke rumah Gina tiap pulang sekolah.
Dan dengar-dengar, Wilona sudah pindah ke rumah baru di perumahan tengah kota. Gadis itu kini tinggal berdua dengan Ibunya yang resmi menyandang status janda.
“Aku seminggu iki satru karo Nanda,” ungkap Gina kemudian menghela nafas, ia kembali menghisap rokoknya kemudian mengeluarkan asapnya lewat hidung.
(Aku seminggu ini berantem sama Nanda.)
Pernyataan Gina membuat Sekar yang mendengarnya mengerutkan dahi. Selama empat tahun, Sekar tidak pernah mendengar Gina bisa bertengkar dengan Nanda sampai buat gadis itu uring-uringan seperti ini.
“Kok iso? Masalah e opo? Bukan e hubunganmu karo Nanda selama iki ora nyapo-nyapo yo?”
(Kok bisa? Masalahnya apa? Bukannya hubunganmu sama Nanda selama ini baik-baik aja?)
Gina menekan batang rokoknya yang sudah pendek pada asbak. Kemudian meminum es Nutrisari semangka miliknya sebelum bercerita.
“Awakmu mesti wes ngerti nek Ibune Wilona mulih mrene kan? Dino kae aku seng ngancani Wilona mapak nang bandara Suroboyo. Aku gak ngerti persis opo seng diomongne Wilona nang Buk Lek, tapi pastine tekan ngomah Buk Lek mureng-mureng nang aku. Aku ngerti Buk Lek emang wonge keras, bedo karo Ayah seng luweh santai. Tapi yo opo ngiro aku lek wonge bakal ngongkon aku putus karo Nanda, padahal Ayah Ibuk ora masalah.”
(Kamu pasti udah tau kalau Ibunya Wilona pulang kesini kan? Hari itu aku yang nemenin Wilona jemput di Bandara Surabaya. Aku gak tau pasti apa yang dibilang Wilona ke Tante, tapi yang pasti sampe rumah Tante marah-marah ke aku. Aku tau kalau Tante emang orang yang keras, beda sama Ayah yang lebih santai. Tapi ya mana tau aku kalau orangnya bakal minta aku putus sama Nanda, padahal Ayah Ibuk enggak masalah.)
“Pokok wengi iku aku satru karo Buk Lek, cuman aku gah memperpanjang kan timbang ruwet. Lagian yo melbu kuping kiwo metu kuping tengen kabeh omongane. Lah kok sesuk e, Buk Lek njalok nomore Nanda nang Wilona. Wilo kan emang ndue soale wes lumayan akrab karo Nanda. Nanda jan dilok-lokne sak enek-enek e, dikon putus karo aku, diancem reno-reno lewat chat. Makane Nanda langsung njalok putus. Yo aku wegah lah, patang tahun ki suwe, wes arepe tak gowo tenanan malah koyok kene. Jan enek ae cobane.”
(Pokok malam itu aku berantem sama Tante, cuman aku enggak mau memperpanjang kan daripada ribet. Lagian juga masuk telinga kiri keluar telinga kanan semua omongannya. Lah kok besoknya, Tante minta nomor Nanda ke Wilona. Wilo kan emang punya soalnya udah lumayan akrab sama Nanda. Nanda bener-bener dijelek-jelekkin, diminta putus sama aku, diancam macem-macem lewat chat. Makanya Nanda langsung minta putus. Ya aku gak mau lah, empat tahun itu lama, udah mau aku bawa serius malah kayak gini. Bener-bener ada aja cobaannya.)

KAMU SEDANG MEMBACA
Widodari ✓
Fanfictiona jiminjeong local short au! Sekar tidak pernah beruntung dalam masalah asmara, sampai akhirnya ia bertemu Wilona. Si cantik yang berhasil membuatnya jatuh hati kembali. warn ; gxg content, fluff, local jowo, harsh word. © gaargx, 2024